Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pejabat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah mengomentari pembatalan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Diketahui, sebesar 3 persen dari gaji pegawai ditetapkan sebagai besaran uang peserta Taperas.
0,5 persen diambil oleh pemberi kerja dan 2,5 persen diambil oleh pekerja.
“Kalau saya lihat keluarnya PP 21, persetujuan pegawai perusahaan turun signifikan. “Di akhir resepsi makin berkurang,” kata Trubus saat dihubungi, Selasa (28/5/2024).
Ia meyakini, hal ini karena pekerja tidak hanya membayar Tapera saja, ada yang lain seperti BPJS.
Ia menegaskan, hal ini membebani para pekerja.
“Selain itu pengusaha juga harus bayar 0,5 persen, misalnya di Jakarta gajinya Rp 5 juta. Kalau bayar 3 persen maka harus bayar sekitar Rp 150 ribu. Artinya pengusaha bayar Rp 25 ribu, ” kata Trubus.
Ia kemudian mengkritisi keuntungan yang didapat pengusaha dari penggunaan dana 0,5 persen.
“Pertanyaannya, apa yang ingin diperoleh perusahaan dengan membayar Rp 25 ribu. Kalau karyawannya satu ya tidak masalah, kalau ribuan ya harus bayar. sementara ini,” katanya.
Karena itu, ia pun menilai masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan karena pengusaha bingung bagaimana cara membayar Tapera dan BPJS.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pembentukan Dana Perumahan Rakyat (Tapera).
Sesuai aturan tersebut, setiap pegawai yang berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah dan memiliki penghasilan minimal wajib mengikuti Tapera.
Presiden Jokowi mengatakan undang-undang ini berdasarkan hasil kajian dan perhitungan.
“Ya nanti dihitung semuanya, biasa saja, di sistem baru ini masyarakat dihitung lagi, mampu atau tidak, berat atau berat,” kata Jokowi saat menghadiri peresmian GP Ansori. administrasi pada tahun 2018. Istora Senayan. , Jakarta, Senin, (27/5/2024).
Menurut Presiden, wajar jika setiap kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah mempunyai sisi positif dan negatif. Presiden mencontohkan rencana terkait penciptaan jaminan BPJS kesehatan. Ketika kebijakan tersebut pertama kali diterapkan, ternyata juga terdapat pro dan kontra.
“Seperti dulu, BPJS, kecuali BPI yang tidak punya 96 juta, sedang sibuk tapi ketika saya menjalankannya, saya rasa manfaatnya rumah sakitnya gratis,” ujarnya.
Menurut Pak Jokowi, kebijakan seperti itu baru bisa dipahami setelah diterapkan. Namun selalu ada saat baik dan saat buruk di awal sebelum Anda memulai.
“Hal seperti ini sering kita dengar setelah berwisata. Kalau tidak, biasanya ada hal baik dan buruknya,” tutupnya.
Perlu diketahui, dalam Pasal 7 PP terkait Tapera, seharusnya pegawai swasta ikut serta, tidak hanya pejabat ASN, BUMN, dan TNI-Polri.
Dalam PP ini, besaran uang Tapera yang dipotong setiap bulannya sebesar 3 persen dari gaji atau upah pegawai. Iuran Tapera dipungut bersama-sama dengan pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja 2,5 persen.
Saat ini, dalam hal kepemilikan perseorangan atau kepemilikan perseorangan, hal tersebut ditanggung oleh kepemilikan perseorangan.
Pemberi kerja wajib menyetorkan sumber keuangan Tapera setiap bulan, jumlah yang diminta paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya ke rekening Dana Tapera. Hal yang sama berlaku untuk olahragawan.
Pemerintah memberikan waktu kepada pengusaha untuk mendaftarkan pekerjanya ke Badan Penyelenggara (BP) Tapera dalam waktu 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020.