Laporan reporter Tribunnews.com, Abdi Ryananda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta agar kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon dan kekasihnya, Eki, di Cirebon, Jawa Barat ditangani secara komprehensif.
Saya kira kami meminta kasus ini ditangani secara tuntas, profesional, transparan, karena ini menjadi perhatian publik, memberikan rasa keadilan, kata Sigit di Lapangan Bhayangkara, Jakarta, Sabtu (22/5/2024).
Sigit juga meminta anggota mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan akurat agar bisa ditangani investigasi kriminal ilmiah (SCI).
Hal itu tak lain agar penanganan kasus tersebut tidak menimbulkan kejanggalan yang menarik perhatian masyarakat.
Saya juga minta kalau diolah dengan baik, alat buktinya harus cukup dan tentunya akan lebih baik jika dibarengi dengan penyidikan pidana yang ilmiah, ujarnya.
Artinya ada bukti-bukti yang tidak bisa disangkal. Namun tentu ada bukti-bukti lain yang juga diatur dalam KUHP yang harus dilengkapi oleh rekan-rekan, lanjutnya.
Selain itu, eks Kabareskrim Polri ini juga meminta Bareskrim dan Propam Polri juga turut memberikan pendampingan dalam kasus ini.
“Kami perintahkan Polda Jabar dan juga kirimkan tim bantuan dari Propam, dari Irwasum, dari Bareskrim Polri, karena kejadian ini terjadi pada tahun 2016. Jadi kami mohon agar hal ini diketahui publik,” ujarnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut penyidikan awal kematian pasangan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat beberapa waktu lalu tidak menggunakan metode Reserse Kriminal yang ilmiah.
Demikian disampaikan Wakapolri Komjen Agus Andrianto, saat membacakan pesan Jenderal Sigit di hadapan lulusan STIK-PTIK, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Agus mengatakan hal ini menimbulkan banyak spekulasi yang berujung pada dugaan adanya kejanggalan dalam pengusutan kasus tersebut.
“Dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky, bukti awal tidak didukung penyelidikan kriminal secara ilmiah,” kata Agus.
Jadi ada persoalan persepsi negatif, terdakwa mengaku diintimidasi, korban salah ditangkap, dan pencopotan dua DPO dinilai tidak profesional, lanjutnya.
Menurutnya, investigasi kriminal ilmiah memiliki banyak peran penting dalam proses penyidikan perkara untuk memperoleh alat bukti yang kuat dan sah.
“Jadilah penyidik yang profesional dan hindari tindakan menyimpang, utamakan penyidikan pidana ilmiah dalam pembukaan perkara, dalam pembukaan perkara, barang bukti harus lebih terang dari cahaya, lebih terang dari cahaya,” ujarnya.
Agus mencontohkan penyidikan kasus yang menerapkan penyidikan kriminal ilmiah, yakni kasus pembunuhan Dokter Mawartih di Papua.
“Dalam publikasi kasus pembunuhan Dr. Mawartih di Papua, berdasarkan investigasi kejahatan ilmiah, pelaku diidentifikasi dengan menggunakan hasil tes sampel DNA sebagai bukti,” ujarnya. Kolase foto Eki dan Vina saat berada di tengah masyarakat menggelar aksi damai dengan menabur bunga di Jembatan Talun Kabupaten Cirebon, sebagai bentuk protes dan tuntutan keadilan atas kasus pembunuhan Vina dan Eki yang masih menjadi sorotan publik. Menyoroti. , Sabtu (1/6/2024) (tribunCirebon Photocollage/Eki Yulianto/ist)
Oleh karena itu, Agus yang menyampaikan amanah Irjen Pol meminta agar seluruh penyidik tidak terburu-buru mengusut suatu perkara.
Bahkan, bila perlu, libatkan para ahli agar penyelidikan menjadi transparan dan ilmiah.
Hindari mengambil kesimpulan atas penanganan perkara secara cepat, sebelum dikumpulkan seluruh bukti dan fakta lengkap yang tentunya melibatkan ahli di lapangan, ujarnya.
Selain itu, dia juga meminta penyidik proaktif kepada masyarakat untuk menginformasikan perkembangan kasus tersebut.
“Penyidik harus bisa segera memberikan kepastian hukum atas setiap perkara yang dilaporkan masyarakat. Hindari penyidikan yang berlarut-larut, sehingga timbul permasalahan baru yang tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga institusi,” ujarnya.
“Menindak tegas tanpa diskriminasi terhadap kejahatan yang meresahkan masyarakat,” tambah Agus.