Laporan Jurnalis Tribunnews.com Endrapta Pramudiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Satuan tugas terpadu pemberantasan perjudian online yang terdiri dari perwakilan kementerian dan lembaga Indonesia akan bekerja sama dengan Interpol untuk memfasilitasi penanganan kasus lintas batas negara.
Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Cominfo), mengatakan gugus tugas tersebut akan bekerja sama dengan Interpol, serta Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Saya juga berpendapat bahwa satgas ini akan bekerja sama dengan Interpol. Seperti halnya satgas TPPO, mereka akan bekerja sama dengan kepolisian negara lain, kata Usman dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (25/4/2024).
Bekerja sama dengan pihak berwenang di negara lain, Osman mengatakan pemrosesannya akan komprehensif.
Usman mengatakan, keterlibatan Interpol didasarkan pada penemuan bahwa server perjudian online yang menyasar masyarakat Indonesia berasal dari luar negeri.
Cominfo mengungkapkan pada Oktober 2023 bahwa mereka memiliki server di Filipina dan Kamboja.
Oleh karena itu, kerja sama Interpol atau otoritas asing memungkinkan pemerintah mengambil tindakan hukum terhadap bandar judi online.
Karena OJK tidak bisa memblokir rekening dari luar negeri dan Kominfo tidak bisa menyaring server di negara lain, kata Usman.
Satgas terpadu pemberantasan perjudian online mencakup berbagai kementerian dan lembaga.
Di antaranya Kementerian Komunikasi dan Informatika, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Polri.
Kelompok kerja tersebut akan bekerja di bawah koordinasi Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan.
Dalam gugus tugas ini, Cominfo akan memantau ruang digital, laporan OJK, alur PPATK, dan polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penangkapan.
“Satgas akan melakukan upaya pemberantasan perjudian online secara menyeluruh, terpadu dan komprehensif,” pungkas Usman.
Diberitakan sebelumnya, proyek pembentukan gugus tugas pemberantasan perjudian online akan segera dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Setelah rancangan undang-undang tersebut diserahkan kepada Presiden, kementerian dan lembaga terkait yang tergabung dalam kelompok kerja akan segera menunaikan tugasnya untuk menghilangkan perjudian online.
Hal itu disampaikan Marsekal RI TNI (Penuh) Hadi Tiahjanto, Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhuka) dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI. Jakarta, Selasa (23/4/2024).
“Proyek itu akan kami laporkan ke Presiden agar bisa segera kami ambil (langkahnya), karena ini hasil ratas (rapat terbatas 18 April 2024 di Istana Kepresidenan Jakarta),” ujarnya.
Menurut Hadi, RUU tersebut menjelaskan fungsi beberapa kementerian dan lembaga terkait penghapusan perjudian online.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sendiri akan banyak memberi masukan pada upaya pemerintah dalam memberantas perjudian online.
Menurut Hadi, sosialisasi ini mencakup seluruh kementerian dan lembaga sebagai sasarannya.
Karena memang ada departemen yang harus diberitahu tentang bahaya perjudian online. Memang benar 80 persen perjudian online dilakukan dengan biaya kurang dari 100 ribu rubel. Tapi berbahaya juga, katanya.
Penegakan hukum akan dilakukan oleh Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Luar Negeri.
Ia mengatakan Kementerian Luar Negeri terlibat karena pemerintah juga harus bekerja sama dengan luar negeri untuk memberantas perjudian online.
Menurut dia, rencananya adalah menyiapkan Memorandum of Understanding (MoU) kepada pemerintah.
“Itu bisa menjadi bagian dari pekerjaan yang kami lakukan,” katanya.
Dari sisi dunia maya, kata dia, Kementerian Komunikasi dan Informatika dan BSSN akan turut serta.
Karena Kemenkominfo mempunyai kewenangan untuk melarang situs game online tersebut, ujarnya.
Di sisi lain, BSSN juga mempunyai kemampuan mendeteksi situs judi online yang disembunyikan di situs resmi.
Dari sisi lalu lintas perbankan, tambahnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga harus dilibatkan.
Sebab, data akun aneh yang kini diblokir OJK tersebut diduga terkait dengan data PPATK yang diyakini berasal dari aktivitas perjudian online.
“Saya yakin berkat koordinasi kerja sama antar kementerian dan lembaga akan membuat kerja kelompok kerja semakin efektif. Termasuk Polri, karena Cyber Patrol Polri, Kejaksaan, Kementerian Luar Negeri. kasus,” katanya.