TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Achmad Deni Daruri dari Center for Banking Crisis (CBC) mengatakan perlu diingat bahwa merger antar bank di Indonesia tidak bisa dihindari di masa depan, seiring dengan semakin ketatnya persaingan di sektor perbankan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah bank di Indonesia mencapai 106 bank umum per Maret 2024. Menurut Deni, Indonesia seharusnya hanya mengoperasikan 25 bank umum.
“Jika karakteristik masing-masing bank diabaikan maka merger akan kehilangan arah yang tepat untuk mengembangkan bank nasional. Jika perilaku bank hasil merger terlalu mirip maka bank hasil merger akan mudah beradaptasi,” ujarnya. Jakarta, Senin (10/6/2024).
Ia mengatakan, karakteristik bank pada akhirnya harus memastikan bahwa bank dapat bersaing secara sehat di masa depan. Karakteristik penting bank ini tercermin dalam tingkat produktivitas faktor total (TFP), efisiensi teknis, dan skala ekonomi.
Berpendapat bahwa “ketiga variabel tersebut merupakan variabel kondisional perlu yang disertai dengan variabel kondisional cukup yaitu biaya rata-rata, biaya marjinal, margin bunga bersih (NIM), return on assets (ROA) dan return on equity (ROE)”. . .
Dikatakannya, berdasarkan variabel persaingan bank, terjadi situasi klasterisasi merger bank di Indonesia. Hasil dari klasterisasi merger bank ini terlihat dari munculnya 25 klaster merger antar bank dengan karakteristik perilaku produksi yang hampir sama di lanskap perbankan Indonesia.
“Merger bank yang mempertimbangkan kesamaan perilaku perbankan dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam hal peningkatan efisiensi dan efektivitas operasional,” ujarnya.
Deni melanjutkan, perilaku bank sebelum merger, kebijakan perkreditan, manajemen risiko, dan inovasi layanan, dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi persamaan dan potensi sinergi.
“Misalnya, bank-bank dengan perilaku manajemen risiko serupa dapat mengintegrasikan sistem mereka dengan lebih lancar, mengurangi redundansi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko secara keseluruhan,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, bank-bank yang memiliki filosofi layanan nasabah serupa dapat lebih efektif mengintegrasikan budaya organisasinya untuk menciptakan pengalaman nasabah yang terpadu dan meningkatkan kepuasan nasabah.
“Hal ini dapat mempercepat proses inovasi layanan, karena kedua bank mungkin sudah memiliki jalur pengembangan yang serupa, sehingga memungkinkan mereka memanfaatkan penelitian dan pengembangan yang ada untuk membawa produk baru ke pasar lebih cepat,” jelasnya.
Dari sisi operasional, lanjutnya, merger antar bank yang memiliki perilaku operasional serupa dapat menciptakan efisiensi biaya yang signifikan.
Misalnya, mengkonsolidasikan operasi back-office dapat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan margin keuntungan. Hal ini akan memungkinkan bank-bank afiliasi untuk mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif dan memprioritaskan investasi di bidang teknologi atau bidang pertumbuhan yang menjanjikan.
Dari segi strategi bisnis, bank yang memiliki pendekatan serupa terhadap perluasan pasar atau diversifikasi produk dapat memanfaatkan merger untuk memperkuat posisinya di pasar yang sudah ada atau untuk memasuki pasar baru dengan lebih efektif.
Integrasi strategis ini dapat menghasilkan pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat dan memperluas jangkauan geografis bank gabungan. Penggabungan dapat memperkuat kemampuan bank dalam menghadapi perubahan peraturan dan lingkungan perekonomian yang dinamis, ujarnya.
Bank yang memiliki pendekatan kepatuhan dan adaptasi terhadap perubahan peraturan dapat berbagi praktik terbaik dan membangun sistem yang kuat untuk mengelola risiko peraturan.
Apakah PHK mungkin terjadi karena merger? Dia mengatakan pemerintah Indonesia harus belajar dari Singapura, yang sebelumnya telah menjalin hubungan perbankan dengan negara tersebut. Strategi distribusi untuk karyawan yang terkena PHK akibat merger bank pemerintah di Singapura biasanya melibatkan beberapa langkah penting.
“Pertama, pemerintah sering bekerja sama dengan lembaga pelatihan untuk membantu menyediakan program pelatihan ulang dan pengembangan guna memastikan pekerja yang terkena dampak meningkatkan keterampilan mereka dan tetap relevan di pasar tenaga kerja,” katanya.
Kedua, lanjutnya, terdapat inisiatif penyesuaian pekerjaan yang dijalankan oleh agen tenaga kerja pemerintah yang membantu mantan karyawan mendapatkan pekerjaan baru di sektor yang sedang tumbuh atau yang mengalami kelangkaan tenaga kerja.
Ketiga, pekerja yang terkena PHK seringkali mendapat dukungan finansial sementara, sehingga memberi mereka waktu untuk mencari pekerjaan tanpa tekanan finansial yang tidak semestinya, katanya.