Laporan Jurnalis Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Gagalnya upaya menghentikan baku tembak antara militer Israel dan militan Hamas membuat situasi di Gaza semakin memanas.
Jutaan pengungsi Palestina yang tinggal di pengungsian merayakan Idul Adha 1445 Hijriah dalam suasana yang sangat muram.
Fadi Naseer, warga Gaza yang tinggal di kamp pengungsi di Beit Lahiya sejak rumahnya dihancurkan oleh serangan tank Israel, berbicara tentang kondisi buruk yang dihadapi keluarganya tahun ini saat Idul Adha.
Naseer dan keluarganya tidak bisa merayakan Idul Adha karena sudah 8 bulan terakhir ia tidak bekerja karena serangan Israel yang memaksanya mengungsi, dari satu tenda ke tenda lainnya.
Sebelum pecah perang, rumah dan jalan depan kediamannya sebagian besar ramai dengan aktivitas warga yang mendekorasi untuk merayakan Idul Adha.
Namun karena serangan Israel yang terus brutal dan tak kunjung reda, mereka kini tidak punya rumah, dan tidak ada apa-apa untuk dihias.
“Anak-anak meminta ayahnya untuk membeli pakaian, tapi harga segala sesuatu mulai dari barang kebutuhan pokok hingga mainan naik,” kata Nasser seperti dikutip Al Jazeera. Para petani di Gaza kesulitan menjual hewan ternaknya
Beberapa hari menjelang Idul Adha, para petani di Gaza juga bercerita tentang sulitnya menjual dan merawat hewan ternak mereka sejak perang Israel dan Hamas pecah 8 bulan lalu.
Stok ternak juga semakin menipis karena para petani di Gaza tidak mampu membeli pakan, yang harganya pun meningkat.
Situasi ini diperparah dengan jumlah penjualan sapi yang menurun drastis. Gedung sekolah di Khan Yunis rusak akibat serangan Israel yang terus menerus ke Gaza pada 19 Mei 2024. Sekolah ini menjadi tempat berlindung bagi warga Palestina yang harus meninggalkan Rafah akibat bombardir Israel yang terus menerus.
Dengan situasi seperti itu, para peternak tidak yakin warga Gaza akan mampu menjalankan tradisi penyembelihan hewan kurban pada tahun ini, mengingat serangan militer Israel yang masih berlangsung. Jutaan warga Gaza kelaparan
Konflik yang masih berlangsung di Palestina bahkan membuat tingkat kelaparan akut semakin parah hingga lebih dari 1 juta pengungsi terancam mati kelaparan massal.
Meskipun ada laporan mengenai peningkatan pengiriman makanan, saat ini tidak ada bukti bahwa pengungsi telah menerima makanan dalam jumlah dan kualitas yang cukup.
Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar penduduk Gaza harus menghadapi kelaparan dan kondisi kelaparan akut.
“Lebih dari 1 juta orang, hampir separuh penduduk Gaza, diperkirakan akan menghadapi kematian dan kelaparan pada pertengahan Juli,” kata Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).
Tak hanya orang dewasa, kelaparan massal juga menyerang anak-anak di Gaza.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan setidaknya lebih dari 8.000 anak balita telah didiagnosis menderita malnutrisi akut, termasuk 1.600 anak dengan malnutrisi akut parah.
“Ketidakmampuan kita untuk menyediakan layanan kesehatan dengan aman, ditambah dengan kurangnya air bersih dan sanitasi, secara signifikan meningkatkan risiko anak-anak kekurangan gizi,” kata Ghebreyesus.