Laporan Jurnalis Tribunnews.com Abdi Rianda Sakthi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – RS Polri Gramat Jati akhirnya merampungkan pemeriksaan visum dan kejiwaan terhadap korban pelecehan seksual yang dilakukan Prof Eddy Todd Hendrathno (ETH), Pj Rektor Universitas Panchasila (UP).
Hasil otopsi psikiatri dan residivisme akhirnya selesai setelah 100 hari.
Selama 105 hari pihak Rumah Sakit (Bolri) telah menyelesaikan tugas memberikan hasil tes kepada para korban,” kata kuasa hukum korban Amanda Mantovani, Sabtu (6/8/2024).
Namun Amanda mengaku belum mengetahui hasil visum karena sudah diserahkan ke penyidik Polda Metro Jaya.
Hasil tesnya kini sudah bisa diperoleh penyidik Polda, jelasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polta Metro Jaya Kombes Ade Ari Syam Indradi mengatakan, pihaknya meminta waktu untuk mengusut kasus tersebut.
Dia meyakinkan penyidik akan bekerja profesional dan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.
“Tolong minta waktu, penyidik masih bekerja. Nanti penyidik akan menyelesaikan sesuai SOP yang berlaku, jadi mohon waktu karena proses penyidikan ada tahapan yang harus diselesaikan. Jadi minta waktu,” kata Ade Ari.
Dalam kasus ini, Edie dilaporkan RZ ke Polda Metro Jaya pada 12 Januari 2024 dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Selain itu, ada juga laporan korban lainnya berinisial DF yang diterima Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. Namun laporan tersebut kini sudah diserahkan ke Polta Metro Jaya.
Eddie Todd dua kali menjadi saksi pada Kamis (29 Februari 2024) dan Selasa (5 April 2024). Tuduhan dalam kasus ini dipolitisasi
Sebelumnya, Rektor Universitas Panchayat yang sudah tidak aktif, Eddie Todd Hendretno, mengatakan pelecehan seksual yang dilaporkan kepadanya adalah bentuk politisasi.
Hal itu diungkapkan Eddy melalui pengacaranya Faisal Habid usai mengusut kasus pelecehan seksual terhadap korban RF di Titrescrimum Bolta Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Faisal menjelaskan, laporan itu terkait dengan pemilihan rektor baru di kampus, yang berarti tudingan politisasi.
“Seperti yang sering terjadi pada pemilu daerah dan pemilu presiden, jelang pemilihan rektor pasti ada politisasi,” kata Faisal kepada wartawan di Polta Metro Jaya, Kamis (29 Februari 2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, jika tidak ada proses pemilihan rektor, maka laporan polisi (LB) tidak akan didaftarkan terhadap kliennya.
Bahkan, menurut keterangannya, dia memandang kasus yang terjadi saat ini merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadap kliennya.
“Sekaligus kami tegaskan bahwa semua yang disebarluaskan adalah berita bohong dan pembunuhan karakter klien kami,” tutupnya.