TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hingga Jumat (14/6/2024) dua tersangka belum ditahan dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.
Para tersangka adalah pendiri Perusahaan Penerbangan Sriwijaya Air, Hendry Lai, dan mantan Kepala Eksekutif Dinas ESDM Bangka Belitung, Rusbani.
Status tersangkanya diumumkan Kejaksaan Agung pada Jumat (26/4/2024).
Meski sudah hampir dua bulan tidak ditahan, Kejaksaan Agung belum merilis alasan spesifiknya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung mengatakan, “Penahanan itu kewenangan dan didasari oleh dua alasan, yaitu alasan pribadi dan alasan obyektif. Tentu saja penyidik akan melihat kedua alasan tersebut, jadi kemungkinan kedua orang tersebut masih ditahan. hak asuh. ” tidak diterima,” kata Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung. , Harley Sirager.
Harley juga mengindikasikan bahwa Kejaksaan Agung tidak akan mengambil tindakan untuk menahan Henry Leigh dan Rusbney, tidak seperti tersangka lainnya.
“Kita belum lihat seperti apa, ke depan seperti apa,” ucapnya.
Sebagai informasi, Hendry Lai dan Rusbani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut bersama tiga orang lainnya pada hari yang sama, ditetapkan Jumat (26/4/2024).
Ketiga tersangka tersebut adalah: adik Hendry Lai yang juga marketing PT Tinindo Inter Nusa, Fendi Linga; Kepala Dinas Aktif ESDM Provinsi Bangka Belitung, Amir Syahbana; dan Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015 hingga Maret 2019, Suranto Wibowo.
Namun mereka semua langsung ditahan.
Sementara Henry Ley dan Rusbani tidak menghadiri panggilan Jaksa Agung hari itu karena sakit.
“Karena alasan kesehatan, kami tidak menahan tersangka BN. Sedangkan tersangka Hal yang hari ini kami panggil sebagai saksi tidak ada dan tim penyidik akan segera memanggil sebagai tersangka,” kata Direktur Reserse Iampidus. pada Jumat (26/4/2024) di Kejaksaan Agung, Kuntadi.
Dalam hal ini Hendri Lai dan adiknya berperan dalam pendirian perusahaan boneka yaitu CV BPR dan CV SMS.
Lewat perusahaan boneka, kakak beradik itu mengkondisikan aktivitas penambangan timah ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Tentunya kegiatan ini dilakukan atas persetujuan insan PT Tima.
Kerja sama dengan masyarakat dilarang keras berkedok penyewaan alat pengolahan peleburan timah.
“HL dan FL diduga berperan mengkondisikan pembiayaan kerja sama penyewaan alat pengolahan peleburan timah sebagai penyamaran kegiatan pengambilan IUP timah PT Timah. Keduanya membuat perusahaan tiruan, yakni CV BPR dan CV SMS masing-masing keluar atau memfasilitasi kegiatan ilegal mereka,” kata Kuntadi.
Sementara Rusbani dan Kepala Departemen ESDM Babol lainnya diduga berperan dalam penerbitan dan persetujuan RKAB PT RBT, PT SIP, PT TIN, dan CV VIP.
Sekalipun RKAB tidak memenuhi syarat publikasi.
Kuntadi mengatakan, Ketiga tersangka kemudian mengetahui bahwa RKAB yang diterbitkannya tidak digunakan untuk penambangan di wilayah IUP lima perusahaan tersebut, melainkan hanya di wilayah IUP PT Timah secara ilegal.