Laporan jurnalis Tribunnews.com Namira Yu.L
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping sepakat menandatangani perjanjian kerja sama proyek pipa gas Power of Siberia-2 yang akan memasok gas alam Rusia ke China.
Kerja sama ini berarti hubungan erat antara Moskow dan Beijing. Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan pembangunan pipa gas Power of Siberia-2 sepanjang 2.600 km akan memungkinkan pengangkutan 50 miliar meter kubik gas alam per tahun dari Pegunungan Yamal utara ke Tiongkok melalui Mongolia.
Hingga saat ini, Rusia telah mengirimkan gas ke Tiongkok melalui pipa Power of Siberia-1 sepanjang 3.000 km, yang membentang dari Siberia Timur hingga timur laut Tiongkok dan mulai beroperasi pada tahun 2019.
Putin dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping telah menjalin kemitraan strategis dengan menandatangani kontrak pembangunan pipa gas berkapasitas 50 miliar meter kubik gas melalui Mongolia dalam waktu dekat, jelasnya. Novak, dikutip Reuters.
Moskow tidak mengatakan berapa biaya untuk membangun Power of Siberia 2. Namun sejumlah analis memperkirakan biayanya mencapai USD 13,6 miliar atau setara Rp 217 triliun (kurs Rp 15.964).
Ide pembangunan pipa ini sebenarnya sudah lama diajukan Rusia, Putin yakin China bisa menjadi pembeli utama gas Moskow menggantikan Eropa yang kini berhenti mengekspor gas alam Rusia akibat sanksi ekonomi militer.
Untuk mempercepat proyek kerja sama, Rusia akan menawarkan gas dengan harga di bawah harga pasar sehingga Rusia dapat mengikat Beijing ke dalam aliansi geopolitik yang lebih erat.
Strategi ini sama dengan yang dilakukan Rusia, yang pada tahun 2010-an menggunakan gas sebagai “mata uang geopolitik” di era pasca-Soviet.
Rusia menawarkan gas dengan harga di bawah harga pasar sebagai imbalan atas penyelarasan geopolitik atau kendali atas infrastruktur energi penting.
Bagaimana hubungan antara Xi Jinping dan Putin membaik
Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan harmonis antara Rusia dan Tiongkok telah berkembang, dengan kerja sama pertahanan antara Moskow dan Beijing semakin menguat setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari.
Di tengah ketegangan hubungan Rusia dengan Barat akibat invasi Moskow ke Kiev pada September lalu, pemerintah Tiongkok memutuskan untuk melakukan latihan bersama dengan Rusia, mengirimkan lebih dari 2.000 tentara bersama dengan lebih dari 300 kendaraan tempur, 21 jet tempur, dan tiga kapal perang.
Tak hanya itu, menurut pejabat Gedung Putih, Beijing juga aktif memberikan dukungan militer kepada Moskow dan membantu Presiden Putin menghindari sejumlah sanksi Barat.
Meskipun tindakan pemerintah Tiongkok telah mendapat peringatan keras dari para pejabat AS, tindakan tersebut tidak serta merta memperburuk hubungan antara Rusia dan Tiongkok. Bahkan, mereka semakin harmonis karena beberapa kali berkolaborasi dalam proyek berbeda.
Baru-baru ini dilaporkan bahwa Rusia semakin bergantung pada Tiongkok, negara tirai bambu menyumbang 18% dari seluruh perdagangan Rusia, sementara Rusia hanya menyumbang 2% dari perdagangan Tiongkok.