Sudah Diajukan ke Presiden, Usulan 2.800 Dolar AS Batas Bawah Barang Impor Kena Pajak

Laporan dari surat kabar Tribunnews.com, Danang Triatmoho

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rahmadani mengatakan pihaknya telah mengajukan usulan kepada Menteri Koordinator Isu sejumlah minimal $2.800 untuk barang yang dikirim ke luar negeri oleh pekerja migran Indonesia (PMI). Ekonomi Airlangga Hartarto.

Ia pun berharap usulan tersebut sampai ke meja Presiden Joko Widodo dan dibahas dalam rapat kabinet.

Benny menyampaikan usulan ini kepada Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Namun IrLenga tidak bisa langsung mengambil keputusan karena perlu dibicarakan dengan kementerian dan departemen terkait.

Oleh karena itu, Menko tidak bisa mengambil keputusan dalam rapat kementerian lembaga. Saya berdoa kepada seluruh pekerja migran, saya juga berdoa kepada seluruh rekan-rekan media, agar pertemuan terbatas dengan Presiden ini memakan biaya minimal $1,500. Hal itu diungkapkannya dalam jumpa pers di BP2MI. Kantor Jakarta Selatan Rabu (15 Mei 2024) melaporkan: Barang sama dengan Filipina, harga US$2.800.

Benny mengatakan BP2MI ingin barang yang dikirim pekerja migran bebas pajak. Namun jika hal ini dirasa sulit, pemerintah diperkirakan akan mempertimbangkan usulan batas minimum sebesar $2.800.

Angka tersebut dinilai wajar jika sejalan dengan apa yang dilakukan Filipina. Indonesia sebagai negara besar tidak boleh lebih kecil dari Filipina yang ukurannya lebih kecil.

Dia mengatakan Indonesia harus memberi penghormatan kepada para pahlawan mata uang tersebut dengan menawarkan keringanan pajak sebesar $2.800, bukan hanya $1.500.

Ia berkata, “Filipina adalah negara kecil, namun negara bagian dan pemerintahnya menghormati pekerja migran dengan menawarkan potongan pajak sebesar $2.800.”

“Kita negara besar, Indonesia negara besar, tapi kenapa kita bayar upeti ke buruh migran hanya $1.500,” jelas Benny.

Saat ini, banyak barang impor milik PMI yang tertahan di tempat penyimpanan sementara (TPS) di pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, dan Tanjung Perak di Surabaya.

Barang-barang ini terakumulasi di sejumlah perusahaan jasa Amanat karena diberlakukannya peraturan bea cukai impor dan ekspor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *