TEIBUNNEWS.COM — Pemerintah pusat dan daerah diimbau segera melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan sebelum musim panas tiba.
Salah satunya dengan mengairi hutan di seluruh wilayah Indonesia, terutama yang rawan titik panas.
Sehingga kebakaran hutan dan lahan dapat dicegah dan dapat mengurangi kemungkinan menyebarnya asap ke wilayah lain sehingga dapat menurunkan kualitas udara.
Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra Bambang Haryo Soekartono mengatakan, pemerintah patut mewaspadai kualitas udara di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia saat ini mulai memburuk pada musim panas mulai Mei akibat insiden kebakaran hutan.
“Dampak dari pembakaran hutan dan lahan kering ini tidak sedikit, dampaknya tidak hanya terhadap kawasan yang terbakar dan makhluk hidup yang hidup di kawasan tersebut, tetapi juga terhadap makhluk hidup dan lingkungan sekitar serta wilayah yang jauh dari kawasan tersebut. kawasan karhutla,” kata BHS, sapaan akrabnya, Senin (24/6/2024).
Yang dimaksud dengan dampak pada daerah terpencil adalah asap akibat kebakaran hutan atau lahan yang biasanya berlangsung dalam jangka waktu lama, bahkan lebih dari 3 bulan.
“Asap kebakaran hutan dan lahan bisa kemana-mana karena terbawa angin. Misalnya saja di Sumatera terjadi kebakaran hutan, asapnya bisa sampai ke kota Jakarta dan Pesisir Jawa bahkan sampai ke negara tetangga.
Jadi, jika cuaca di Jakarta sedang buruk, kita tidak bisa terlalu menyalahkan transportasi atau mobil dan pabrik karena polusi asap yang besar di wilayah Jakarta dan lingkungannya hanya terjadi pada musim panas, biasanya pada bulan Mei, Juni, Juli hingga September.
Dan setelah bulan Oktober di musim hujan, cuaca di Jakarta dan kota-kota pesisir di Jawa membaik. – Semua ini disebabkan oleh angin kencang yang menyebabkan asap kebakaran hutan memenuhi kota Jakarta, ujarnya.
BHS menyatakan, pihaknya telah menyampaikan kepada pemerintah untuk melakukan upaya lebih dalam mengatasi permasalahan hutan dan lahan kering yang dapat berdampak pada kabut asap di wilayah Jakarta.
“Dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang paling bertanggung jawab atas permasalahan ini, sebaiknya tidak hanya membentuk tim pemadaman kebakaran hutan dan lahan atau memberikan layanan komunikasi agar pekerja pembukaan lahan tidak terbakar saat membuka lahan, tetapi juga dengan merendam tanah. , dengan mengairi hutan atau negara yang mungkin memiliki daerah panas,” ujarnya lagi.
Dijelaskannya, pengairan pada lahan atau hutan ini juga sudah dilakukan oleh negara tetangga, Malaysia, Papua Nugini bahkan Timor Timur.
Terlihat jelas bahwa tidak ada satu pun zona kebakaran di ketiga negara tersebut ketika Indonesia menghadapi kebakaran hutan parah pada tahun 2015, 2021, 2022, dan 2023.
“Para pemimpin negara-negara tersebut memahami bahwa ada langkah konkrit yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, begitu juga dengan lahan atau hutan yang basah, jika ada yang tidak sengaja meninggalkan batu bara di kawasan tersebut maka tidak akan mudah terbakar.
Karena daun hijau 80 persennya mengandung air, maka tidak mudah terbakar. “Toleransi tanaman ini terhadap air sekitar 21 hari, sehingga jika disiram 2 minggu sekali maka tanaman akan tetap lembab dan sulit terbakar,” kata BHS.
Politisi Gerindra ini menginformasikan, Kementerian LHK tercatat memiliki sekitar 20 pesawat untuk membawa air, namun kurang efektif dalam menyemprotkan air, bahkan saya bertanya kepada Menteri LHK, menurutnya mereka kesulitan. mendapatkannya. izin terbang dari Kementerian Perhubungan.
“Ini sangat menyedihkan. Karena dengan anggaran Rp8 triliun seharusnya bisa mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Anggaran tersebut sangat kecil dibandingkan dengan pasca kebakaran hutan dan lahan yang berdampak pada perekonomian. kegiatan, seperti industri, dunia usaha, pariwisata, transportasi, kesehatan masyarakat, akibat pembakaran hutan yang tentunya menimbulkan kerugian. Akibat dari kurangnya perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan lebih besar bagi pemerintah dan masyarakat, ” dia menambahkan.
Oleh karena itu, ia menaruh harapan besar kepada Pemerintah melalui berbagai pemangku kepentingan, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, seluruh yang hadir di pusat, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah untuk mulai melakukan irigasi mulai sekarang. Jika kita melihat data BMKG, wilayah kebakaran hutan di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, NTB dan NTT, kebakaran hutan semakin meningkat.
Sudah saatnya kita bergerak didukung seluruh pemangku kepentingan, BNPB, BPBD, BMKG, TNI termasuk Perhutani, yang semuanya berupaya keras mencegah terjadinya kebakaran hutan.
“Diharapkan kita tidak bergantung pada hujan untuk mencegah kebakaran hutan, namun kita akan berhati-hati dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan, seperti yang terjadi pada tahun 2015 yang mencapai 22 ribu kebakaran, termasuk hutan di Perhutani,” pungkas BHS.