TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fabri Dianya dan timnya menangkap mantan Menteri Pertanian (Mintan) Suhrul Yasin Limpo (SYL) yang berprofesi sebagai pengacara dan menerima suap Rp 800 juta dan Rp 3,1 miliar. Mohamed Hatta, mantan Direktur Jenderal Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, dan Kasdi Sabagiano, mantan Sekretaris Jenderal (SecJin) Kementerian Pertanian.
Fabri Dianya dari Visa Law Firm dan timnya, termasuk mantan pegawai KPK Rasmala Aritunang, menangani kasus SYL yang berjumlah delapan orang tersebut selama proses penyidikan dan penyidikan.
Saat menggandeng SYL dalam tahap penyidikan, Fabri Dianya mengaku dirinya dan timnya mendapat suap sebesar Rp 800 juta.
Demikian kasus penggelapan dan penggelapan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kemintan) yang diungkap Pengadilan Tipikor Pusat di Jakarta, Senin (6 Maret 2024).
Fabri bersaksi di persidangan SYL: “Dengan segala hormat, Yang Mulia. Untuk memperjelas, salah satu dari hal tersebut sedang ditinjau. Saya merasa terhormat bahwa Aturan 21 Penasihat Hukum akan merujuk pada substansi tersebut sesuai dengan perjanjian ini.”
Soal uang, Fabri awalnya khawatir menerima sejumlah nominal yang menjadi kuasa hukum SYL.
Fabbri bahkan mempertanyakan Hakim Fazal setelah ditanya tentang apa yang disebut keistimewaan tersebut.
“Apakah pantas bagi saya untuk berbicara dengan Anda di sini, Yang Mulia?” Fabri meminta konfirmasi.
Usai dilontarkan pertanyaan tersebut, Fazal membeberkan alasan utama pertanyaan Februari tersebut.
Selain itu, dalam pertemuan tersebut Fazl juga menyinggung mengenai kewenangan hakim untuk memeriksa saksi yang menurutnya diatur dalam undang-undang.
“Kalau jaksa bertanya, Februari tidak perlu dijawab, dan penasihat hukum tidak perlu menjawab, tapi kalau hakim bertanya, apa dasarnya? Berdasarkan KUHAP, hakim bisa menanyakan apa saja kepada saksi. jelas Fazl.
“Kenapa saya menanyakan hal ini, apakah niatnya dari bapak, bagaimana keadaannya, itu pendapat hakim, Fabry Mohon dijawab.” Grace terus bertanya.
Usai mendapat klarifikasi dari Hakim Fazal, Fabri membeberkan secara gamblang besaran suap yang diterimanya selama berada di tim kuasa hukum SYL.
“Jumlah yang disepakati pada tahap pemeriksaan adalah Rp 800 juta,” kata Fabri.
“Delapan orang?” tanya hakim.
“Kami memiliki tim beranggotakan delapan orang yang melayani tiga pelanggan hebat,” kata Fabri.
“Rp 800 juta itu wajar dan pengacara menerimanya,” kata Fazal.
Usai SYL, Hatta dan Kasdi ditetapkan sebagai tersangka atau diperiksa KPK, Fabri Diancia CS kembali mendapat suap Rp 3,1 miliar.
Fabbri dan tim beranggotakan delapan orang menandatangani surat kuasa untuk ketiga tersangka pada 5 Oktober 2023.
Selain itu, telah dibuat Perjanjian Jasa Hukum (PJH) pada 10 Oktober 2023 yang disepakati sejumlah nominalnya.
Jadi, total nilai proses pemeriksaan tersebut adalah Rp3,1 miliar untuk ketiga pelanggan tersebut, kata Fabri. Asal mata uang untuk menghormati Fabri-Dania
Kemudian jaksa menemukan sumber 5 juta won.
“Tadi sudah dijelaskan ada uang Rp 800 juta yang dikeluarkan untuk penyidikan. tanya jaksa.
Hubungan saya saat itu dengan Pak Hatta dan Pak Kasdi, kata Fabri.
“Apa yang terjadi jika SYL tidak bisa menghubungi saya?” Jaksa bertanya lagi.
Saat itu Pak SYL bilang Pak Kasdi akan berkoordinasi, kata Fabri.
Jaksa kemudian mencoba untuk memeriksa ulang pernyataan Fabbri, dengan mengatakan bahwa dia sebelumnya telah memberi tahu ketiga terdakwa bahwa uang yang dia terima berasal dari pembiayaan yang bersih dan tidak bermasalah.
Fabri mengatakan, ada pembicaraan di antara ketiga terdakwa bahwa mereka berencana membayar biaya pengacaranya dari anggaran Departemen Pertanian.
Namun Fabry mengaku saat itu telah memperingatkan ketiga terdakwa agar menggunakan dana pribadinya untuk membayar biaya tersebut.
Pasalnya, kata dia, persoalan SYL, Hafta, dan Kasdi bersifat pribadi dan harus dibayar menggunakan anggaran pribadi.
“Tadi kamu bilang padaku untuk menjaga uangku tetap bersih dan rapi agar tidak timbul masalah. tanya jaksa.
“Awalnya begitu. Awalnya ada diskusi apakah jasa hukum bisa dibayar dari pajak Departemen Pertanian,” jawab Fabri.
Fabri juga mengakui peringatan bahwa SYL C tidak memiliki dasar hukum untuk menggunakan dana Departemen Pertanian untuk membayar pengacara untuk menangani masalah hukum privat.
“Kita sudah jelas dari awal: kita kirim ke Bakkasadi, kita kirim ke Baksil, kita sampaikan ke Park Hatha,” kata Fabbri.
Fabbri mengatakan, ia memanfaatkan Pasal 21 UU Terdakwa dan hasil kesepakatan awal partai dengan ketiga terdakwa.
“Dirinci juga dalam link verifikasi dan perjanjian jasa hukum, sehingga klien dapat yakin bahwa pembayaran tersebut berasal dari sumber yang sah dan bukan merupakan hasil tindak pidana,” ujarnya.
Menurut Fabri, biaya layanan bantuan hukumnya berasal dari dana pribadi SYL.
Fabri pun membeberkan siapa saja yang dimintai bantuan oleh SYL dalam mencari pinjaman.
“Pak SYL juga bersikukuh bahwa uang itu berasal dari pihak swasta. Yang saya dengar, Pak Sahrul menyuruh salah satu orang yang hadir untuk mengecek pinjamannya terlebih dahulu,” kata Fabri.
Namun dalam persidangan kali ini, JPU KPK juga mengaku telah memperoleh bukti bahwa uang yang dibayarkan untuk pengacara tersebut berasal dari saham Kementerian Pertanian I.
Namun, majelis hakim meminta jaksa memaparkan bukti tersebut pada persidangan nanti.
Jaksa KPK mengatakan, “Ini juga penting, jadi mohon izin Yang Mulia, karena banyak bukti bahwa itu yang dibagikan Yang Mulia.”
Ketua Hakim Rianto Adam Ponto mengatakan, “Kalau punya bukti lebih, silakan tunjukkan.”
Dalam persidangan, SYL mengklaim suap Fabry Dianetics dibayarkan menggunakan dana pribadinya.
Hal itu diungkapkan SYL saat Ketua Hakim Rianto memberi kesempatan kepada Adam Pontoh untuk menanggapi keterangan saksi persidangan, termasuk Fabre Dianciah.
“(Keterangan) Pak Fabry, Saksi, bagaimana reaksinya?” SYL diperiksa hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (6 Maret 2024).
Saat ditanya soal hal tersebut, SYL tiba-tiba mengaku suap yang dibayarkan menggunakan jasa Fabri dan timnya menggunakan uang pribadi.
SYL yang saat itu duduk di sebelah tim kuasa hukum mengatakan, “Saya membayar Fabry dengan uang pribadi saya,” dan “Fabri Dianya mengundurkan diri sebagai pengacara SYL.”
Fabri Diensier dan timnya memutuskan untuk bergabung dengan SYL pada November 2024.
Alasannya adalah karena saya khawatir dengan pemuatan SYL.
Apalagi, saat itu Fabry dan kawan-kawan sedang dalam daftar berhenti bepergian ke luar negeri terkait insiden SYL.
Fabri berkata: “Ada situasi di depan. Tugas kami adalah memberikan representasi dan layanan hukum kepada klien kami. Jika mereka terbebani lagi dengan posisi kami, lebih baik kami menawarkan alternatif lain.”
Majelis hakim kembali menegaskan Fabry tidak mengundurkan diri karena merasa tertekan dengan posisinya sebagai mantan Juru Bicara KPK.
“Bukankah karena ada larangan, atau karena alasan lain? Hakim Fazal Hendry mengajukan pertanyaan tersebut pada bulan Februari.
“Ya, tapi mungkin sekitar tiga tahun lalu.” jawab Fabbri.
Fabri menilai dukungan hukum yang diberikan kepada SYL tidak bertentangan dengan KPK.
“Saya tidak menyangka bisa masuk Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Pak SYL,” kata Fabri.
Selain masuk dalam daftar terlarang, Fabry diyakini sempat diperiksa tim penyidik KPK terkait kejadian tersebut.
Karena alasan tersebut, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pengacara SYL pada pertengahan November 2023.
“Pertengahan November 2023, surat kuasa Pak Sarul saat itu telah diputus,” kata Fabry.
“Saya datang ke KPK, tapi tidak bisa bertemu Pak Saharu karena saat itu sedang diinterogasi,” kata Fabry.
Sekadar informasi, dalam kasus ini SYL didakwa melakukan penggelapan dan penggelapan dana Rp 44,5 miliar pada tahun 2020 hingga 2023 untuk kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
Penyitaan tersebut dilakukan bersama oleh Kasadi Sabagiano, Dirjen Pertanian Kementerian Pertanian periode 2021-2023, dan Mohamed Hatta, Dirjen Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian periode 2023. dituduh
Mereka berdua merupakan koordinator yang menggalang dana dari pimpinan dan staf Eselon I, termasuk membiayai kebutuhan pribadi keluarga SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar pasal 12e dan 12B juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana 2001. Pasal 55 Ayat 1 KUHP (KUHP) 1. Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
SYL juga ditangkap dalam kasus pencucian uang (TPPU). Insiden tersebut masih diselidiki oleh Khyber Pakhtunkhwa.
(Tribunnews.com/fahmi/ashri/ilham)