Sandra Dewi Kembali Diperiksa soal Kasus Korupsi Timah, Kejagung Telisik Kepemilikan Harta

Laporan reporter Tribunnews.com Abdi Ryanda Shakti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kehakiman RI (Kedjagung) kembali mengusut artis Sandra Dewi atas dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015 hingga 2022.

Penyelidikan lain dilakukan penyidik ​​untuk mengetahui asal usul harta Sandra Dew, istri tersangka Harvey Moyce.

“Tujuan penyidikan untuk memastikan kepemilikan barang yang bersangkutan,” kata Kepala Penkum Direktorat Penuntut Umum Ketut Sumedana, Rabu (15 Mei 2024) saat dihubungi.

Ketut mengatakan, adanya perjanjian pranikah antara Harvey dan Sandra Dew terkait pembagian harta tidak serta merta mengganggu proses penyidikan yang ada.

“(Akad nikah) tidak ada hubungannya dengan penyidikan kasus korupsi,” jelasnya.

Hari ini, Rabu (15 Mei 2024), Sandra Devi sendiri memenuhi undangan tim penyidik ​​Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi perdagangan timah.

Pagi tadi, Sandra Devi tiba di rumah Kartika di Kejaksaan Agung untuk diperiksa.

Dilihat dari foto dan video yang diperoleh dari kejaksaan, Sandra Devi mengenakan pakaian serba hitam, mulai dari blus hingga sepatu. Beda tingkah laku dan penampilan Sandra Devi di sidang jaksa pada Rabu (15 April 2024) dibandingkan pemeriksaan pertama pada 4 April. (Kolase Kejagung/Pouspin)

Berdasarkan penelitian sebelumnya, Sandra Devi memutuskan untuk membiarkan rambutnya tergerai.

Dilihat dari video yang ditayangkan, tampak dia diinterogasi penyidik ​​di hadapannya.

Terkadang ia juga terlihat sibuk membersihkan berkas-berkas yang dibawanya.

Diketahui, ujian Sandra Devi diambil untuk kedua kalinya hari ini.

Dia sebelumnya diperiksa pada Kamis (4 April 2024).

Saat itu, ia tengah diperiksa tim penyidik ​​terkait kasus korupsi timah yang menjadikan suaminya Harvey Moyse sebagai tersangka.

Harvey sendiri bukan satu-satunya tersangka dalam kasus ini.

Kejaksaan Agung telah menetapkan 21 orang tersangka dalam kasus korupsi industri timah termasuk obstruksi keadilan (OOJ) atau penghalangan penyidikan.

Di antara tersangka yang ditetapkan adalah pejabat pemerintah yakni: Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024, Amir Syahbana; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung, 2015 – Maret 2019, Suranto Wibowo; Pj Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung. Direktur Maret 2019, Rusbani (BN); mantan CEO PT Timah, M Riza Pahlavi Tabrani (MRPT); CFO PT Timah 2017-2018, Emil Emindra (EML); dan Direktur Operasional 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Bisnis 2019-2020 PT Timah, Alvin Albar (ALW).

Selebihnya merupakan perorangan yaitu: pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), nama samaran Tamron Aon (TN); Manajer Operasi VIP CV Ahmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, Kwan Jung alias Buyung (BY); CEO CV VIP Hassan Tjie (HT), alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); CEO PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (Pulau Rhode); Suwito Gunawan (SG) alias Avi adalah pengusaha pertambangan di Pangkal Pinang; Gunawan alias MBG sebagai pengusaha pertambangan di Pankal Pinang; CEO PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Andriansia (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim; Perwakilan PT RBT Harvey Moyse; Pemilik PT TIN Hendry Lee; dan Pemasaran PT TIN, Fandy Lingga.

Selanjutnya, jaksa menetapkan Tony “Ah” Tamsil, adik Tamron, sebagai tersangka kasus penghalangan keadilan (OOJ).

Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 triliun.

Padahal, menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Jampidsus, jumlah Rp 271 triliun terus bertambah. Karena nilai tersebut hanyalah hasil perhitungan kerugian finansial tanpa kerugian finansial.

“Itu hasil perhitungan kerugian finansial. Belum lagi kerugian finansial negara. Tampaknya sebagian besar lahan yang ditambang merupakan lahan hutan dan belum ditimbun,” kata Kuntadi, Direktur Kejaksaan Jampidsus, di konferensi pers pada Senin (19 Februari 2024 G.).

Akibat perbuatan yang merugikan negara tersebut, para tersangka pokok perkara sudah dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan sudah dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diundangkan. Pasal 55 ayat 1 ayat 1 KUHP.

Tersangka OOJ kemudian dijerat Pasal 21 UU Pemberantasan Korupsi.

Selain korupsi, khususnya Harvey Moyce dan Helena Lim juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *