Reporter Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Perang antara tentara Israel dengan Hamas dan Iran tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga menyebabkan resesi ekonomi Tel Aviv sehingga utang negara Israel meningkat drastis hingga mencapai Rp 700 triliun.
Menurut laporan Kementerian Keuangan Israel, utang negara Netanyahu kini mencapai 160 miliar shekel atau $43 miliar, sekitar Rp 696,60 triliun (kurs Rp 16.200) pada tahun 2023.
Jumlah ini naik 60,5 persen dibandingkan rasio utang terhadap PDB pada tahun 2022, seperti dikutip Reuters.
Akuntan Jenderal Yali Rotenberg menjelaskan bahwa Israel mulai berjuang dengan meningkatnya utang setelah negara Zionis meningkatkan belanja militernya hingga 67 persen pada tahun 2024 untuk mendukung operasi perang di Gaza.
Akibat kenaikan biaya ini, total utang Israel akan mencapai 62,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2023.
Situasi ini semakin buruk karena sebagian besar kegiatan ekspor dan impor menurun, sementara perusahaan-perusahaan menghadapi kekurangan tenaga kerja karena ratusan ribu orang direkrut menjadi tentara cadangan.
Rentetan permasalahan ini membawa perekonomian Israel di ambang kehancuran. Faktanya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Israel akan mengalami perlambatan signifikan yang berujung pada penurunan PDB sebesar 3 persen pada tahun 2024.
Sementara itu, karena perekonomian Israel yang semakin dalam, lembaga pemeringkat keuangan global Moody’s menurunkan prospek utang Israel menjadi ‘negatif’ karena ‘risiko eskalasi’ perang skala penuh antara tentara Israel dan Hamas serta kelompok militan Hizbullah Lebanon. Israel akan kehabisan uang sampai utangnya terjual
Setelah perekonomian negara tersebut mengalami kontraksi, pemerintah Israel mengumumkan rencana untuk menjual obligasi internasional atau surat utang dengan perkiraan nilai $4 miliar hingga $6 miliar.
“Israel sedang bersiap untuk menjual obligasi internasional pertamanya dalam waktu dekat dalam upaya membiayai kampanye genosida di Gaza dan dampaknya terhadap pasar domestik,” kata sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Berdasarkan informasi yang beredar, surat utang yang akan dijual di Israel merupakan obligasi jangka pendek dengan target spread sekitar 160 basis poin terhadap obligasi pemerintah AS.
Tidak hanya itu, Israel juga menjual sejumlah obligasi dengan jangka waktu 10 tahun dengan spread sekitar 175 basis poin, sedangkan obligasi dengan jangka waktu 30 tahun akan dijual dengan harga 205 basis poin dibandingkan dengan Treasury AS.
Meski penjualan obligasi tersebut langsung menempatkan perekonomian Israel pada zona aman, namun cara ini berpotensi menghasilkan imbal hasil sekitar 5,8 persen bagi negara tersebut.