Wartawan Tribunnews.com Fahmi Ramadhan melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengacara Raja Muda nonaktif Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Mustofa Abidin mengungkap alasan kliennya mengajukan gugatan praperadilan baru ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti diketahui, Gus Muhdlor sebelumnya mencabut gugatan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan dan penerimaan insentif dari Kantor Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo pada 13 Mei 2024.
Mustofa mengatakan, alasan kliennya kembali mengajukan gugatan sama dengan gugatan sebelumnya terkait kesalahan identifikasi tersangka.
Pertama, penetapan tersangka tidak sah karena tidak memenuhi minimal 2 alat bukti, dan ada juga alat bukti yang bersangkutan, kata Mustofa saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/05). /2024) ). ).
Lalu, alasan selanjutnya yang dikemukakan Mustofa adalah Gus Muhdlor belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka selama proses penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut.
Tak hanya itu, Gus Muhdlor, kata Mustofa, juga menggugat penahanan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya.
“Karena identifikasi tersangka secara otomatis tidak sah, maka kita juga harus meminta agar penahanannya tidak sah,” jelasnya.
Untuk itu, Mustofa pun memastikan kliennya tidak akan mencabut lagi gugatan terhadap KPK.
Ia pun yakin gugatan Gus Muhdlor kali ini bisa diterima sepenuhnya oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Raditya Baskoro.
“Iya, kami sebagai pelamar pasti optimistis diterima. Tidak, tidak (penarikan), karena kami mundur karena ada perubahan signifikan terkait perubahan posita dan petitum dan sekarang sudah kami perbaiki, kami kami “Harus diajukan lagi,” tutupnya.
Sebelumnya, dalam gugatannya, Gus Muhdlor kembali menggugat penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan dan penerimaan insentif dari Kantor Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Dalam permohonan yang diyakini telah dibacakan, Gus Muhdlor melalui kuasa hukumnya Mustofa Abidin meminta Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Raditya Baskoro menyatakan putusan tersebut batal demi hukum karena tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pernyataan bahwa tindakan tergugat yang menetapkan pemohon sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Daerah Sindoarjo adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kata Mustofa dalam pengajuan permohonannya.
Selain itu, Mustofa menggugat perintah penahanan yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya dengan nomor Sprin.Han/27/DIK. 01.03/01/05/2024 terhitung tanggal 7 Mei 2024 batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Dia memerintahkan terdakwa untuk melepaskan pemohon dari tahanan setelah membacakan putusan ini,” jelasnya.
Terkait permasalahan tersebut, Mustofa Abidin pun meminta majelis hakim menerima seluruh permohonan yang diajukan kembali kliennya.
Menerima dan menyetujui permohonan pendahuluan dari pemohon Ahmad Muhdlor Ali untuk seluruhnya, tutupnya.
Seperti diketahui, dalam kasus ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gus Muhdlor sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurangan insentif pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Ia juga dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Dalam kasus ini, Gus Muhdlor menjadi tersangka setelah dua orang sebelumnya yakni Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Subdit Umum dan Pelayanan Publik BPPD Sidoarjo Siska Wati.
Merujuk pada kasus dua tersangka, mereka diduga melakukan korupsi dengan mengurangi dana insentif pajak ASN BPPD Sidoarjo. Nilai pungli tahun 2023 mencapai Rp 2,7 miliar.
Atas perbuatannya, Gus Muhdlor diduga melanggar pasal 12(f) UU Tipikor juncto pasal 55(1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya adalah hukuman penjara paling lama 20 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Gus Muhdlor juga ditahan penyidik pada 7 Mei hingga 26 Mei.