TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memastikan akan terus memantau kasus kekerasan seksual yang dilakukan ibu kandung (kanan) terhadap anaknya berinisial (MR).
Dalam upaya penanganan dan pertolongan korban, Kementerian PPPA telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Kota Tangsel dan Polda Metro Jaya untuk memastikan para korban mendapatkan haknya sehingga membawa pemulihan baik secara fisik maupun psikis.
Sementara itu, korban telah mendapat layanan dari UPTD PPA Tangsel, kata Asisten Direktur Perlindungan Anak Khusus Kementerian PPPA Nahar melalui keterangan tertulis, Selasa (06/04/2024).
Hal ini memastikan bahwa para korban menerima layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Menurut Nahar, KemenPPPA akan memantau kasus ini agar anak korban bisa mendapatkan keadilan yang layak.
KemenPPPA, kata Nahar, memantau dan memastikan kesembuhan anak korban.
Kementerian PPPA siap memberikan dukungan baik secara hukum maupun psikologis kepada para korban, kata Nahar.
Saat ini kasus tersebut sedang ditangani Polda Metro Jaya di Subdit IV/Siber
Pelaku sendiri ditangkap pada Minggu 2 Juni 2024 dan polisi telah menetapkannya sebagai tersangka.
“Kekerasan seksual terhadap anak adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi di masyarakat mana pun. “Kami mengutuk keras tindakan kekerasan tersebut dan mendukung tindakan hukum yang diperlukan untuk menjamin keadilan bagi para korban,” ujarnya.
Nahar mendesak proses hukum terhadap pelaku dapat berjalan cepat dan adil.
Sayangnya, Kementerian PPPA terus mengajak orang tua dan seluruh masyarakat untuk bersama-sama melindungi anak dari potensi dan ancaman kekerasan di lingkungan sekitar, ”ujarnya.
Tersangka diduga melakukan eksploitasi seksual terhadap anak dengan melanggar Pasal 76 I dan dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 88 Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan / atau maksimal. denda sebesar Rp. 200.000.000.
Selain itu, tersangka juga dapat dikenakan Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan orang yang menyebarkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mengandung konten ofensif. diancam dengan pidana penjara paling lama. pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.