Laporan jurnalis Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Shaul Goldstein, CEO Noga, perusahaan manajemen listrik Israel, mengatakan negaranya terancam kegelapan total dan tidak bisa dihuni jika listrik padam akibat serangan drone dan roket Hizbullah yang menghantam infrastruktur PLN Israel.
Pernyataan ini disampaikan setelah militan Hizbullah terus melakukan serangan drone dan roket ke kawasan pemukiman Israel dalam beberapa pekan terakhir.
Tak hanya itu, beberapa waktu lalu Hizbullah mengebom sejumlah pangkalan militer Israel dengan 35 drone atau pesawat berawak.
Hal ini berujung pada hancurnya pangkalan militer Israel yakni Brigade Golani dan unit Egoz 621 di barak Shraga di utara kota Akka.
Rentetan serangan ini membuat CEO Noga khawatir Hizbullah yang merupakan sekutu kelompok Hamas akan menargetkan serangan di masa depan terhadap infrastruktur PLN Israel.
“Kami belum siap untuk perang yang sebenarnya. Jika rudal Hizbullah menghantam pembangkit listrik, maka akan menyebabkan pemadaman listrik selama satu jam, dua jam, tiga jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam dan seterusnya. Goldstein berkata menurut Al Mayadeen.
“Kami tidak bisa menjanjikan listrik jika terjadi perang di utara. “Setelah 72 jam tanpa listrik, tidak mungkin tinggal di sini,” tambahnya.
Setelah komentarnya mulai menjadi berita utama, sejumlah warga Israel kini panik atas ancaman pemadaman listrik permanen.
Sementara itu, menanggapi pernyataan Goldstein, CEO Perusahaan Listrik Israel, Meir Shpilger, menyebut perkataan Goldstein “tidak bertanggung jawab” karena menimbulkan kepanikan yang tidak perlu.
“Negara Israel tidak akan dibiarkan dalam kegelapan. Kemungkinan pemadaman listrik yang berlangsung berhari-hari sangat kecil,” tulis Menteri Energi Eli Cohen di Halaman X.
“Kami sedang mempersiapkan semua skenario,” tambah Cohen.
Mengantisipasi kepanikan masyarakat, ia mengatakan negara siap melibatkan generator bertenaga diesel untuk menjaga operasional jika terjadi pemadaman listrik akibat serangan Hizbullah. Krisis batubara Israel
Selain serangan Hizbullah, perintah Presiden Kolombia Gustavo Petro untuk mengakhiri pasokan batu bara ke Israel juga berpotensi memicu pemadaman listrik yang dapat mengancam kegelapan total di Israel.
Penangguhan ini diterapkan sebagai bentuk protes Kolombia atas tindakan Israel yang terus melakukan genosida di Gaza, Palestina. Akibat penutupan ini, Israel kini kehilangan pemasok utama batu bara termal yang digunakan untuk menghasilkan listrik.
Menurut AFP, Kolombia adalah pemasok batu bara utama Israel dengan ekspor sekitar 450 juta dolar pada tahun 2023.
Sementara itu, menurut American Journal for Transportation, Israel mengimpor lebih dari 50 persen batubaranya dari Kolombia dan menggunakan sebagian besar batubara tersebut untuk memenuhi kebutuhan produksi listriknya.