Laporan reporter Tribunnews.com Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaythaneal Skylar Sutrisno, siswa kelas 11 Jakarta Intercultural School, mempresentasikan inovasinya pada Jakarta Scholars Symposium (JSS) yang tahun ini bertajuk “Inovasi untuk Menciptakan Dampak”.
Inovasinya berupa kacamata yang diberi nama Bat Glasses. Kacamata tersebut dirancang untuk mendeteksi objek di sekitar, menggunakan teknologi berupa sensor jarak untuk memindai lingkungan untuk mencari hambatan.
Jaythaneal, Jakarta Scholars Symposium Volume II, Innovation for Impact di Soehana Hall, menjelaskan: “Proyek kaca ini dapat membantu para penyandang disabilitas, dalam hal ini tuna netra, untuk menemukan suatu benda. Gunakan sinar infra merah untuk memberikan sinyal. .
Ini mengintegrasikan teknologi sensor otomotif sehingga kaca mencapai presisi dan keandalan tinggi, serupa dengan sistem yang digunakan pada kendaraan modern untuk menghindari tabrakan.
“Inti dari perangkat ini adalah motherboard yang ringkas dan hemat energi yang memproses data sensor secara real time. Seluruh pengaturannya didukung oleh baterai yang ringan,” jelasnya, agar kacamata tetap praktis untuk penggunaan sehari-hari.
Ia menambahkan, kombinasi komponen canggih ini memungkinkan kacamata memperingatkan pemakainya akan benda-benda di sekitar, sehingga meningkatkan keselamatan dan kesadaran.
Ide pembuatan kacamata ini muncul saat ia bertemu dengan temannya yang cacat. Dari situlah mereka tercetus ide untuk menciptakan sesuatu yang dapat membantu mereka dalam menjalankan aktivitasnya.
Meski demikian, diakuinya ide produksi kaca bukanlah hal baru.
“Sebelumnya ada yang melakukannya, tapi (ukurannya) besar sekali. Jadi saya coba membuatnya lebih kecil dan efisien,” ujarnya.
Tak berhenti sampai disitu, mahasiswa kelahiran 19 Januari ini juga memiliki proyek bernama Rumah Inovasi.
Proyek ini menjadi wadah baginya untuk mengajarkan anak-anak kurang mampu tentang konsep dasar fisika dan sains dengan cara yang menyenangkan, seperti membuat pesawat terbang, merakit mobil, atau membuat mobil.
Jaythaneal berkata, “Jika mengajar teori membosankan, saya mengajari mereka dasar-dasar fisika dengan cara yang menyenangkan. Mereka mungkin mengira mereka sedang bermain-main, tapi sebenarnya mereka sedang belajar sains.”
Pecinta golf ini juga berinisiatif mendirikan klub robotika di sekolahnya.
Proyek ini didirikan bersama oleh teman-teman setiap hari Rabu dan saat ini memiliki 15 anggota.
Kegiatan ini didukung oleh para guru dan sekolah sehingga tim robot Jaythaneal berhasil memenangkan beberapa kompetisi.
“Saya berharap klub robotika ini dapat menyadarkan kita semua akan pentingnya robotika atau otomasi di bidang apapun karena salah satu upaya kita untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan diperkenalkannya otomasi.”
Lanjutnya, otomasi dapat meningkatkan produktivitas di berbagai sektor publik karena otomasi tentunya akan mempercepat proses dan menekan biaya produksi.
“Contoh negara yang berhasil melakukan hal ini adalah Jepang dan Korea Selatan, dan kita harus memulainya sekarang,” tegasnya.