TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Nama Kampong Bahari di Tanjung Priok, Jakarta Utara kerap dikenal sebagai tempat peredaran narkoba.
Kampung Bahari beberapa kali digerebek polisi terkait narkoba.
Namun, perdagangan narkoba tidak pernah diberantas dari wilayah tersebut.
Pada 9 Maret 2022, Polres Metro Jakarta Utara dan Polres Metro Jaya menggerebek Kampong Baha.
Itupun, 700 personel gabungan TNI-Polri dan Pemda dikerahkan di kawasan yang dimulai sejak dini hari.
Hasilnya, 28 tersangka narkoba ditangkap.
Tak hanya itu, polisi menemukan berbagai senjata tajam mulai dari pedang hingga parang yang digunakan para pengedar dan pengedar narkoba untuk menghalau petugas dari penyerangan.
Selain senjata tajam, polisi juga menyita 350 gram sabu, 1500 gram ekstasi, dan narkoba lainnya.
Bahkan, Kampung Bahari bisa saja mencabut nama Jenderal Polisi bintang dua Teddy Minahasa pada 2023.
Mantan Kapolda Sumbar Teddy Minahasa terlibat pencurian sabu seberat 5 kg yang dibenarkan Polsek Bukinggi.
Saat itu, Teddy disebut-sebut memerintahkan bawahannya, perwira polisi kelas menengah Dodi Prabiranegara, untuk menjual narkoba tersebut.
Barang bukti sabu tersebut kemudian dijual kepada seorang pengedar narkoba terkemuka bernama Alex Bonpis dari Kampong Bahri.
Teddy Mina divonis penjara seumur hidup atas perbuatannya tersebut.
Baru-baru ini pada Sabtu (13/7/2024) pagi, polisi kembali menyerang Kampong Bahari.
Polisi menangkap lebih banyak orang dibandingkan tahun 2022.
Polres Jakarta Utara menangkap 31 orang, terdiri dari 26 pria dan 5 wanita.
Selain itu, petugas polisi berhasil menyita 103 gram sabu, 26 paket kecil sabu, 12 buah timbangan digital, dua buah televisi, empat buah ornamen, dan 1 buah laptop.
Polisi juga menyita berbagai senjata tajam dan senapan angin dari Kampung Bahari.
Bagaimana Kampong Bahari bisa menjadi sarang narkoba?
Menurut Kompas.com, Kampung Bahari telah dimuat di Compass News sejak tahun 1996.
Namun dalam laporan ini, D.K. Pemprov DKI memiliki informasi mengenai warga yang terusir dari rumahnya.
Sementara itu, laporan kejahatan narkoba di Kampong Bahari pertama kali muncul pada 8 November 2013.
Polisi kemudian menangkap dua pengedar ganja yang merupakan warga Kampung Bahari (Kompas, 9/11/2013).
Setahun kemudian, pada 8 November 2014, polisi menggerebek Kampong Bahari untuk pertama kalinya.
Polisi kemudian menangkap 36 orang dan menyita 300 gram sabu, 500 butir ekstasi, dan 2 kilogram ganja.
Asal luar kampung
Dilansir dari Wartakota, Anggota LMC Tanjung Priok Ivo Yuliani mengatakan, Dulunya Kampung Bahari merupakan rawa hingga menjadi pemukiman padat penduduk.
Evo mengaku orang tuanya bekerja di Pelabuhan Tanjung Priok dan menetap di Kampong Bahri sejak tahun 1970-an.
“Jadi awalnya Kampong Bahari masih berupa rawa Evo mengatakan dalam sebuah wawancara pada tahun 2022 berapa banyak orang yang telah membangun rumah (baru).
Seiring berjalannya waktu, kawasan tersebut berkembang, bangunan-bangunan ilegal dibangun dan orang-orang merambah
Hanya sedikit orang yang menjual narkoba pada saat itu.
“Narkoba tidak ada di sini,” katanya. “Narkoba yang awalnya di Kampong Ambon diberantas, sampai ke kita,” ujarnya.
Sebagai referensi, berlokasi di Kampung Ambon RW 007, Kedang Kaliangke, Sengkareng, Jakarta Barat.
Kampung Ambon dulunya dikenal sebagai sarang narkoba dan situasinya mirip dengan Kampung Bahari saat ini.
Polres Metro Jakarta Barat bersama pemangku kepentingan setempat telah aktif dalam memberantas bandar narkoba di Kampung Amban, pada akhirnya peredaran narkoba di Kampung Amban tidak setinggi tahun 2008-2013.
Namun akibatnya, para pengedar narkoba tersebut memutuskan untuk pindah ke Kampong Bahari dan bekerja sama dengan warga sekitar dalam menjalankan bisnis ilegalnya.
“Sebelumnya tidak ada narkoba, ketika Kampung Ambon digerebek, masyarakat di sana lama-lama menyewa dan berjualan (di sini), kemudian berdampak pada masyarakat di sini. Katanya, “Awalnya (narkoba) belum ada.
Data terakhir Polsek Kampung Bahari menunjukkan pelaku pengedar narkoba tampak terorganisir.
Sebab, dibukanya ruang kendali CCTV yang berfungsi memantau pergerakan polisi.
Tak hanya itu, polisi juga menemukan drone yang digunakan untuk memantau pergerakan pegawai.
Komisaris Besar Metro Jakarta Utara Gideon Arif Setwan mengatakan, drone digunakan para pedagang untuk melindungi tempat usaha.
Sabtu (13/7/2024) Gideon mengatakan, “Jika ada penangkapan, yang pertama mereka bawa adalah drone ini, yang dikendalikan oleh layar monitor yang kami sita.”
Gideon kemudian menjelaskan, jika petugas menunda proses penangkapan, mereka akan kembali menyerang karena diawasi drone.
Gideon melanjutkan, pelaku kejahatan biasanya menyerang petugas dengan menggunakan berbagai benda, bahkan airsoft gun.
“Korban penyerangan menggunakan petasan atau senjata tajam. Bahkan senjata angin, bahkan airgun sekalipun, bisa menyebabkan cedera atau kematian,” ujarnya.
(Tribunnews.com/kompas.com/wartakota)