TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid mengkritik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Mr Lapid mengatakan bahwa Mr Netanyahu ingin mengirim tentara Israel karena rancangan undang-undang tentang belanja militer (RUU).
RUU tersebut mengurangi wajib militer bagi siswa Haredi. RUU tersebut akan disetujui dan akan dilakukan pemungutan suara.
“Besok, Komite Urusan Luar Negeri dan Keamanan akan mulai mempertimbangkan RUU Penghindaran dan Penolakan.” “Ini adalah pengkhianatan terhadap para pejuang, pengkhianatan terhadap pasukan cadangan, pengkhianatan terhadap kelas menengah Israel, dan pengkhianatan terhadap IDF,” kata Lapid di media sosial X, Senin (17/6/2024).
“Pemerintah Israel ikut campur dalam keamanan negara. Netanyahu telah menjual tentara kami,” tambahnya.
Menurut berita I24, Lapid meminta sekutu parlemennya untuk bergabung dengannya dalam pertemuan partai oposisi Yesh Atid.
Dia mendesak mereka untuk mengesahkan undang-undang militer yang “nyata dan efektif”.
“Untuk memberi tahu tentara kami bahwa Knesset (Parlemen) Israel mendukung mereka.” Pada tahun 2023, pada tanggal 16 Mei di Tel Aviv, mantan Perdana Menteri Israel dan pemimpin oposisi Yair Lapid mengadakan konferensi pers tentang anggaran masa depan. (JACK GUEZ/AFP)
Sejak tahun 2023 pada bulan Oktober, ketika perang di Gaza dimulai, militer Israel terus mendaftarkan militernya.
Pada saat yang sama, pasukan koalisi di Israel mengupayakan kebijakan untuk mencopot anggota majelis rendah parlemen Israel dari tentara reguler.
Upaya tersebut dilakukan setelah mendapat tekanan dari partai-partai tradisional di Israel.
Partai tersebut mengancam akan meninggalkan pemerintahan jika kebijakan tersebut diubah.
“Tentara mati setiap hari. “Sejak kami bertemu di sini Senin lalu, 16 tentara telah tewas karena memberikan hidup mereka untuk negara ini,” katanya memprotes Netanyahu.
Pada saat yang sama, ada protes di Yerusalem pada hari Selasa yang melibatkan puluhan ribu warga Israel.
Mereka meminta diadakannya pemilihan umum segera di negaranya. Para pengunjuk rasa juga menyerukan diakhirinya perang di Gaza.
Surat kabar Euro melaporkan bahwa polisi menangkap sembilan pengunjuk rasa.
Banyak pengunjuk rasa yang marah karena pemerintah Israel tidak mampu membebaskan seluruh sandera yang disandera Hamas.
Mereka menuduh Netanyahu menempatkan kepentingan politiknya di atas segalanya.
Mereka juga mengatakan bahwa pemerintah Israel telah kehilangan kendali atas perang yang telah berlangsung lama di Gaza dan menyerukan penghentian perang.
Netanyahu, di sisi lain, membantah semua tuduhan tersebut dan bersikeras bahwa dia memikirkan kepentingan negaranya. Ratusan keluarga tentara Israel berbaris di jalan-jalan kota untuk menuntut agar Perdana Menteri Benjamin Netanyahu segera mengembalikan tentara tersebut dari medan perang di Gaza. (HO) Netanyahu membubarkan kabinet perang
Netanyahu mengatakan kabinet perang Israel resmi dibubarkan pada Minggu malam (16/6/2024).
Komite Perang adalah forum kecil yang didirikan pada tahun 2023. 11 Oktober, untuk mengatur operasi militer Israel melawan Hamas dan Hizbullah.
Times of Israel melaporkan, Kabinet dibentuk atas permintaan Ketua Partai Persatuan Nasional Benny Gantz sebagai syarat untuk bergabung dengan partai yang berkuasa.
Namun Gantz resmi mengundurkan diri dari pemerintahan Israel pekan lalu.
Tak hanya Gantz, Senator Gadi Eisenkot dari Partai Persatuan juga mengundurkan diri dari jabatannya.
Gantz dan Eisenkot berpendapat bahwa Netanyahu gagal mengembangkan strategi perang Gaza.
Sementara itu, Kantor Perdana Menteri Israel membenarkan bahwa Kantor Perang tidak punya Next.
Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant akan mengadakan pertemuan konsultasi kecil dengan sejumlah pejabat terkait untuk mengambil keputusan penting mengenai perang di Gaza.
Sebelumnya, Netanyahu menerima permintaan dari mitranya, seperti Menteri Keuangan Bezalel dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, untuk memasukkan keduanya ke dalam dewan perang.
Keanggotaan Bezalel dan Ben-Gvir akan memperburuk hubungan Israel dengan mitra internasional, yaitu Amerika Serikat (Amerika).
Keduanya mendesak Israel untuk melanjutkan serangannya ke Gaza, meskipun beberapa sekutunya meminta Israel untuk menahan diri. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan ketakutannya ditangkap oleh ICC (X @netanyahu )
Kabinet ini merupakan kesepakatan koalisi dengan Gantz, sesuai permintaannya. Begitu Gantz keluar, tidak perlu ada kabinet lagi, kata Netanyahu.
Ketika Gantt pergi, kabinet perang tidak lagi memiliki kewenangan sayap tengah. Sebelumnya, Gantz mengumumkan pemilu di Israel.
(Tribunnews/Februari)