Laporan dari Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Impor kendaraan listrik BYD ke Indonesia terhambat karena belum lengkapnya pengurusan dokumen izin impor sehingga menghambat distribusi komponen kendaraan listrik dari China ke konsumen Indonesia.
Menteri Investasi/Ketua Badan Pengelola Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, proses izin impor belum selesai.
Dia mengatakan, pengajuan izin impor dari BYD perlu melalui proses di Kementerian Investasi/BKPM dan Bahlil mengatakan dokumennya sudah ditandatangani.
“Kemarin kalau tidak salah saya baru menandatangani izin impor barang dari luar negeri, karena sebelum dia mengimpornya, dia harus menunjukkan besaran investasinya, berapa kapasitas proyeknya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berinvestasi. ,” kata Bahlil kepada wartawan. di Gedung Parlemen, Selasa (11/6/2024).
Bahlil mengatakan Kementerian Investasi/BKPM telah memberikan izin kepada BYD untuk mengimpor kendaraan utuh (completely built vehicle/CBU) yang menggunakan listrik dengan batasan 20 persen dari kendaraan yang diproduksi di Indonesia.
Bahlil mengatakan, “Kami sudah memberikan izin untuk mengimpor produk berdasarkan pertumbuhan investasi. Jadi sekarang kami akan memberinya sekitar 10-20 persen dari produksinya, tapi saya sudah saya tandatangani,” kata Bahlil.
Mengutip Kompas, PT BYD Motor Indonesia resmi mulai menjual tiga model mobil listrik. Namun tampaknya sebagian besar konsumen sudah menepati janjinya karena pesanan mobil listrik asal China ini belum juga sampai ke rumahnya.
Di media sosial BYD, netizen berkomentar menanyakan mengenai mobil listrik yang mereka pesan.
Sudah banyak pengguna yang memesan sejak diluncurkan di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 yang digelar Februari lalu.
Luther Panjaitan, Head of Marketing & Communications PT BYD Motor Indonesia, mengatakan dalam proses impor mobil, banyak tahapan yang harus dilalui. Ada metode yang bersifat internal dan ada pula metode yang bersifat eksternal.
“Proses internal itu yang bisa dikontrol oleh BYD. Misalnya pengiriman, produksi, distribusi, dan mendalaminya adalah pengerjaan dokumen. Pengerjaan dokumen ini seperti sistem STNK, homologasi, dan sebagainya,” kata Luther.
“Hampir bisa dibilang tidak ada masalah di seluruh internal. Malah semua mobil kami lolos uji. Kami juga berhasil mendapatkan STNK untuk banyak unit,” kata Luther.
Luther menambahkan, dari segi pengiriman dan produksi hampir bisa dikatakan tidak ada masalah. Dari segi pasokan global, produsen BYD mampu mendukungnya. Selain itu, tidak ada kendala pengiriman di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang terkesan masih memiliki satu jalur distribusi.
“Sekarang kita dihadapkan pada faktor eksternal, kondisi yang tidak bisa kita kendalikan. Ini sangat bergantung pada banyak faktor lain. Bahkan, ini juga berdampak pada permintaan utama, belanja di Indonesia,” kata Luther.
“Jadi ini perlu perencanaan. Sebab, dari segi kuantitas, ini di luar ekspektasi kita. Namun kita berupaya untuk memenuhi semuanya. Ini masih kita kelola, tapi butuh waktu,” kata Luther.
Luther mengatakan BYD juga akan berpartisipasi dalam proses komitmen modal. Jadi, ini bukan sekedar impor, tapi harus dijual. Namun, ada prosedur khusus yang berlaku berdasarkan undang-undang pemerintah. Oleh karena itu, tidak seperti impor barang dengan sistem biasa.
“Ini butuh waktu, lintas institusi, mungkin awalnya agak sulit. Tapi, setelah itu akan mudah. Memang kendalanya, faktor eksternal ini melebihi ekspektasi kita,” kata Luther.
“Maksud saya bukan kesabaran, bisa memakan waktu lama, namun pada sistem kebanyakan kendaraan CBU, waktu tunggunya lebih lama dibandingkan produksi CKD. Jadi, satu hal yang bisa saya sampaikan adalah, saya minta maaf, harap bersabar,” kata Luther.