Laporan reporter Tribunnews.com Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet Hendratno kini meningkat ke penyidikan Polda Metro Jaya.
Terkait hal ini, korban mengapresiasi kemajuan proses peradilan kasus ini.
Alhamdulillah saya mengapresiasi sekarang, artinya polisi sudah mengalami kemajuan menurut saya, mereka dalam posisi yang kuat untuk melanjutkan proses ini, kata pengacara korban, Amanda Manthovani, dalam keterangannya, Selasa (18/8). . 6/2024).
Dengan bertambahnya tahapan perkara, berarti polisi telah menemukan unsur pidana dalam berkas tersebut.
Oleh karena itu, Amanda meminta penyidik segera menetapkan Edie Toet sebagai tersangka dalam kasus ini.
Artinya, penyidik perlu berani mengambil sikap, jelasnya.
Dalam kasus ini, RZ melaporkan Polda Metro Jaya kepada Edie dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.
Selain itu, ada laporan korban lain berinisial DF yang diterima Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. Namun kini permohonannya sudah diajukan. di Polda Metro Jaya.
Edie Toet sejauh ini sudah dua kali diperiksa sebagai saksi, yakni Kamis (29 Februari 2024) dan Selasa (4 Mei 2024). Klaim kasus ini dipolitisasi
Sebelumnya, Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet Hendratno mengklaim dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepadanya merupakan bentuk politisasi.
Hal itu diungkapkan Edie melalui pengacaranya, Faizal Hafied, usai didakwa pada Kamis (29/2/2024) atas dugaan pelecehan seksual terhadap korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Faizal menjelaskan, dirinya ingin melontarkan dugaan politisasi karena pemberitaannya soal pemilihan rektor baru di kampus tersebut.
Jelang pemilihan rektor pasti ada politisasi, seperti yang sering terjadi pada pilkada dan pilpres, kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Selain itu, ia juga mengatakan, laporan polisi (PL) yang ia ajukan terhadap kliennya tidak akan terjadi jika tidak ada proses pemilihan rektor.
Yakni, menurutnya, dia menilai kasus yang terjadi saat ini merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadap kliennya.
“Sekaligus kami tegaskan bahwa semua yang beredar adalah berita bohong dan pembunuhan karakter klien kami,” tutupnya.