Laporan reporter Tribunnews.com Mario Christian Sumampav
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perempuan Mahardika dan Persatuan Wanita Indonesia meminta pemerintah meresmikan pembantu rumah tangga (PRT).
Hal itu terungkap saat sekelompok perempuan menggelar aksi Hari Buruh di kawasan patung kuda, Jakarta Pusat, Rabu (5/1/2024).
Tias, perwakilan Perempuan Mahardika dan Persatuan Perempuan Indonesia, mengatakan bahwa kelompok perempuan di dunia kerja saat ini masih kurang terwakili dan bahkan seringkali tidak diakui.
“Sampai saat ini, pekerjaan perempuan masih terpinggirkan, tidak dikenal, dan banyak nilai-nilai produksinya yang dihilangkan. “Sampai saat ini perempuan masih terpinggirkan dalam bekerja,” kata Tsias.
Hak-hak hukum atau hak-hak dasar pekerja dalam hubungan kerja yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku juga seringkali diabaikan.
Kenyataannya, lanjut Tsias, selalu ada perempuan di semua profesi hukum.
Namun, ia menyayangkan adegan tersebut terkesan terhenti.
Ia kemudian menyinggung soal UU PPRT yang sudah 20 tahun terakhir tidak diundangkan.
“Salah satu tuntutan kami, pekerjaan perempuan saat ini mayoritas adalah pekerja rumah tangga, misalnya mengurus, membesarkan anak, membereskan rumah, agar lebih produktif,” ujarnya.
Saat ini, nilai-nilai pekerjaan rumah tangga tidak dipandang sebagai pekerjaan resmi.
Ya, dia meminta pemerintah melegalkan pekerjaan rumah tangga dan mendapatkan hak-hak pekerja.
“Karena semua pekerjaan yang dilakukan perempuan adalah pekerjaan yang memberi nilai, produktif secara sosial, melindungi generasi,” ujarnya.
Di sisi lain, dalam perayaan Hari Buruh, kelompok perempuan ini menyoroti 11 tuntutan, yaitu: melindungi demokrasi dan supremasi hukum; Segera bertindak atas UU PPTT; Memberikan pekerja upah yang layak dan kondisi kehidupan yang layak; Segera menerapkan kebijakan yang mendukung penghapusan kekerasan dan perlindungan perempuan dengan: a. Pengesahan beberapa RUU penting seperti RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Anti Diskriminasi, dan RUU Bantuan Hukum di Wilayah DKI Jakarta. Menyiapkan tindakan hukum yang mendukung pelaksanaan UU TPKSc. Memverifikasi Konvensi ILO No. 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja; Menghapus atau segera mencabut peraturan yang anti demokrasi seperti UU Cipta Kerja dan Revisi UU ITE; Memberikan kepercayaan segera terhadap perlindungan pembela hak asasi manusia dan lingkungan hidup dari kekerasan, penyerangan dan kejahatan; Melarang kebijakan diskriminatif berdasarkan gender dan orientasi seksual. Menghapuskan kondisi kerja yang diskriminatif; Memenuhi kebutuhan pekerja pada masa kehamilan dan persalinan; Memberikan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas dalam dunia kerja; Menyediakan asuransi kesehatan yang memadai bagi perempuan pekerja; dan Membangun pengelolaan pangan berkelanjutan dan mengurangi biaya pangan pokok.