TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengusulkan kelompok kerja tentang Myanmar pada Forum Kaukus AIPA di Bandar Sri Begawan, Brunei.
Phutu mengungkapkan banyak hal yang dibahas dalam forum tersebut, termasuk keputusan mengenai Myanmar.
“Kaukus AIPA membahas berbagai hal, dimana keputusan yang berbeda diambil di Jakarta tahun lalu, politik, ekonomi, sosial, mempengaruhi perempuan dan pemuda, pemuda juga membahas berbagai metode yang digunakan dan laporan dari masing-masing negara dipresentasikan pada pertemuan pertama. Grup AIPA. , kata Putu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/12/2024).
Putu mengatakan, hanya 9 dari 10 negara yang menghadiri forum tersebut.
Sementara itu, Putu mengatakan, negara Myanmar tidak ada karena masih menjalankan demokrasi ketika tentara memerintah negara tersebut.
“Dalam pemaparan Sekretaris AIPA, berbagai kegiatan yang dilakukan sangat efektif. Sebenarnya sudah sangat aktif sejak tahun lalu, ketika Indonesia menjadi ketua AIPA. “Tahun ini kegiatan-kegiatan tersebut terjadi, namun tidak seperti tahun lalu,” kata seorang pengacara asal Bali.
Dalam laporan ini, beliau menyampaikan kepada Phutu bahwa ada keputusan berbeda yang dibuat di berbagai negara, dan Indonesia adalah salah satu negara yang telah menggunakan sekitar 85% keputusan tersebut.
Artinya, kami sudah siap melaksanakan keputusan yang diambil AIPA, kata anggota Inter-Parliamentary Union (IPU) bidang pembangunan berkelanjutan ini.
Meski demikian, Phutu mengungkapkan masih banyak hal lain yang belum dilakukan, terutama AIPA yang telah mengeluarkan keputusan terhadap Myanmar.
Putu mengatakan, negara Myanmar saat ini tidak tergabung dalam forum Asean dan AIPA serta belum diundang.
“Mereka masih merupakan anggota berbayar namun tidak terlibat dalam berbagai kegiatan AIPA hingga mereka mampu melaksanakan keputusan AIPA yang menggunakan 5 poin konsensus,” ujarnya.
“Ada resolusi AIPA yang disahkan pada sidang terakhir mengenai masalah politik, yang merupakan resolusi kerja sama parlemen dalam berkontribusi terhadap perdamaian jangka panjang di Myanmar,” tambahnya.
Oleh karena itu, Putu selaku ketua delegasi Indonesia mengatakan, sangat penting bagi anggota AIPA untuk memperhatikan fakta bahwa mereka dapat membantu proses pemulihan demokrasi di Myanmar.
Tentu saja, kata dia, anggota AIPA juga harus memastikan Myanmar menerapkan lima poin konsensus yang telah mereka sepakati dan turut serta membantu jalur diplomasi pertama pemerintah.
Menurut Putu, AIPA perlu melakukan hal yang benar dan membentuk kelompok kerja.
Usulan ini bisa dalam bentuk tim yang akan dibentuk dan bekerja langsung untuk memantau, berpartisipasi dan membantu memediasi pihak militer dan kelompok, khususnya CRPH atau parlemen yang dipilih oleh rakyat di masa lalu dan kini berada di pengasingan. , ” jelasnya.
Menurut Putu, DPR RI rutin mengadakan pertemuan dengan CRPH dengan harapan bisa terus melakukan intervensi untuk membantu Myanmar dalam proses demokrasinya.
Putu mengatakan hal itu akan disampaikan kembali pada forum Exkom pada pertemuan di Laos pada Oktober 2024.
“Pada pertemuan dimana AIPA berada di Laos akan diambil keputusan disana, dan sebagai langkah untuk mendorong aksi AIPA Indonesia sebenarnya kami mengambil langkah yang konkrit dan strategis, kami ingin aktif memberikan pendapat dan mendorong keputusan tersebut. ,” kata Phuthu.
Putu mengatakan, kelompok kerja ini sangat diperlukan karena parlemen memiliki kewenangan yang fleksibel dan fleksibel.
Ya, lanjut Phutu, hal serupa juga dilakukan pemerintah secara paralel. Namun ketika pemerintah bersikap luas dan tegas dalam melakukan diplomasi dalam pertemuan-pertemuan resmi.
Namun parlemen bisa bekerja sama untuk mempercepat tercapainya perdamaian di Myanmar dan proses demokrasi bisa kembali, demokrasi bisa eksis di Myanmar. Pada akhirnya, kami berharap Myanmar bisa damai dan kembali berpartisipasi dalam pertemuan tingkat ASEAN dan AIPA. . ,” ujarnya anggota komisi VI DPR RI.
Putu menambahkan, peran parlemen sangat strategis, karena selama ini belum ada yang mendorong penerapan AIPA tersebut.
Oleh karena itu, kata Putu, Indonesia hadir untuk memberikan keyakinan bahwa langkah selanjutnya pasca keputusan ini harus menjadi langkah yang kuat dengan membentuk kelompok kerja yang nantinya akan diputuskan pada pertemuan AIPA di Laos.
“Masalah penting lainnya adalah masalah hak asasi manusia dan pengungsi. Kami juga ingin gugus tugas membantu memantau permasalahan ini. Karena hal ini harus dilihat secara luas agar dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat yang saat ini khususnya di Myanmar sedang berada dalam situasi yang sangat sulit bagi para pengungsi Myanmar, ujarnya.