TribuneNews.com, Jakarta – Kasus mantan anggota DPR dari PDIP Harun Masiku kembali menjadi perbincangan hangat publik.
Sebab, KPK memutuskan mengadili Sekjen PDIP Hasto Cristianto pada pekan depan.
Harun Masiku lolos dari tuduhan suap penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI masa jabatan 2019-2024. Jadi apa masalahnya dengan ini?
Harun Masiku dimulai pada 8 Januari 2020 dalam operasi intensif (OTT) yang dijalankan KPK.
Sementara itu, Satgas KPK menangkap beberapa orang, antara lain Wahu Setiawan selaku Komisioner KPU dan Augustiani Teo Friedelina, mantan anggota Bawaslu.
Sementara Harun Masiku yang diduga menyuap Wahyu Setiawan menghilang ke dalam tanah.
Direktorat Imigrasi melaporkan, calon DPR pada Pemilu 2019 melalui Daerah Pemilihan (Dpil) Sumatera Selatan I terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK berangkat. OTT tidak akan kembali.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Lawoli, yang juga merupakan politisi PDIP, mengatakan pada 16 Januari bahwa Haron tidak akan kembali ke Indonesia.
Nyatanya, Media nasional memberitakan Harun kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 dengan membawa rekaman CCTV di Bandara Sokano-Hatta.
Setelah banyaknya pemberitaan mengenai kepulangan Haron ke Indonesia, Pihak Imigrasi baru-baru ini merevisi informasi tersebut dan menyebut Harun telah kembali ke Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah memasukkan Harun Masiku ke dalam daftar buronan atau daftar pencarian orang efektif 29 Januari 2020.
Hasto Cristianto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, terlibat dalam pengusutan korupsi.
Rahmat Setiawan Tonidaya, mantan asisten Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahu Setiawan, mengaku bertemu Hasto di kantor Wahu Setiawan di kantor KPU.
Pengakuan itu disampaikan Rahmat bersama terdakwa PDIP dalam sidang suap Komisioner KPU Wahu Setiawan terkait pertukaran (PAW) anggota DPR dari PDI Parjuangan ke dapil Sumatera Selatan I. Kader Saiful Bahri di Jakarta, Senin (13/4/2020).
Terdakwa Saiful Bahri diperiksa melalui video conference di Rutan KPK di gedung lama KPK. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK; Majelis hakim dan beberapa kuasa hukum terdakwa hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan, salah satu hakim, TT Sansivi, menanyakan kepada Rahmat Setiawan apakah atasannya, Wahu Setiawan, bertemu dengan Hasto Cristianto. Rahmat langsung menolak. “Tidak pernah,” jawab Rahmat.
Namun hal itu tak terhindarkan dalam proses penyidikan di KPK ketika pernyataan Rahmat dikukuhkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Sebab dalam BAP, Rahmat mengaku sudah beberapa kali bertemu dengan Wahu Setiawan Hasto.
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dibacakan Titi Sansivi atas nama Rahmat Setiawan. Dalam BAP, Rahmat Setiawan mengaku beberapa kali bertemu Hasto Cristiano Vayu Setiawan. “Berapa kali di BAP-mu?” tanya Hakim Titi Rahmat.
Terakhir, saksi Rahmat Hasto mengaku sudah bertemu dengan mantan bosnya. Namun menurut dia, pertemuan itu digelar di kantor KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Menurut dia, Pertemuan tersebut digelar di kantor Wahu Setiawan saat penghitungan ulang Pemilihan Umum (PEMILU) 2019.
“Saat sidang ulang tahun 2019. Pak Hasto dan tim adalah saksi yang mewakili PDI Parjuwangan. Ayo ke kantor,” kata Rahmat.
“Berapa kali Anda bertemu?” tanya Hakim Thithi. Rahmat mengungkapkan, Hasto masuk ke kantor Wahu di kantor KPU se-Indonesia.
“Seingat saya kalau tidak salah di dalam kamar. Makan siang, istirahat, merokok, biasanya merokok,” kata Rahmat.
Saat ditanya isi pembicaraan Wahu Setiawan dan Hasto Kristianto saat itu, Rahmat mengaku belum mengetahuinya. Dia meninggalkan kantornya karena ada rapat di kantor di atasnya. “Saudari, (ditemukan di ruang kerja, Ed) disana. Ada ruangan di luar,” katanya.
Dalam persidangan kasus tersebut, Saiful Bahri, staf dan staf Sekjen PDIP Hasto Christiano, serta wakil legislatif PDIP Harun Masiku menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan sebesar $57.350 atau S$600 juta. (KPU) masa jabatan 2017-2022.
Suap tersebut diberikan secara bertahap oleh Augustiani Teo Fridelina Sitoras. Augustiani merupakan orang kepercayaan Wahu Setiawan yang pernah menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) periode 2008-2012 dan merupakan calon legislatif PDIP dari Daerah Pemilihan Jamambi pada Pemilu 2019.
Wakil legislatif dapil Sumsel 1 Harun Masiku disuap untuk membantunya menjadi anggota DPR masa jabatan 2019-2024 menggantikan rekan partainya Raijki Aprilia melalui proses PAW. Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kasus ini bermula setelah penangkapan delapan orang di Dak dan Ben Umas antara 8 dan 9 Januari.
Wahu Setiawan dan Augustiani Teo Friedelina ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait proses persetujuan PAW PDIP di daerah pemilihan Sumsel I. Legislator PDIP Harun Masiku dan kader PDIP Saiful Bahri menjadi tersangka suap. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini donor berada di balik suap tersebut.
Penanganan kasus OTT penuh ‘drama’ karena Harun Masiku hingga saat ini belum ditahan KPK. Nama dan peran Sekjen PDIP Hasto Cristianto diungkap jaksa KPK saat pemakzulan Saiful Bahri pada 2 April lalu.
Jaksa KPK mengungkap pengacara PDIP Donny Tri Istikoma memerintahkan Hasto Cristianto mengajukan permohonan ke KPU terkait PAW Harun Masiku. M Nazaruddin Keemas, Jaksa menjelaskan, KPU awalnya menghitung ulang suara PDIP yang memperoleh 0 (nol) suara akibat meninggalnya Raizki Aprilia 44.402 dan Harun Masiku. .
Akibat pergantian KPU tersebut, Pemerintahan PDIP menggelar rapat paripurna dan menetapkan Harun Masiku sebagai wakil legislatif yang menerima pengalihan suara dari Nazaruddin Keemas.
Kemudian, Hasto Cristianto meminta Penasihat Hukum PDIP Donny Tri Istikoma mengajukan permohonan ke KPU agar Harun Masiku menjadi wakil legislatif terpilih dari Nazaruddin Keimas.
Kemudian pada 5 Agustus 2019, PDIP mengirimkan surat Nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU DPP Indonesia, meminta pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 57P/HUM/2019. . Semula Nazaruddin Keemas Seri Nomor 1 kepada calon yang meninggal dunia. Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I; Harun Masiku, calon dengan suara sah; No.6, Dipindahkan ke Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I. Penjelasan Hasto
Hasto Cristianto menegaskan, dirinya baru menugaskan Doni Tri Istikoma untuk mengelola aplikasi PAW sejak awal berdiri.
“Kami hanya memberikan surat tugas kepada Doni. Kuasa untuk melakukan kajian hukum dan mengajukan peninjauan kembali ke MA hanya dikeluarkan DPP kepada Doni Istikoma dan bukan kepada orang lain. Putusan MA dan Fatwa terhadap Doni Istikoma baru dikeluarkan pada Kamis (16/4/2020).
Diakuinya, Saiful Bahri dan Augustiani Tio Friedelina tidak ditugaskan. Bahkan, dia mengaku tidak mengenal Augustiani.
“Saya tidak pernah minta tolong, saya tidak pernah memberikan tugas kepada Teo, saya tidak bisa dihubungi. Saya tidak pernah memberikan tugas kepada ibu Teo karena surat tugas hanya diberikan kepada Donnie,” ujarnya.
Dijelaskannya, setiap penugasan di DPP PDI Perjuwangan selalu disertai surat tugas.
Namun belakangan ia mengetahui bahwa Donny mengundang Saiful untuk membantunya dalam tugas tersebut.
“Saya baru tahu Desember. Makanya partai tidak pernah memberikan jabatan itu kepada Saiful, itu karena inisiatif Dhoni,” ujarnya. Hasto akan ditinjau minggu depan.
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristianto ke Sekretaris Jenderal (Secgen) pekan depan.
Hasto didakwa menerima suap untuk pengangkatan anggota DPR RI periode 2019-2024, dan mantan anggota DPR PDIP Harun Masiku dijadwalkan menjadi tersangka.
“Menurut keterangan penyidik, Kemungkinan minggu depan akan dipanggil,” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/6/2024).
Namun Ali belum bisa membeberkan kapan Hasto Cristiano dipanggil tim penyidik KPK.
Namun kami belum bisa memastikan kapan dan apakah surat panggilan itu akan dikeluarkan, tapi sudah disiapkan, kata Ali.
Hasto diperiksa KPK pada Jumat (24/1/2020).
Hasto diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap yang melibatkan tersangka swasta Saiful dan pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024.