Laporan reporter Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pelayanan Bea dan Cukai (BC) belakangan menjadi sorotan netizen, setelah dua kasus viral yakni barang bingkisan yang dikirim SLB Korea ke Indonesia pada tahun 2022 dan pembelian sepatu senilai – Rp 10.3. Pajak Rp 31,8 juta.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun turun tangan menyelesaikan masalah tersebut. Bahkan, pada Sabtu malam (27/4) ia memimpin rapat di Kantor Bea dan Cukai Soekarno-Hatta.
Menurut Pak. Di Simuli, barang kiriman dari Korea disimpan di Bea Cukai Sekong karena pihak sekolah tidak melihat rencana pengeluaran barang tersebut.
Namun karena proses pengolahannya tidak dilakukan oleh yang bersangkutan tanpa sepengetahuannya, maka barang tersebut ditetapkan sebagai barang tidak terkendali (BTD), kata Sri Mulyani di akun Instagram miliknya, Minggu (28/4/2024).
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 240 Tahun 2012, BTD merupakan program baik pembatasan ekspor maupun impor yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah ditahan. Gudang atau fasilitas lain yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan adat.
“Baru-baru ini (di Twitter /
Selain itu, perempuan yang akrab disapa Ani ini juga menjelaskan sempat terkendala kendala pengiriman sepatu senilai Rp 10,3 juta, namun ia harus kehilangan Pajak di Bandara Soekarno Hatta sebesar Rp 31,8 juta.
Menurut Sri Mulyani, timnya mendapat indikasi harga yang dipatok perusahaan penyedia layanan umum (PJT) lebih rendah dari yang seharusnya.
Selain kasus penyerahan sepatu, pejabat Perbendaharaan Negara mengatakan, masih ada kasus serupa lainnya, yaitu pengiriman nomor pekerjaan (robot). Ia memperkirakan kedua kejahatan tersebut terjadi karena pungutan pajak dan pajak.
“Dalam dua kasus tersebut, indeks menemukan bahwa harga yang dinyatakan oleh Perusahaan Jasa Angkutan (PJT) lebih rendah dari harga sebenarnya (di bawah invoice). Oleh karena itu, otoritas BC menyesuaikannya untuk keperluan perhitungan pajak dan pajak impor. .” , kata Pak Sri. Mulyani seperti yang tertera di akun Instagramnya.
Tn. Si Munli mengatakan, kedua kasus tersebut terselesaikan karena pembayaran pajak dari negara lain telah berhasil dan barang telah diterima dari penerima barang.
Dia berkata: Namun masalah ini telah teratasi karena pembayaran pajak dan pajak yang menerima barang tersebut rusak.
Tn. Simulini mengatakan Kementerian Keuangan telah mendesak Bea dan Cukai (BC) untuk meningkatkan kinerja pelayanan dan berpartisipasi. Untuk dapat mengedukasi masyarakat mengenai kebijakan yang sesuai dengan undang-undang.
“Saya meminta BC untuk bekerja sama dengan instansi terkait agar sumber daya dan solusi berbagai permasalahan di sektor ini dapat diberikan secara cepat, jelas, dan efektif untuk memberikan kepastian kepada masyarakat,” jelasnya. Awalnya, aset SLB dikumpulkan
Sebelumnya diberitakan Kompas, ramai di media sosial, X, salah seorang pemilik akun @ijalzaid atau Rizalz, mengaku tengah mengurusi persoalan budaya dan aktivitas di Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) hingga saat ini belum selesai.
Padahal permasalahannya muncul dari tahun 2022. Rizalz mengaku mengelola sekolah luar biasa (SLB) yang menerima bantuan pendidikan bagi tuna netra di Korea Selatan, namun ia terikat adat istiadat saat masuk ke Indonesia.
Untuk mengeluarkan buku pelajaran tersebut dari bandara, SLB miliknya harus mengeluarkan biaya ratusan juta dolar. Sebelum dia selesai di sana, dia juga diminta membayar jumlah akhir yang dihitung untuk hari itu.
Pihak sekolah menerima email mengenai nilai barang sebesar Rp 361.039.239. Pihak sekolah juga diminta menyerahkan sejumlah dokumen, antara lain penegasan persetujuan membayar Surat Pemberitahuan Penghasilan Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta, dokumen yang dilampirkan pada surat kuasa, dokumen yang dilampirkan pada NPWP sekolah, dan dokumen yang dilampirkan pada NPWP sekolah. . Dokumen dilampirkan dengan bukti pembayaran pembelian.
“SLB, saya juga mendapat bantuan belajar alat untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Saat mau ambil di Bea Cukai Soetta, saya diberitahu harus bayar ratusan juta. Dimana pungutan denda hariannya,” tulis Rizalz dalam postingannya. Halaman X telah ditonton 193.000 kali, hingga Minggu (28/4/2024).
Selain diminta membayar sejumlah tertentu, pihak sekolah juga meminta untuk mengirimkan banyak dokumen yang diperlukan antara lain link pesanan dan harga, invoice atau bukti pembayaran yang dikonfirmasi oleh bank, jadwal harga produk, biaya pengiriman, dan lainnya. dokumen.
Menurut dia, pihak sekolah sudah mengirimkan dokumen yang diperlukan. Namun karena barang ini adalah model yang sedang dibangun dan merupakan hadiah sekolah, maka tidak ada harga untuk barang ini.
Karena dia menentang biaya yang harus dikeluarkan, dia sekarang memilih alat bantu belajar dari Korea Di bawah gudang.
“Mulai tahun 2022 tidak bisa diambil. Ada di sana kenapa tidak bermanfaat lagi,” jelas Rizal. Pajak pembelian sepatu sebesar Rp 31,8 juta
Topik pajak impor ramai diperbincangkan netizen di media sosial X selama beberapa hari ini.
Akun @PartaiSocmed mengunggah kisah tersebut dengan menggabungkan video dari media sosial dengan akun @radhikaalthaf yang mengetahui kisah tersebut.
“Halo Pak @prastow, kenapa di Bea Cukai sering terjadi, kalau beli sepatu harga 10 juta pajak impornya naik jadi 30 juta? Dan kalau ada dokumen yang menjelaskan pembayaran bea, pajak, dan bea masuknya (sppbmcp), kenapa tidak diinformasikan secara detail,” tulis @PartaiSocmed Senin (22/4/2024) dikutip Tribunnews.com.
Kejadian bermula saat @radhikaalthaf membeli sepatu seharga Rp 10,3 juta dengan pengiriman DHL seharga Rp 1,2 juta, totalnya Rp 11,5 juta.
Namun saat paket sampai di Indonesia, pemilik paket harus membayar biaya pajak sebesar Rp 31,8 juta.
Terakhir @radhikaalthaf mengunggah video menanyakan pajak impor yang harus dibayarnya berdasarkan apa, karena ia menghitung dengan aplikasi Mobile Customs saja sebesar Rp 5,8 juta.