Wartawan TribuneNews.com, Dennis Destryawan melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sociantomo meminta Kementerian Perhubungan menerapkan larangan tegas terhadap perusahaan bus (PO) yang tidak memiliki izin operasional.
Hal ini menyikapi kecelakaan bus wisata PO Trans Putera Fajar di Siatar, Subang, Jawa Barat pada Sabtu malam, 11 Mei 2024.
Sigit mengaku prihatin dengan terulangnya kecelakaan yang melibatkan bus wisata tanpa izin.
Menurut dia, untuk memberikan efek jera selain sanksi pidana berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Kementerian Perhubungan harus mengeluarkan sanksi administratif yang tegas.
Sigit menegaskan Kementerian Perhubungan tidak boleh kompromi dengan perusahaan bus yang berani melanggar aturan.
Apabila diperlukan, dilarang mendirikan PO dalam jangka waktu lama, bahkan seumur hidup.
“Jika pemerintah tetap ingin mengedepankan keselamatan penumpang, sebaiknya dilakukan tindakan tegas dan tegas terhadap PO yang terang-terangan melanggar aturan,” ujarnya, Senin (13/5/2024).
Dari hasil sidak Kementerian Perhubungan pada awal Februari lalu, hanya 36 persen bus wisata di Jabodetabek yang memenuhi syarat administrasi.
Artinya, 64 persennya tidak laik jalan. Bahkan ada yang palsu atau tidak berlisensi.
“Jadi sebenarnya Kemenhub sudah tahu keadaan sebenarnya, hanya karena tidak ada larangan tegas, bus wisata yang tidak memenuhi syarat dan tidak berizin ini masih bisa berjalan. Kalau pemerintah tegas menertibkan perusahaan bus nakal tersebut, maka kemungkinan kecelakaan bisa dikurangi,” kata Sigit.
Selain sanksi administratif yang tegas, Sigit juga meminta otoritas hukum untuk mendaftarkan sanksi pidana berat terhadap pengemudi dan pemilik bus wisata yang terlibat kecelakaan di Seattle, Sabtu pekan lalu.
Sesuai UU LLAJ, pengemudi dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan serta tidak memiliki izin, akan dipidana penjara paling lama 2 tahun untuk setiap kendaraan.
“Banyak pelanggaran yang dilakukan bus Trans Putera Subuh, mulai dari kondisi jalan yang tidak layak hingga tidak adanya izin operasional. Sanksi pidana dengan hukuman maksimal harusnya benar-benar memberikan efek jera,” kata Sigit.
Merujuk Pasal 286 UU LLAJ, kendaraan yang tidak laik jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupee).
Lebih lanjut pada Pasal 308 disebutkan bahwa kendaraan yang tidak diperkenankan membawa penumpang keluar/masuk jalur, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima) ratus ribu). uang).
Pengemudi yang menyebabkan kecelakaan dan mengakibatkan kematian orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Sigit Trans Putra Fajr meminta pemilik bus membayar ganti rugi sesuai aturan. Berdasarkan Pasal 192 UU LLAJ, perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal atau terluka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali suatu peristiwa yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang.
Seagate telah meminta kementerian transportasi untuk lebih memantau kelaikan jalan bus untuk menghindari kecelakaan fatal.
Banyak kejadian yang menunjukkan bahwa pemerintah dan pihak berwenang lemah dalam angkutan umum dan tidak tegas dalam menindak pelanggaran.
Seharusnya, kalau langsung menyangkut kepentingan masyarakat, pemerintah harus mengawasi secara ketat dan memberikan sanksi yang sangat tegas jika ada pelanggaran yang jelas, jangan sampai membahayakan nyawanya, kata Sigit.