Laporan reporter Tribnews Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Mantan Hakim Mahkamah Agung (KC) Aswanto mengatakan dalil menambah atau mengurangi suara merupakan cara masyarakat untuk mengalahkan partai atau legislator lain.
Informasi itu disampaikan Aswanto saat menjadi ahli yang ditugaskan pada Kelompok 1 Hasil Pemilihan Umum Legislatif (PHPU) 92 Perkara, di Pengadilan Tinggi (KC) Jakarta, Senin (27/05/2024).
“Yang Mulia Majelis Mahkamah Konstitusi, menambah dan mengurangi suara partai atau anggota parlemen lain adalah cara-cara yang dilakukan sebagian orang, untuk memenangkan partai atau anggota parlemen lain,” Aswanto. ujarnya dalam sambutannya di hadapan Ketua Hakim Suhartoyo, Hakim Daniel Yusmic dan wasit M Guntur Hamzah.
Ia menegaskan, tindakan menambah atau menambah atau mengurangi perolehan suara suatu partai atau wakil parlemen merupakan tindak pidana pemilu.
Sebagai orang yang berpengalaman sebagai hakim hukum, Aswanto mengatakan, sebelum mengetahui tinggi rendahnya suara suatu partai atau wakil hukum tertentu, Mahkamah mencoba menganalisis perolehan suara tersebut dengan menggunakan metode membandingkan hasil pemungutan suara. suara. untuk setiap level antara lain membedakan skor D dengan skor C.
“Dalam beberapa kasus, pengadilan memberikan pendapat bahwa kemurnian hasil C terjamin,” kata Aswanto.
Aswanto misalnya menjelaskan, Mahkamah Agung sempat ditanya soal putusan 19905-12 tahun 2019, ketika Mahkamah Konstitusi memerintahkan perbandingan isi formulir C1 dan C plano yang diputus pada 9 Agustus 2019.
Selain itu, dalam perkara melawan hasil undang-undang, terdapat permohonan yang diajukan PDIP Kabupaten Bintan, Daerah Pemilihan 3, Kabupaten Riau, dimana Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan permohonan pemohon.
Dalam kasus ini, PDP mempermasalahkan perolehan suara PKS. PDIP melaporkan adanya penambahan suara PKS di dua TPS, Kecamatan Kijang, Kota Kepulauan Riau, TPS 36 dan 41. Di TPS 36, suara PKS bertambah tiga.
Setelah diteliti dengan cermat, diketahui bahwa memang terdapat perbedaan angka antara formulir D1 dari ringkasan kabupaten/desa dan formulir C1 plano dari jajak pendapat TPS.
Contoh lain, jelas Aswanto, terjadi dalam konteks perdebatan hasil pemilu undang-undang yang dikeluarkan Partai Golkar, dimana di akhir cerita ini, karena jika dibandingkan penampilan di tingkat kabupaten, ditemukan . bahwa formulir itu tidak ditemukan, sehingga bukan sekadar perbandingan dengan apa yang dilakukan Konstitusi, namun Mahkamah Konstitusi meminta KPU membawa kotak suara untuk penghitungan suara sebelum sidang.
Hal itu disampaikan ahli untuk memastikan Mahkamah Agung Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusannya mengikuti langkah-langkah yang menjamin keaslian suara tersebut,” kata Pak Aswanto menegaskan maksudnya.
Untuk diketahui lebih lanjut, Komisi III DPR RI mengganti hakim Mahkamah Konstitusi Aswan dengan Guntur Hamzah.
Melainkan disetujui dalam rapat lengkap DPR pada Kamis, 29 September 2022.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wurjanto memberikan alasan pencopotan Aswant karena kinerjanya mengecewakan.
Ia mencatat, Aswanto sebagai hakim Mahkamah Konstitusi yang diangkat DPR kerap menganulir undang-undang yang disahkan DPR.
Salah satu anggota Fraksi PDIP juga menyebut Aswanto tidak berkomitmen di DPR.