Pentolan Jemaah Islamiyah Resmi Umumkan Bubar dan Janji Patuhi Hukum Indonesia

TRIBUNNEWS.COM – Seorang pimpinan senior Jemaah Islamiyah (JI) mengumumkan bahwa kelompok teroris yang diduga mendalangi aksi bom Bali (Bom Bali I) tahun 2002 telah resmi dibubarkan dan siap menaati hukum di Indonesia, menurut rilis video.

Video tersebut menampilkan pernyataan 16 petinggi JI di atas panggung, termasuk Abu Rusdan dan Para Wijayanto.

Diketahui, pada September 2021, petinggi JI Abu Rusdan ditangkap di Bekasi.

Sedangkan Para Wijayanto ditangkap pada 2019 karena merekrut militan dan mengumpulkan dana untuk pergi ke Suriah.

Keduanya masih ditahan, Channel News Asia (CNA) melaporkan.

Mereka semua menyatakan membubarkan organisasi tersebut pada Minggu (30/6/2024).

Abu Rusdan melaporkan, pembubaran JI telah disepakati oleh dewan sesepuh dan para pimpinan pesantren yang terafiliasi dengan JI.

Mereka sepakat untuk kembali ke NKRI dan mengubah kurikulum seluruh pesantren yang berafiliasi dengan JI agar tidak ada lagi ajaran ekstremisme materi.

“Kami juga siap berpartisipasi aktif dalam menjamin kemandirian agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan bermartabat… kami siap mematuhi norma hukum yang berlaku,” lanjut Abu Rusdan.

Video tersebut diambil dalam acara yang diprakarsai Detasemen Khusus ke-88 (Densus 88).

Video tersebut diunggah ke akun YouTube situs Islam garis keras Arrahmah pada Rabu (7 Maret 2024).

Pengamat mengingatkan, meski Jemaah Islamiyah sudah bubar, bukan berarti ancaman teroris akan hilang sama sekali.

Sebab, masih ada kelompok fragmen teroris yang masih perlu diawasi.

CNA telah menghubungi juru bicara JI namun tidak diperbolehkan memberikan komentar sampai mereka menerima pemberitahuan resmi dari negara mengenai masalah tersebut.

JI adalah organisasi di balik serangkaian serangan teroris paling mematikan di Asia Tenggara.

Kelompok yang memiliki hubungan dengan al-Qaeda ini dituduh melakukan beberapa serangan paling mematikan di Indonesia, termasuk pemboman klub malam Bali pada tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang. Hal ini diungkapkan oleh para pengamat anti-terorisme.

Dr Noor Huda Ismail, pengamat terorisme dan peneliti tamu di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, mengatakan pembubaran JI merupakan hasil diskusi internal para elite JI, termasuk Abu Rusdan dan Wijayanto yang paling dihormati di organisasi tersebut. . . .

“Pada masa pemerintahan Para Vijayanto, JI jarang melakukan penyerangan, namun penangkapan terhadap mereka yang terlibat perang Suriah, misalnya masalah pendanaan, tetap dilakukan,” kata Noor Huda kepada CNA.

“Mereka yang dipenjara kemudian melakukan dialog intens satu sama lain yang difasilitasi oleh Densus 88.”

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT) menolak berkomentar mengenai hal tersebut dan akan segera menggelar konferensi pers.

Keputusan untuk membubarkan suatu organisasi dapat didorong oleh beberapa faktor.

Termasuk pengaruh kaum intelektual di Jemaah Islamiyah yang kurang tertarik dengan kekerasan.

Laporan tersebut juga mengatakan keterlibatan intensif dengan petugas anti-terorisme juga berperan dalam hal ini.

JI didirikan pada tahun 1993 oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasir dengan tujuan membangun negara Islam di Asia Tenggara.

Abdullah meninggal pada tahun 1999, dan Abu Bakar dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada tahun 2011 atas tuduhan mendanai pelatihan militan di Aceh.

Abu Bakar, kini berusia 83 tahun, dibebaskan pada tahun 2021 atas dasar kemanusiaan.

Pengadilan Negeri (JD) Jakarta menyatakan JI sebagai organisasi terlarang di Indonesia pada tahun 2008 setelah beberapa serangan teroris dilakukan atas nama kelompok tersebut.

Terjadi beberapa perpecahan di dalam kelompok JI, sehingga timbullah beberapa organisasi sempalan yang didirikan oleh orang-orang yang tidak puas dengan keputusan para elite.

Abu Bakar keluar dari JI dan membentuk Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) pada tahun 2000, sebelum akhirnya keluar dari organisasi tersebut pada tahun 2008 karena perselisihan internal.

Pada tahun 2017, Amerika Serikat menetapkan MMI sebagai Designated Global Terrorist (SDGT) karena diyakini memiliki hubungan dengan al-Qaeda dan Front al-Nusra.

AS menilai kelompok tersebut berisiko tinggi melakukan serangan teroris, namun MMI membantah semua tuduhan tersebut.

Baik MMI maupun sejumlah pengamat menyambut baik pembubaran JI.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrakhani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *