Wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Bendum) Partai NasDem Ahmad Sahroni mengaku tak tahu alasan partainya mengeluarkan dana Rp 850 juta untuk pendaftaran calon legislatif ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemilu Legislatif. 2024 dari Kementerian Pertanian (Kementan).
Hal itu diungkapkan Sahroni saat dihadirkan sebagai saksi dalam penyidikan akhir kasus tuduhan dan perceraian di Kementerian Pertanian 2020-2023 dengan penggugat Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Hal ini bermula saat Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan kepada Sahroni soal pendaftaran calon legislatif NasDem ke KPU beberapa waktu lalu.
Hakim juga menanyakan kepada Ahmad Sahroni siapa yang menyediakan uang untuk pendaftaran calon anggota parlemen.
Lalu, tahukah Anda kalau Partai NasDem ada hubungannya dengan pendaftaran calon anggota Kongres ke KPU?
Detailnya saya belum tahu, tapi suksesnya proses pemilu saya tahu karena saya juga calon anggota parlemen, kata Sahroni.
Setelah itu, Sahroni juga menjelaskan, proses pendaftaran DPR membentuk panitia dan SYL duduk sebagai ketua panitia.
Namun saat hakim menanyakan pihak mana yang menyiapkan anggaran tersebut, Sahroni mengaku tidak mengetahuinya.
Sahroni menilai, proses pendaftaran di parlemen tidak banyak dibicarakan di internal partai karena merekalah yang membentuk panitia.
“Jadi begini Pak, dalam proses kelompok, sering kali di tingkat bawah mereka memberikan laporan ke tingkat di atasnya.
“Iya, setelah itu kalau ada ketua dewan, buruh akan melapor ke ketua dewan, tapi tidak melalui Bendahara, Raja,” kata Sahroni.
Belakangan, Hakim Rianto mengingatkan Sahroni soal laporan mantan staf khusus Kementerian Pertanian Joice Triatman.
Saat itu, Joice mengaku telah berbicara dengan Sekjen Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono atas perintah SYL terkait biaya pendaftaran calon.
Saat itu, Rianto juga bercerita kepada Sahroni bahwa ada pembicaraan antara Joice dan Kasdi mengenai biaya pendaftaran.
“Di situlah obligasi senilai 1 miliar dolar itu dijual,” tanya hakim.
“Saya tidak tahu, Yang Mulia,” kata Sahroni.
Mendengar jawaban Sahroni, hakim sempat kebingungan karena sebelumnya ia membenarkan telah mengembalikan uang tersebut ke KPK.
Namun Sahroni saat itu berdalih uang yang dikembalikannya datang setelah pejabat yang uangnya diperiksa Panitia Kepailitan.
“Iya, uang itu saya kembalikan setelah KPK memeriksa akuntan saya, dan mereka melaporkan saya, saya minta segera dikembalikan,” jelasnya.
Jadi belum tahu, lalu Kasdi Subagyono menyetujui Rp 850 juta, kata hakim.
“Siap Yang Mulia,” kata Sahroni. Terdakwa Syahrul Yasin Limpo divonis bersalah dalam kasus kelalaian dan kelalaian Kementerian Pertanian di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/6/2024). Dalam persidangan, JPU KPK menghadirkan beberapa saksi untuk dimintai keterangan, salah satunya mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Namun saat ditanya hakim soal penerimaan uang sebesar 850 juta dolar dari Kementan, Sahroni pun membenarkan tak mengetahuinya, “Tahukah Anda dana 850 juta itu untuk kegiatan legislasi dari Kementerian Pertanian. .
“Saya tidak tahu, Yang Mulia,” pungkas Sahroni. Pindahkan orang di bawah $45,5 juta dan Anda dibayar
Dalam kasus ini, mereka menuduh SYL melakukan pencurian sebesar Rp 44.546.079.044 dan menerima gaji sebesar Rp 40.647.444.494 di Kementerian Pertanian selama masa jabatannya tahun 2021-2023.
“Uang yang diterima terdakwa saat menjabat Menteri Pertanian RI dengan menggunakan kuasa sebagaimana tersebut di atas berjumlah total Rp 44.546.079.044,” ujarnya dan kuasa hukum KPK, Masmudi dalam putusan Rabu (28/2). . / 2024) di Pengadilan Pribadi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dana yang dihimpun SYL dengan mengacu pada pejabat Eselon I di Kementerian Pertanian.
Menurut penggugat, SYL tidak sendirian dalam kegiatannya, namun Direktur Alat dan Peralatan Kementerian Pertanian Muhammad Hatta dan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono turut membantu. adalah para terdakwa.
Apalagi, uang yang diterima Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan pengaduan, pengeluaran terbesar dari uang tersebut digunakan untuk acara keagamaan, pelayanan, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam departemen yang ada, kemungkinan mencapai Rp 16,6 miliar.
“Uang tersebut kemudian digunakan sesuai perintah dan petunjuk penggugat,” kata pengacara.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan aduan pertama: Pasal 12 huruf juncto Pasal 18 UU Tipikor sesuai Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1). . dari KUHP.
Pengaduan kedua: Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor sesuai Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dugaan ketiga: Pasal 12 B sesuai Pasal 18 KUHP sesuai Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai Pasal 64 ayat (1) KUHP. Didakwa dengan Tindak Pidana Pencucian Uang
Selain mencuri dari kalangan bawah dan kepuasan pihak swasta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menjerat SYL dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Saat ini kami telah mendakwa tersangka SYL dengan pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Uang,” Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata dalam konferensi pers, Kamis (13/). 10/2023).