Laporan Jurnalis Tribunnews.com Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat sosial sekaligus pendiri Pusat Informasi Kecerdasan Buatan dan Teknologi untuk Demokrasi (PIKAT) Damar Juniarto menilai wacana pembentukan Dewan Media Sosial (DMS) menjadi pertanyaan yang menarik.
Memang mendadak dihidupkan kembali oleh Menteri Komunikasi dan Informatika saat ini, Budi Arie Setiadi.
Padahal, usulan ini sudah diajukan saat Mahfud MD menjabat Pj Menteri Komunikasi dan Informatika sehingga masuk dalam revisi UU ITE.
“Jadi saya sedikit kecewa kenapa ini diangkat lagi padahal usulannya masuk dalam pengujian UU ITE, tapi ternyata UU ITE sudah selesai dan pada kalimatnya tidak disebutkan “adanya” UU ITE. media sosial,” kata Damar kepada Tribun saat debat kemajuan teknologi dan kebebasan berekspresi di Jakarta, Rabu, 29 Mei 2024.
Artinya, jika Dewan Media Sosial (DMS) tidak memiliki bahasa dalam undang-undang tersebut, maka kesediaan untuk menghidupkan kembali DMS patut dipertanyakan.
“Bagaimana posisi Dewan Media Sosial dalam sistem hukum kita, itu yang pertama. Lalu yang kedua nomenklaturnya, bagaimana mendapat pendanaan kalau dua hal itu diabaikan, artinya ada agenda yang Saya sampaikan ini sebuah agenda,” jelas Damar.
Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin membiayai Dewan Media Sosial.
Hal ini kemudian bertentangan dengan prinsip keberadaan Dewan Media Sosial. Dewan Media Sosial didasarkan pada setidaknya delapan prinsip, termasuk independensi.
“Jadi bagaimana bisa mandiri kalau Cominfo yang bawa, itu pertanyaan besar, mungkin nanti Cominfo bisa menjelaskan situasi saat ini daripada ribut,” ujarnya.
Tak bisa dipungkiri, pembicaraan mengenai kebangkitan Dewan Media Sosial membuat masyarakat resah dalam menjalani hidup karena sangat khawatir akan banyak terjadi represi di mana-mana tak terkecuali hukum.
Lalu ada pertanyaan tentang bagaimana fungsi Dewan Media Sosial.
“Apakah menteri ini masih punya imajinasi seperti dulu, karena tadi ada usulan disebut sebagai forum pemantau media sosial? “Apakah masih demikian atau memang Dewan Media Sosial yang diminta dan diusulkan PBB untuk banyak negara UNESCO,” jelasnya.
Sebelumnya pemerintah yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mencanangkan wacana pembentukan Social Media Council (DMS).
Beberapa poin penting terkait pidato pembentukan DMS dijelaskan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi di Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Wacana pembentukan DMS merupakan respon positif pemerintah atas kontribusi rekan-rekan CSO (organisasi masyarakat sipil) dan didukung oleh kajian akademis yang diinisiasi UNESCO, kata Budi Arie.
Pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan pidato tersebut dan terbuka untuk masukan lebih lanjut.
Jika dibentuk, Menkominfo mengatakan DMS dimaksudkan untuk membantu memastikan dan mengawasi kualitas pengelolaan media sosial di Indonesia yang lebih akuntabel.
Usulan DMS berbentuk jaringan atau koalisi independen antar pemangku kepentingan, seperti organisasi masyarakat sipil, akademisi, pers, komunitas, praktisi, pakar, pelaku industri, dll.
“Jika terbentuk, DMS dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam pengelolaan media sosial, termasuk menjamin kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di ruang digital,” tegasnya.
Tawaran UNESCO untuk membuat DMS merupakan salah satu usulan untuk memerangi fenomena media sosial yang menimbulkan kekhawatiran di berbagai negara dari sudut pandang ekonomi.
Budi Arie mengatakan, Eropa dan Amerika sama-sama menaruh perhatian terhadap media sosial.
Dalam aktivitas perekonomian di platform media sosial, disrupsi e-commerce saat ini meningkat cukup pesat, seperti maraknya praktik belanja online melalui media sosial atau social commerce (S-Commerce).
Kehadiran Dewan Media Sosial dengan partisipasi masyarakat dari berbagai elemen dan ekosistem akan menarik perhatian pemerintah agar ruang digital saling dikuasai oleh berbagai pihak.