TRIBUNNEWS.COM – Tahun lalu, warga Palestina masih bisa merayakan Idul Adha.
Misalnya saja ada pesta keluarga besar, pembagian daging, baju baru, dan oleh-oleh untuk anak.
Namun tahun ini, setelah delapan bulan serangan Israel, warga Gaza tidak bisa merayakan Kurban Bayram seperti sebelumnya.
Israel terus mengebom Jalur Gaza meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Warga mengungkapkan kepedihannya karena tidak bisa merayakan Kurban Bayram dengan bahagia.
Seorang warga Gaza yang putrinya tewas dalam perang mengatakan, tahun ini ia tidak akan merayakan Idul Adha seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Tidak ada Idul Fitri tahun ini,” ujarnya mengutip dari Asharq al-Aswat.
Diakuinya, setiap kali azan atau takbir dikumandangkan, warga justru menangis karena kehilangan banyak barang akibat perang tersebut.
“Ketika kami mendengar azan, kami menangis untuk orang-orang yang hilang dan barang-barang yang hilang serta apa yang telah terjadi pada kami dan bagaimana kami menjalani hidup,” katanya.
Sementara itu, warga lainnya mengatakan pembunuhan yang terus terjadi membuat mereka tidak bisa menantikan Idul Adha dengan gembira.
“Tidak ada ruang untuk bergembira ketika rakyat kita dibunuh setiap hari, dan pembantaian terus berlanjut, lebih baik Idul Fitri dihabiskan untuk membantu keluarga yang kehilangan rumah dan mata pencaharian,” ujarnya. Mustafa Semir, Anadolu Anjansi Keuangan buruk
Sameer Arafat, seorang pegawai negeri, mengatakan dia tidak punya uang.
Dia bahkan tidak bisa membeli kebutuhannya untuk Idul Fitri tahun ini karena kondisi keuangan yang buruk.
Ia menjelaskan, gaji yang diterimanya hanya sebagian saat bekerja.
Ia menjelaskan, setelah bertahun-tahun menerima gaji sebagian dan belakangan hanya menerima 50 persen, tingginya biaya hidup membuat hampir tidak mungkin membeli baju baru untuk Idul Fitri.
Hal ini telah dikonfirmasi oleh pegawai pemerintah lainnya.
Dia bilang dia tidak punya uang saat ini.
Sejak 7 Oktober, warga Palestina menderita karena Israel menahan pendapatan bea cukai yang diperuntukkan bagi Otoritas Palestina. Jangan menjual ternak
Menjelang Idul Fitri, pasar ternak di Ramallah dan El-Beir di Tepi Barat mengeluhkan penurunan penjualan tahun ini.
Para pedagang mengatakan bahwa karena rendahnya permintaan, kurangnya uang tunai dan kenaikan harga pakan ternak, harga sapi menjadi tinggi dan tidak banyak sapi yang dijual.
Oleh karena itu, kata mereka, tidak akan ada kebahagiaan tahun ini.
“Kami tidak merasakan sensasi tahun ini,” mereka menjelaskan.
Nadir Abu Arab mengatakan perang di Gaza dan pelanggaran hak asasi manusia serta pembantaian di Tepi Barat sangat berdampak pada masyarakat.
Akibatnya, warga Palestina tidak bisa menikmati liburannya. Penjualan pakaian turun
Osama Abud, pemilik toko pakaian di Ramallah, mengatakan penjualan menjelang Idul Adha tahun ini sangat rendah.
Dijelaskan, penurunan dibandingkan tahun lalu mencapai 70 persen.
Meski menawarkan diskon kepada pelanggan, namun diakuinya hal tersebut tidak banyak membantu penjualannya.
Pengeboman Israel yang terus menerus di Gaza menjadi penyebab menurunnya penjualan.
“Ini Idul Fitri yang kedua di bawah bayang-bayang perang. Kita tidak lagi mempunyai kegembiraan. Karena perang, kehancuran, kesedihan, dan memburuknya keadaan ekonomi, sangat sedikit orang yang berbelanja untuk Idul Fitri dan membeli baju baru,” ujarnya.
Saat berjualan, pedagang lainnya, Bilal Kazim, mengaku melihat warga berbelanja di pasar hanya untuk membeli kebutuhan.
“Kami masih memamerkan produknya untuk bulan Ramadhan. Tidak ada aktivitas di pasar. Orang-orang datang hanya untuk membeli barang-barang penting. Pokoknya kami bersyukur kepada Allah. Situasi di Gaza juga berdampak pada Tepi Barat. “Kami adalah komunitas,” jelasnya.
Sekadar informasi, sejak 7 Oktober 2023 Israel terus melakukan serangan mematikan.
Hingga saat ini, 37.000 warga Palestina telah terbunuh dalam serangan Israel.
Kebanyakan korbannya adalah perempuan dan anak-anak.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel lain terkait konflik Palestina vs Israel