TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Unsur kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga barang timah yang ditangani Kejaksaan Agung dinilai tidak terpenuhi oleh tim penasihat hukum tersangka Tamron alias Aon.
Pasalnya, dasar penghitungan kerugian negara adalah Peraturan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2014.
Unsur kerugian negara tidak terpenuhi, dasar penghitungan tidak bisa digunakan, kata kuasa hukum Aon Andy Inowi Nababan saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (13/06/2024).
Sebab, peraturan menteri tersebut, menurut Andy, seharusnya mengatur secara khusus tata cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup, bukan tindak pidana korupsi.
“Ini (Peraturan Menteri LHC Nomor 7 Tahun 2014) bertujuan untuk mengatur tata cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup, baik di luar maupun di pengadilan. Maksud peraturan menteri itu untuk menjaga lingkungan hidup, bukan untuk menghitung kerugian negara,” ujarnya. .
Sementara para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan ketentuan tindak pidana korupsi (Tipikor) yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55. paragraf 1) . ) ) 1. dari hukum pidana.
Andy menilai penggunaan dua ketentuan berbeda tersebut tidak berkaitan dan mungkin salah sasaran.
“Angka tersebut belakangan ini berulang kali ditegaskan bahwa kerugian lingkungan hidup yang digunakan adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, namun untuk tindak pidana korupsi. Ini di tempat yang salah,” kata Andy.
Selain merugikan negara, dugaan persekongkolan dengan pejabat negara seperti yang kerap diungkap Kejaksaan juga dinilai tidak tepat.
Sebab selama ini JPU menyatakan tersangka Aon mempunyai perjanjian dengan P.T. Saya menjabat sebagai administrator negara.
Padahal PT Timah bukan merupakan perusahaan milik negara.
“Karena PT Timah itu anak perusahaan BUMN (badan usaha milik negara), bukan BUMN. Dan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017,” ujarnya. Daftar tersangka dan nilai kerugian negara
Sekadar informasi, dalam kasus dugaan korupsi ini, sejauh ini sudah ada 22 orang yang didakwa.
Salah satunya sudah diadili yakni Tony Tamsil alias Aki, adik Tamron yang didakwa di Pengadilan Negeri Pangkalpinang karena menghalangi keadilan atau menghalangi proses hukum.
Setelah itu, ada 12 orang tersangka yang perkaranya masuk ke ranah hukum kejaksaan, yaitu:
• M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) sebagai Direktur Utama PT Timah periode 2016 hingga 2021;• Emil Emindra (EE) sebagai Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 hingga 2018;• Hassan Tjhie (HT) sebagai CEO CV VIP;• Kwang Yung alias Buyung (BY) sebagai mantan Komisaris CV VIP;• Gunawan (MBG) sebagai CEO PT SIP;• Suwito Gunawan (SG) sebagai Komisaris PT SIP;• Robert Indarto (RI ) sebagai CEO dari PT SBS;• Rosaina (RL) sebagai CEO PT TIN;• Suparta (SP) sebagai CEO PT RBT;• Reza Andriansyah (RA) sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT;• Tamron alian Aon sebagai pemilik CV VIP ; dan • Achmad Albani sebagai Manajer Operasional CV VIP. Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hasan Tjhi (kanan) dan Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan (kiri) tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13 Juni 2024). Kejaksaan Agung melakukan pelimpahan tahap kedua ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan melibatkan 10 orang tersangka beserta barang bukti dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Sedangkan kewenangan penyidik Yampidsus Kejaksaan Agung masih pada sembilan lainnya:
• Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono; • Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung Tahun 2021 s/d 2024, Amir Syahbana; • Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; • Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Bisnis tahun 2019 hingga 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW);• Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN);• Perwakilan PT RBT, Hendry Lie ;• Pemilik PT TIN, Hendry Lie (HL);• dan Pemasaran PT TIN, Fandy Lingga (FL).
Dalam kasus ini, total ada enam tersangka yang juga didakwa melakukan tindak pidana Pencucian Uang (AML), yakni Harvey Moise, Helena Lim, Supartha, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suvito Gunawan.
Nilai kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.
Kerugian yang dimaksud antara lain sewa smelter, pembayaran bijih timah ilegal, dan kerusakan lingkungan.
“Hasil kasus timah ini cukup fantastis, yang awalnya kami perkirakan sebesar Rp 271 dan mencapai sekitar Rp 300,” kata Jaksa Penuntut Umum S.T. Burhanuddin saat jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29 5/2024). Kolase pengusaha timah Bangka Belitung Tamron Tamsil alias Aon (atas) yang diduga melakukan pencucian uang dugaan korupsi dan barang timah melalui suami artis Sandra Devi Harvey Moeis (kiri bawah) dan Crazy Rich Pantai Inda Kapuk (PIK) Helena Lim (bawah Kanan). (Kolase Berita Tribune)
Akibat perbuatannya yang dinilai jaksa merugikan negara, para tersangka dijerat pokok perkara dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat. (1) 1. KUHP.
Para tersangka TPPU dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lalu mereka yang terjerat PPO berdasarkan Pasal 21 UU Pemberantasan Korupsi.