Khalidin Umar Barat melaporkan dari Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MADINAH – Pesona kota Madinah di Arab Saudi selalu menarik untuk ditelusuri saat menunaikan ibadah haji tahun 1445 Hijriah.
Selain objek wisata Masjid Nabawi, tempat tersuci kedua umat Islam, setelah Masjidil Haram di Mekkah, masih ada sejumlah situs sejarah Islam lainnya yang menarik untuk dikunjungi kapan pun untuk menginjakkan kaki di kota Madinah.
Masjid Qiblatain, salah satu tempat bersejarah yang menjadi tempat ziarah setiap jamaah ketika berada di kota Madinah.
Masjid yang terkenal dengan dua arah kiblat ini sebelumnya bernama Masjid Bani Salamah. Masjid Kiblat terletak di Quba dan menjadi saksi arah pergerakan kiblat umat Islam.
Reporter Serambi Indonesia Khalidin Umar Barat yang merupakan pegawai Media Center Haji (KIA) 2024 asal Arab Saudi pada Rabu (29/5/2024) berkesempatan mengunjungi Masjid Qiblataian yang letaknya tepat di sebuah bukit kecil di sebelah utara. . sisi Harrah Wabrah, Madinah.
Sejumlah jamaah haji yang berkunjung juga terlihat menyempatkan diri untuk salat sunnah di Masjid Qiblatain.
Setiap kali jamaah umrah dan haji, biasanya tidak melewatkan kunjungan ke Masjid Qiblataian. “Tahun 1996 kami berangkat haji dan juga mengunjungi Masjid Qiblataian,” kata Hj Khaliyah kepada wartawan KIA.
Menurut sejarah, Masjid Qiblatain pertama kali dikenal dengan nama Masjid Bani Salamah, karena masjid ini dibangun di bekas Dar Bani Salamah. Masjid ini terletak sekitar 7 km dari Masjib Nabawi di Madinah.
Dikutip dari situs Kemenag.go.id yang menjelaskan asal usul masjid Qiblatain ini, bermula dari kedatangan Nabi Muhammad SAW dan beberapa sahabat ke Salamah untuk menenangkan Ummu Bishr binti al-Bara, bahwa keluarganya telah meninggal dunia.
Saat itu di bulan Rajab tahun 2 Hijriah, Rasulullah salat Zuhur di Masjid Bani Salamah. Dia memimpin jemaah.
Dua rakaat pertama salat Zuhur masih menghadap Yerusalem (Palestina), hingga akhirnya malaikat Jibril memberikan wahyu untuk mengubah arah kiblat. Wahyu itu datang saat pria berjuluk Al-Amin ini baru saja menyelesaikan rakaat kedua.
Dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 144 Allah berfirman:
“Sesungguhnya kami (sering) melihat wajahmu terangkat ke langit, maka sesungguhnya kami mengarahkanmu ke arah kiblat yang kamu idamkan.”
“Arahkan wajahmu ke Masjid Haram. Dan dimanapun kamu berada, arahkan wajahmu ke sana.”
“Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) mengetahui bahwa pergi ke Masjidil Haram adalah kebenaran dari Allah dan Allah tidak pernah mengabaikan apa yang mereka kerjakan.
Begitu mendapat wahyu tersebut, Rasulullah langsung bergerak 180 derajat lalu seluruh jamaah melanjutkan shalat Zuhur di depan Masjidil Haram.
Barangsiapa menghadap Yerusalem dengan melanjutkan rakaat kedua dengan makmum (pengikut shalat), sejak saat itu memimpin kiblat umat Islam dari Yerusalem, Palestina (menghadap utara dari Madinah), hingga Masjidil Haram (menghadap ke selatan dari Madinah). Masjid Bani Salamah dikenal juga dengan nama Masjid Kiblat atau Masjid Dua Kiblat. Kubah Masjid Qiblatain yang indah menjadi salah satu situs bersejarah yang banyak dikunjungi para jamaah haji ketika berada di Madinah. Masjid yang terkenal dengan dua arah kiblat ini sebelumnya bernama Masjid Bani Salamah. Masjid Kiblat terletak di Quba dan menjadi saksi arah pergerakan kiblat umat Islam. SERAMBINEWS.COM/KHAIRUL UMAMI/KIA 2024 (SERAMBINEWS.COM/KHAIRUL UMAMI/KIA 2024)
Ibrahim Ahmad melanjutkan ceritanya, pada mulanya kiblat salat bagi seluruh nabi adalah Baitullah di Mekkah yang dibangun pada masa Nabi Adam AS, sebagaimana tercantum dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 96:
“Sesungguhnya rumah pertama yang dibangun sebagai tempat ibadah manusia adalah rumah Allah di Mekkah yang penuh berkah dan petunjuk bagi seluruh umat manusia”.
Sedangkan Al Quds (Suci: Baitul Maqdis) didirikan sebagai kiblat bagi sebagian Nabi dari bangsa Israel. Al Quds berada di sisi utara. Adapun Baitullah di Mekkah berada di sisi selatan sehingga keduanya saling berhadapan.
Kini bangunan Masjid Qiblatain mempunyai dua arah mihrab yang berbeda (Mekkah dan Palestina) yang biasa digunakan oleh para imam salat.
Setelah direformasi oleh pemerintah Arab Saudi, memusatkan hanya satu mihrab yang menghadap Ka’bah di Makkah dan memperkecil mihrab yang menghadap Yerusalem, Palestina. Reporter Serambinews, Khairul Umami di Masjid Qiblatain, salah satu tempat bersejarah yang menjadi tempat ziarah setiap peziarah ketika berada di Madinah. SERAMBINEWS.COM/KHAIRUL UMAMI/KIA 2024
Ruang mihrab mengadopsi geometri ortogonal yang kaku dan simetris yang ditekankan dengan penggunaan menara kembar dan dihedral.
Kubah utama yang menunjukkan arah kiblat sebenarnya dan kubah kedua palsu dan hanya digunakan sebagai pengingat sejarah.
Terdapat garis melintang kecil yang menunjukkan perubahan arah. Di bawah ini adalah replika mihrab tua yang menyerupai basement Kubah Batu di Yerusalem, dengan sentuhan tradisional.
Arsitektur Masjid Qiblatain
Masjid Al-Qiblatain telah mengalami beberapa kali renovasi dan perbaikan. Awalnya masjid ini dipimpin oleh Khalifah Umar bin al-Khattāb. Kemudian direnovasi dan dibangun kembali ketika Kesultanan Ottoman berkuasa.
Pada tahun 1987, Kerajaan Arab Saudi di bawah pemerintahan Raja Fahd memperbesarnya, merenovasi dan membangunnya dengan bangunan baru, namun tidak menghilangkan ciri khas masjid tersebut.
Dari luar, arsitektur masjid terinspirasi oleh unsur dan motif tradisional untuk menghadirkan citra otentik situs bersejarah tersebut.
Ruang sholat mengadopsi geometri ortogonal dan simetri yang ditekankan oleh menara kembar dan menara kembar. Kubah utama yang menunjukkan arah kiblat sebenarnya dan kubah kedua hanya digunakan sebagai pengingat sejarah. Terdapat garis melintang kecil yang menunjukkan peralihan pergeseran arah kiblat.
Masjid Qiblatain awalnya memiliki dua arah mihrab berbeda yang biasa digunakan Imam untuk salat, yaitu menuju Mekkah dan Palestina.
Pasca renovasi, Masjid Kiblat dibangun dengan memfokuskan satu mihrab menghadap Ka’bah di Makkah, sedangkan penanda kiblat lama Baitul Maqdis dipasang di atas pintu masuk musala.
Desainnya merupakan reproduksi mihrab Sulaimani seperti yang ditemukan di ruang bawah tanah sakhrab (kubah batu) di Yerusalem, yang memperingati mihrab Islam tertua yang masih ada. (*)