Laporan reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani mengklaim pengusaha dan pekerja mempunyai pendapat yang sama menyikapi Kebijakan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Komentar atas PP Nomor 25 Tahun 2020. Implementasi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Shinta menginformasikan, pihaknya telah menyurati pemerintah mengenai pengaturan tersebut dan menyatakan ketidaksenangannya atas penerimaan gaji buruh untuk Tapera.
“Iya jelas kami kurang puas. Kami sudah sampaikan dari awal. Sebenarnya ini sudah lama sekali,” ujarnya saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia, Batavia Selatan, Kamis (30/5/2024). ). ).
Dikatakannya, sejak UU No. 4 Tahun 2016 datang dari TABUNGAN Perumahan Rakyat, mengajukan usulan pihaknya ke pemerintah.
Saat PP 21/2024 akhirnya keluar, Shinta mengaku kaget karena penyesuaian ini keluar begitu tiba-tiba. Ia pun menegaskan, pihaknya akan mengirimkan surat kepada pemerintah.
Ia menolak penolakan pengusaha dan pekerja yang bersatu demi PP ini.
Shinta menjelaskan, “Makanya sekarang kita koordinasikan buruh dan serikat buruh. Kita semua sama kedudukannya. Buruh dan serikat buruh semua sama kedudukannya, bukan untuk mendukung PP ini.”
Menurut dia, PP 21/2024 bermasalah karena menduplikasi program yang sudah ada.
PP ini diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei 2024 sebagai dasar pemotongan gaji PNS, BUMN, pengusaha swasta, serta gaji pekerja mandiri sebagaimana dicatat dalam tabungan.
Besaran tabungan Tapera yang dipotong setiap bulannya sebesar 3 persen dari gaji atau upah karyawan.
Setoran dana Tapera umumnya dipegang oleh pemberi kerja yakni 0,5 persen dan pekerja 2,5 persen.
Sementara itu, hal ini ditanggung oleh pedagang secara cuma-cuma atau gratis.
“Kalau BPJS Bisnis sudah punya MLT (Tunjangan Pelayanan Ekstra) yang bisa digunakan untuk perumahan, kenapa iuran Tapera harus diberikan?” kata Sita.
Jika pemerintah memutuskan tetap melanjutkan program penarikan ini, Shinta menilai akan lebih baik jika yang diberlakukan hanya ASN, TNI, dan Polri.
Sementara itu, dia meminta pihak swasta tidak melakukan pemotongan sebesar 0,5 persen dari pekerja.
Sebab, beban pajak jaminan sosial bagi pengusaha kini disebut-sebut meningkat hingga 18 persen.
Oleh karena itu, kata Shinta, jika pemerintah ingin menjalankan program Tapera ada baiknya mempersiapkan diri, misalnya menggunakan APBN.
Shinta menutup pidatonya: “Kalau pemerintah mau siapkan lilinnya sendiri, ya masuk ke dana APBN, terserah bapak ibu. Kasih 2,5, ini yang keberatan.” .