TRIBUNNEWS.COM – Direktur Jenderal PHI dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnekar) Inda Anggoro Putri mengungkapkan, meski ada kontribusi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Program Tabungan Perumahan Rakyat, tidak akan diperuntukkan bagi pegawai swasta. Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
“Saya ingin menyampaikan pada saat ini bahwa dengan diterbitkannya PP No. 21 Tahun 2024 tidak secara langsung memotong gaji atau upah pegawai TNI-POLRI non-ASN,” ujarnya dalam jumpa pers, Jumat (31/5/) lalu. 2024) Kantor Staf Presiden di Jakarta seperti dikutip YouTube Kompas TV.
Inda mengatakan, mekanisme pembayaran tapera nantinya akan diatur oleh Menteri Pengendalian Ketenagakerjaan.
Dijelaskannya, penerapan partisipasi pekerja Tapera akan dilaksanakan setelah tahun 2027.
Mengenai retribusi yang dikenakan kepada pegawai non-ASN, TNI dan Polri dapat dilihat pada Pasal 15 (PP No. 21 Tahun 2024), kemudian tata caranya diatur dengan peraturan tingkat menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang bekerja, ” katanya. menjelaskan.
Selain itu, Inda juga mengomentari banyaknya penolakan pada program Tapera.
Dia mengatakan penolakan tersebut karena pemerintah belum memberikan jumlah yang besar kepada masyarakat.
“Kemudian insya Allah kami akan menggelar audiensi publik secara besar-besaran. Kami juga akan meminta masukan dari para pemangku kepentingan ketenagakerjaan.”
Jadi jangan khawatir, kami akan mengadakan siaran langsung besar-besaran, kata Indah.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi mengeluarkan PP No. 21 Tahun 2024 menggantikan PP No. 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Dalam PP ini, pengusaha wajib mendaftarkan seluruh pekerja swasta yang berpenghasilan sama dengan atau di atas upah minimum untuk menjadi peserta Tapera setelah tahun 2027, yang wajib membayar tiga persen dari gaji pekerja.
Sedangkan skema iuran tiga persen dibagi menjadi 2,5 persen untuk pekerja dan 0,5 persen untuk pemberi kerja.
Pasca PP ini terbit, banyak pihak mulai dari pengusaha hingga pekerja yang protes karena gajinya dipotong oleh BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Apindo: Pengusaha dan pekerja menolak Tapera
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengakui kesamaan pandangan antara pengusaha dan pekerja menyikapi Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun 2024 tentang perubahan PP No. 25 Tahun 2020 tentang kepentingan umum. Tabungan (Tapera).
Shinta mengatakan, pihaknya telah menulis surat kepada pemerintah mengenai aturan tersebut dan menyatakan ketidaksenangannya terhadap upah buruh untuk Tapera.
“Iya jelas kami tidak setuju. Kami sudah bilang dari awal. Sebenarnya ceritanya panjang,” ujarnya, Kamis (30/5/2024, saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan.)
Dikatakannya, sejak terbitnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang tabungan perumahan rakyat, pihaknya sudah menyampaikan masukan kepada pemerintah.
Saat PP ini benar-benar keluar, Shinta mengaku kaget karena revisinya keluar begitu tiba-tiba. Dia menegaskan pihaknya akan kembali mengirimkan surat kepada pemerintah.
Ia menegaskan, pengusaha dan buruh bersatu menolak PP ini.
Jadi, kita sudah koordinasi dengan pelaku usaha dan buruh. Sikap kita sama. Buruh, serikat buruh, tidak semuanya mendukung PP ini, jelas Shinta.
Menurut dia, PP ini bermasalah karena menduplikasi program yang sudah ada.
“Kenapa masih ada tawaran tapera padahal di BPJS kerja sudah ada MLT (manfaat layanan tambahan) yang bisa digunakan untuk akomodasi?” kata Sita.
Shinta berpendapat, jika pemerintah ngotot melakukan program repatriasi ini, sebaiknya ASN, TNI, dan POLRI saja yang dikenakan.
Sementara itu, dia meminta agar pihak swasta tidak dipungut biaya, apalagi 0,5 persen yang dipungut pengusaha.
Sebab, beban iuran jaminan sosial yang ditanggung pemberi kerja disebut-sebut saat ini mencapai 18 persen. Ia menilai jika ditambah dengan retribusi tapera akan memberatkan.
Oleh karena itu, menurut Shinta, jika pemerintah ingin menjalankan program Tapera, ada baiknya Anda mempersiapkannya sendiri, misalnya menggunakan APBN.
“Kalau pemerintah mau siapkan tapera sendiri, masuk ke dana APBN, terserah. Tapi kalau swasta bayar 0,5 persen dan buruh 2,5 persen, itu keberatan,” pungkas Shinta. .
(Tribunnews.com/Yohannes Leistio Porvoto/Edrapta Ibrahim Pramudiaz)
Artikel lain terkait penyelamatan perumahan rakyat