TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperbarui revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2024 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (Perpres) yang akan mengatur bahan bakar minyak bersubsidi. pertalite dan pembatasan serupa. LPG disubsidi.
Membahas kembali peninjauan kembali Perpres tersebut merupakan langkah antisipasi dampak ekonomi dan geopolitik yang semakin memanas akhir-akhir ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2019 mengatur mekanisme insentif energi yang akan selesai pada Juni 2024.
Saat ini harga BBM masih dijaga oleh pemerintah, khususnya harga BBM yang dipertahankan atas kebijakan pemerintah hingga bulan Juni karena kondisi masih membaik (Covid) sehingga tidak membebani masyarakat.
Arifin yang sempat melakukan pertemuan di Direktorat Jenderal Migas mengatakan, “Ya, penilaian pertama akan kami lakukan sebelum Juni. Perlu dibicarakan apakah sebelum Juni kondisi geopolitik sudah semakin tidak menguntungkan.” dikatakan. , Jakarta, Jumat (19/4).
Ia mengatakan, penyaluran BBM dan LPG bersubsidi perlu diatur karena tidak tepat sasaran dan banyak masyarakat dengan kondisi perekonomian baik yang menggunakan BBM dan LPG bersubsidi.
Lebih lanjut Arifin mengatakan, karena kondisi harga minyak yang tinggi, maka distribusi BBM dan LPG bersubsidi harusnya diatur dan akan membebani APBN.
Sebab, Indonesia masih mengimpor minyak sebanyak total 840.000 barel per hari (bpd) dari banyak negara; Impor minyak mentahnya sebesar 240.000 barel dan impor bahan bakar sebesar 600.000 barel.
Seperti diketahui, konflik baru antara Israel dan Iran di Timur Tengah akan mendorong kenaikan harga minyak. Sebab, Iran merupakan salah satu produsen minyak mentah terbesar di dunia.
Iran menyediakan sekitar 3,3% pasokan global dan memproduksi 2,4 juta barel minyak per hari. Pada tahun 2023, Iran akan menjadi sumber pertumbuhan pasokan terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (Kontan).