Laporan reporter Tribunnews.com Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Meningkatnya polusi udara tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, terutama pernapasan, tetapi juga berdampak pada kondisi mental masyarakat.
Menurut penelitian yang dipublikasikan di PubMed Central, hidup dalam kondisi polusi udara berdampak buruk terhadap kebahagiaan manusia.
Hasilnya menunjukkan tingkat gejala depresi meningkat.
Jurnal Pencemaran Lingkungan juga menunjukkan hubungan antara peningkatan risiko depresi dan paparan PM2.5 dalam jangka panjang.
PM 2.5 merupakan partikel polusi udara terkecil yang berbahaya bagi manusia karena tubuh tidak dapat menyaring partikel tersebut.
Psikolog Patricia Elfira Vinny menjelaskan, paparan polusi udara dalam jangka panjang dapat memicu penyakit mental seperti depresi, kecemasan, psikosis, bahkan demensia.
Selain itu, terdapat indikasi bahwa anak-anak dan remaja yang terus-menerus terpapar polusi udara selama tahap kritis perkembangan mentalnya berisiko lebih besar mengalami masalah kesehatan mental di masa depan.
“Risiko ini dialami oleh masyarakat yang tinggal di kota besar seperti Jabodetabek. Sebab, masyarakat di kota besar cenderung memiliki kondisi psikologis yang lebih kompleks,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (1/7/2024). dikatakan.
Selain itu, kemacetan lalu lintas, masalah keuangan, dan tekanan pekerjaan membuat masyarakat di kota-kota besar yang berpolusi tinggi lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental.
“Jika polusi udara ini terus berlanjut, maka jumlah penderita gangguan kesehatan mental di Indonesia bisa bertambah,” kata Patricia.
Saat ini data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan 1 dari 10 orang di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental.
Beberapa gejala awal gangguan kesehatan mental, khususnya gangguan depresi, yang mungkin dialami seseorang adalah penurunan konsentrasi, gelisah, bimbang, dan gangguan tidur.
Dalam jangka panjang, gangguan kesehatan mental akibat polusi udara, jika tidak ditangani dengan baik, juga bisa berujung pada bunuh diri.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Biro Riset Ekonomi Nasional di Cambridge menemukan bahwa polusi udara meningkatkan kematian akibat bunuh diri sebesar 0,49 persen untuk setiap peningkatan 1 g/m3 PM2,5 per hari.
Patricia juga menekankan pentingnya berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater jika Anda merasa mengalami gejala awal gangguan kesehatan mental.
“Demi menjaga kesehatan mental di tengah buruknya kualitas udara dan berbagai tekanan, masyarakat diimbau untuk melakukan identifikasi diri dan berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan penanganan yang tepat,” kata Patricia.
Polusi Udara di Jabodetabek Hari ini, 01/07/2024 pukul 08:00 WIB, IQAir melaporkan Jakarta menempati peringkat keempat kota paling tercemar di dunia dengan PM2,5 82 µg/m3 (kategori tidak sehat).
Studi gabungan yang dilakukan Nafas dan Halodoc menemukan bahwa ketika polusi PM2.5 meningkat sebesar 10 µg/m3, risiko penyakit pernapasan meningkat sebesar 34 persen.