TRIBUNNEWS.COM, SERANG – Presiden Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Banten, Yakub Ismail meminta klarifikasi mengenai syarat khusus dalam Undang-Undang Perlindungan Ibu dan Anak (UU KIA) selama 1000 hari pertama kehidupan (FHPK).
Diketahui, undang-undang tersebut telah disahkan DPR RI pada Selasa (4/6/2024).
“Apindo mendukung upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak khususnya FHPK,” ujarnya kepada TribunBanten.com melalui pesan instan, Kamis (6/6/2024).
Menurut Yakub, hal ini sejalan dengan program partisipasi Apindo dalam menurunkan stunting.
Namun aturan baru yang diatur dalam UU FHKP KIA berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha.
Oleh karena itu, dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha, serta kebijakan cuti hamil/paternitas dengan perjanjian PP/PKB di masing-masing perusahaan, harus tetap menjadi dokumen acuan bersama jika tidak diubah.
“Aturan baru ini diperlukan untuk mencapai tujuan melindungi pekerja perempuan dan menciptakan stabilitas dunia usaha,” kata Yaqub.
Peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas kesehatan dengan meningkatkan ketersediaan dan mutu pelayanan kesehatan primer melalui puskesmas sangatlah penting.
Pada saat yang sama, terjadi peningkatan pelayanan publik pada layanan klinik swasta yang didukung oleh fasilitas pelayanan rumah sakit pemerintah dan swasta.
UU FHPK KIA yang dimuat di media memberikan dua pekerjaan bagi ibu hamil dan suami yang mendampingi istrinya saat melahirkan.
Dua persyaratan:
1. Setiap ibu berhak cuti untuk 3 bulan pertama dan 3 bulan berikutnya jika terjadi keadaan khusus yang disahkan oleh dokter; Dan
2. Kewajiban suami mendampingi isterinya pada waktu melahirkan dapat diberikan dengan memberikan hak cuti 2 hari dan 3 hari lagi atas persetujuan majikan.
Menurut Apindo, dunia usaha perlu memahami indikator “kondisi khusus” yang dimaksud, sehingga tidak ada lagi penafsiran dalam penggunaannya.
Termasuk peraturan dokter spesialis yang merujuk atau melahirkan ibu hamil, kata Yakub.
Ketentuan serupa juga diatur dalam UU No. 13/2003, antara lain:
1. Dalam Pasal 82, perempuan yang bekerja berhak istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan; Dan
2. Pasal 93 huruf 4) e menyatakan, suami yang mendampingi istrinya yang melahirkan atau keguguran mendapat cuti selama 2 hari.
Menurut Pak Yakub, hingga saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan rendahnya tingkat produksi.
Berdasarkan Human Capital Index tahun 2022, Indonesia menempati peringkat ke-96 dari 174 negara.
Beliau mengatakan: “Belum lagi indeks daya saing Indonesia masih rendah.
Indonesia masih menghadapi permasalahan rendahnya tingkat partisipasi tenaga kerja (TPAK).
Data BPS tahun 2023 menunjukkan TPAK perempuan sebesar 60,18 persen, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki yang sebesar 86,97 persen.
Melansir Tribunnews.com, RUU tersebut awalnya bertajuk RUU Perlindungan Ibu dan Anak.
Namun namanya berubah menjadi Daftar Kesejahteraan Ibu dan Anak 1000 Hari Pertama Kehidupan.
Wakil Ketua Komite VIII DPR Diah Pitaloka mengatakan rancangan undang-undang KIA terdiri dari 9 bagian dan 46 pasal, meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang dalam pengelolaan kesejahteraan ibu dan anak, informasi dan informasi, pendanaan, dan partisipasi masyarakat. . .
Menurut Pak Diah, tujuan utama UU KIA adalah mengatur kesejahteraan ibu dan anak pada seribu hari pertama. Hidup adalah kehidupan seorang anak sejak lahir dalam kandungan ibu hingga lahirnya dua orang anak. tahun.
“Perubahan regulasi ini akan berdampak pada perlunya Panitia VIII DPR RI untuk melakukan penyempurnaan kerangka regulasi yang bekerja sama dengan pemerintah. Merevisi rancangan undang-undang ini untuk mengatur langkah-langkah dalam rancangan undang-undang tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Ya dan tidak ada pengulangan. kata Pak Diah di sidang paripurna DPRK.
Penulis : Agung Julianto Wibowo
Artikel ini telah tayang di TribunBanten.com dengan judul Ibu bekerja berhak mendapat cuti hamil hingga 6 bulan, ini jawaban Apindo Banten.