TRIBUNNEWS.COM – Pada Minggu (26/5/2024) malam, tentara Israel membunuh beberapa pengungsi di Rafah, selatan Gaza.
Meski dikatakan sebagai tempat yang aman, sayangnya Israel mengebom tenda pengungsi yang didirikan di gudang UNRWA.
Kantor pers negara melaporkan bahwa tentara Israel sengaja menggerebek daerah tersebut untuk mengusir paksa para pengungsi.
Lebih dari tujuh rudal dan bom besar dijatuhkan, masing-masing berbobot lebih dari 2.000 kilogram atau satu ton bahan peledak.
Banyak orang terluka dan banyak pula yang menjadi martir dalam pembantaian brutal ini.
Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan pencarian orang hilang sedang berlangsung di lokasi kejadian.
Ambulans dan tim pertahanan sipil menghadapi kesulitan dalam menjangkau para korban yang terjebak di kamp.
Sedikitnya 50 orang, termasuk korban syahid dan luka-luka, berhasil dievakuasi oleh Pertahanan Sipil Gaza.
Belakangan terungkap, kawasan yang menjadi sasaran bom Israel adalah rumah bagi sekitar seratus ribu pengungsi. Korban tewas perang Israel-Hamas
Perang Israel dengan kelompok teroris Hamas di Gaza telah memasuki hari ke-233.
Sejauh ini, 35.984 warga Palestina telah tewas dan 80.643 lainnya luka-luka di Gaza.
Tentara Israel telah membantai 8 keluarga baru di Gaza dalam 24 jam terakhir.
“81 warga Palestina tewas dan 223 luka-luka dalam kekerasan Israel pada hari ke-233 pembantaian tersebut,” lapor Kementerian Kesehatan Gaza.
Banyak korban tergeletak di bawah reruntuhan dan di jalanan ketika IOF menghalangi ambulans dan personel pertahanan sipil untuk menjangkau mereka.
Angka tersebut diyakini jauh dari jumlah sebenarnya korban perang genosida Israel di Gaza.
Otoritas Kesehatan Palestina menghadapi tantangan besar dalam menghitung secara akurat para korban, korban luka, dan korban tewas yang terkubur di bawah reruntuhan.
Dalam insiden lain yang dilaporkan oleh Al Jazeera, staf di Rumah Sakit Rafah Kuwait berbagi kesaksian tentang partisipasi mereka dalam evakuasi pasien selama serangkaian serangan Israel.
Dr Muhammad Tahir, seorang ahli bedah ortopedi yang baru saja kembali ke Inggris setelah menjadi sukarelawan di Rafah, menggambarkan situasi di rumah sakit tersebut.
“Saya menelepon beberapa rekan saya (di Gaza) dan mereka menghadapi serangan penembakan dan quadcopter di dekatnya. Mereka khawatir akan nyawa mereka,” kata Tahir kepada Al Jazeera.
“Situasinya buruk. Terjadi di Tal al-Sultan, sebelah barat Rafah. Ini adalah kawasan yang belum dibersihkan namun ada serangan kuat yang sedang terjadi saat ini,” kata Tahir.
Dia mendesak dunia untuk segera berbuat lebih banyak.
“Kita perlu mengizinkan personel medis masuk ke Gaza. Kita perlu mengizinkan pasokan medis masuk ke Gaza,” lanjutnya.
“Semua rumah sakit ini menghadapi masalah kekurangan obat-obatan penting dan bahan bakar untuk penggunaannya. Jadi situasinya sangat buruk dan saya meminta masyarakat internasional untuk segera mengambil tindakan,” jelasnya.
(Suku News.com, Andri Valan Nograhani)