Reporter Tribunnews.com Dennis Destryavan melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bank Dunia menurunkan perkiraan inflasi Indonesia menjadi tiga persen dan merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5 persen pada tahun 2024, dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 4,9 persen.
Kepala Ekonom Bank Dunia Wael Mansour mengatakan perkiraan inflasi Indonesia sebesar tiga persen pada tahun 2024, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,2 persen. Sementara itu, perkiraan inflasi pada tahun 2025 dan 2026 diperkirakan sebesar 2,9 persen. Angka tersebut turun tiga persen dari perkiraan sebelumnya.
“Itu masih dalam batas target Bank Indonesia, namun menghadapi kenaikan harga pangan dan energi,” kata Mansour di Jakarta, Senin (24/6/2024).
Kenaikan harga pangan menjadi penyebab utama inflasi. Pada bulan Mei, harga konsumen meningkat sebesar 2,8 persen dibandingkan tahun lalu. Inflasi naik menjadi 2,8 persen pada bulan Mei, namun masih berada dalam target Bank Indonesia sebesar 2,5 plus atau minus satu persen.
Mansour menjelaskan, cuaca buruk akan menurunkan hasil beras dan mempengaruhi harga pangan.
Pada saat yang sama, Mansour mengatakan Bank Dunia juga telah merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5 persen pada tahun 2024 dari sebelumnya 4,9 persen. Hal ini diasumsikan disebabkan oleh pertumbuhan belanja publik dan investasi.
“Namun, kami akan menghadapi kendala, terutama akibat memburuknya kondisi bisnis,” kata Mansoor.
Bank Dunia juga menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 4,9 persen dan 5,1 persen pada tahun 2026 dari 5 persen.
Pertumbuhan ekonomi atau PDB Indonesia diperkirakan rata-rata 5,1 persen antara tahun 2024 dan 2026.
“Hal ini didukung oleh peningkatan belanja masyarakat,” jelasnya.
Konsumsi merangsang pertumbuhan. Selain itu, dengan meningkatnya belanja sosial dan investasi publik, defisit anggaran diperkirakan akan lebih tinggi, namun akan tetap dalam kisaran 3 persen. Pada saat yang sama, posisi eksternal diperkirakan akan tetap menantang karena lambatnya pemulihan perdagangan internasional dan tekanan pembiayaan .
Sementara itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan meningkat secara bertahap menjadi 1,6 persen PDB pada tahun 2026 karena rendahnya harga komoditas dan ketidakpastian global yang menghambat ekspor.
Faktor eksternal juga mempengaruhi perekonomian, misalnya konflik bersenjata dan ketidakpastian geografis mempengaruhi tingkat perdagangan.