Laporan jurnalis Tribunnews.com Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Berdasarkan data Globogan 2020 Global Burden of Cancer yang dirilis Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2022, kanker paru menempati urutan ketiga di Indonesia setelah kanker payudara dan kanker serviks.
Kanker paru-paru baru mencapai 8,8 persen, diikuti oleh kanker payudara sebesar 16,6 persen dan kanker serviks di urutan ketiga sebesar 9,2 persen, menurut data Globoken.
Siti Nadia, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), mengatakan setiap tahunnya terdapat 34.000 kasus baru kanker paru-paru.
Keadaan ini berbahaya karena angka kematiannya kurang lebih 88 persen atau sekitar 30.000 hingga 31.000 pasien.
Kanker paru-paru adalah penyakit yang serius dan seringkali berakibat fatal jika tidak didiagnosis dan diobati sejak dini.
Di Indonesia, faktor risiko utama kanker paru adalah kebiasaan merokok, paparan asap rokok termasuk rokok elektrik, paparan silika atau asbes, riwayat fibrosis paru, dan riwayat kanker dalam keluarga.
Pada dasarnya kanker paru dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat dan menghindari faktor risiko.
Selain itu, pemeriksaan mandiri sangat penting sebagai langkah deteksi dini karena meningkatkan peluang kesembuhan.
Metode skrining kanker paru yang efektif yang direkomendasikan oleh CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khususnya bagi individu berisiko tinggi, adalah CT scan dosis rendah (LDCT).
Berikut ini pentingnya skrining kanker paru, rincian metode CT scan thorax dosis rendah, manfaatnya, risiko terkait dan penerapannya di RS MRCCC Silom Semangi. 1. Anamnesis adalah langkah pertama dalam diagnosis
Menurut Dr. Dr Seetha Andharini, Ph.D., Sp.P(K), konsultan paru di RS MRCCC Silom Semanggi mengatakan, langkah pertama dalam proses diagnosis adalah anamnesis.
Pada tahap ini, dokter melakukan wawancara dengan pasien untuk mengumpulkan informasi mengenai faktor risiko, riwayat kesehatan, gejala yang dialami, dan faktor risiko yang berhubungan dengan kanker paru.
Gejala seperti batuk, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, penurunan berat badan dan riwayat merokok, riwayat paparan dan riwayat kanker akan menjadi fokus utama.
Riwayat menyeluruh membantu dokter memahami sepenuhnya kondisi pasien dan memandu langkah selanjutnya dalam proses diagnosis dan pengobatan. 2. Skrining dan deteksi dini kanker paru dengan CT scan dosis rendah (LDCT).
CT scan dosis rendah merupakan metode skrining yang efektif untuk deteksi dini kanker paru-paru.
Teknik ini menggunakan sinar-X dosis rendah untuk menghasilkan gambar paru-paru secara detail, termasuk tekstur dan struktur jaringan paru-paru.
Dibandingkan dengan rontgen dada tradisional, CT scan dada dosis rendah memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi kanker paru-paru pada stadium awal, bahkan ketika kanker masih berupa lesi kecil yang sulit dilihat dengan metode lain.
Selama prosedur, pasien diminta berbaring di meja CT scan, dan mesin mengambil gambar detail paru-paru dari berbagai sudut.
Hasil tes ini dianalisis oleh dokter seperti dokter spesialis radiologi dan paru, dan dinilai apakah terdapat benjolan atau lesi abnormal pada paru yang memerlukan perhatian lebih.
“CT scan dada dosis rendah memberikan 1/7 dosis radiasi dibandingkan CT scan tradisional, dan tesnya hanya membutuhkan waktu tiga hingga lima menit, sehingga aman digunakan pada orang yang berisiko tinggi terkena kanker paru-paru,” Dr. sita. Manfaat dan risiko CT scan dada dosis rendah
Keuntungan utama dari CT scan toraks dosis rendah adalah kemampuannya untuk mendeteksi kanker paru-paru pada tahap awal. Tes ini memungkinkan intervensi dan pengobatan yang lebih efektif, yang pada akhirnya meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
Selain itu, CT scan dada dosis rendah juga dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), emboli paru, dan pneumonia.
Namun, risiko penggunaan radiasi masih ada. Meski dosis radiasi CT scan dada dosis rendah lebih rendah dibandingkan CT scan konvensional, namun paparan radiasi berpotensi meningkatkan risiko kanker di masa depan.
Namun, manfaat deteksi dini kanker paru-paru umumnya dianggap lebih besar daripada risikonya, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi terkena kanker paru-paru. 3. Patologi Anatomi dan Biopsi : Mendapatkan diagnosis yang benar
Setelah anamnesis dan pemeriksaan LDCT, langkah selanjutnya adalah menentukan lesi yang didapat dari LDCT.
Tes ini dapat dilakukan dalam bentuk biopsi (atau prosedur pengambilan sampel jaringan) untuk mendapatkan spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan patologi.
Untuk biopsi dapat digunakan beberapa metode seperti biopsi jarum halus (biopsi inti transthoracic), bronkoskopi atau biopsi terbuka (torakotomi).
Sampel jaringan yang diperoleh dianalisis di laboratorium patologi untuk menentukan diagnosis yang benar, yang meliputi analisis molekuler kanker paru-paru untuk menentukan jenis kanker dan pengobatan yang tepat atau terapi molekuler yang dipersonalisasi.
Seluruh prosedur diagnostik dan pengobatan tersedia di Indonesia sesuai dengan pedoman internasional dan pedoman Kementerian Kesehatan.