TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Perkapalan Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang mendorong maskapai asing masuk ke Indonesia, pengamat transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) meminta pemerintah mengkaji secara mendalam, khususnya. . Risiko yang mungkin terjadi di masa depan.
Ia mengatakan, UU Penerbangan 1/2009 menyatakan pemerintah harus melindungi armada penerbangan nasional.
Persyaratan ini juga sejalan dengan prinsip transportasi yang dianut oleh Indonesia, oleh karena itu untuk tetap memiliki banyak persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu dibatasi dalam jangka waktu tertentu, jalur tertentu, bahkan tertentu. kata BHS, Rabu (22/5/2024).
BHS menjelaskan, banyak risiko yang timbul akibat diperbolehkannya maskapai asing masuk ke rute penerbangan domestik.
“Pertama, dengan masuknya maskapai asing maka ada potensi matinya maskapai lokal. Terakhir, penerbangan domestik akan dikuasai oleh maskapai asing, dan ini sangat berbahaya jika negara pemilik maskapai tersebut sengaja menarik pesawatnya. akan menjadi kesenjangan transportasi dan transportasi udara “Penerbangan Indonesia akan lumpuh total. Atau kita akan dikendalikan oleh mereka, sehingga kita perlu meningkatkan aktivitas perusahaan Penerbangan Nasional agar mereka dapat membantu mereka menjaga keutuhan masyarakat.
Ia juga menunjukkan adanya risiko dua maskapai penerbangan asing dapat mengangkut barang yang tidak memiliki deteksi yang dapat membahayakan keamanan dan stabilitas negara. Seperti barang dan penumpang ilegal.
Resiko yang ketiga adalah kita akan kehilangan mata uang asing akibat biaya terbang ke negara lain bila menggunakan maskapai asing. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia sehingga transportasi udara banyak digunakan oleh masyarakat. dilakukan oleh maskapai penerbangan dalam negeri, akan menghasilkan uang jika masyarakat menggunakan transportasi udara, akan masuk ke negara kita.” kata BHS.
Ia menyarankan, jika pemerintah menginginkan tarif yang murah, sebaiknya asosiasi dan pengelola bandara bekerja sama. Mencari cara untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di industri penerbangan.
“Persoalan ini harus dibicarakan bersama, misalnya dengan memberikan insentif bagi penerbangan domestik yang berbiaya rendah, seperti menyediakan bandara berbiaya rendah, sehingga tersedia penerbangan domestik berbiaya rendah, parkir murah, pelayaran, navigasi, dan bahkan. Pajak,” katanya
Ia mengatakan, jika pemerintah mencurigai maskapai tersebut mengambil keuntungan terlalu banyak dengan melayani masyarakat, pemerintah dapat melakukan audit tarif untuk mendapatkan tarif yang proporsional. Sebagaimana yang berlaku pada angkutan model pelayaran yakni membuka perhitungan tarif kepada masyarakat luas.
Dan mengenai masalah supply dan demand, dimana pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan menyebutkan banyak wisatawan yang mengeluh tidak ada pesawat yang menuju ke lokasi wisata, kata BHS sebaiknya dicek informasi barunya.
“Penerbangan di Indonesia menurut saya belum maksimal. Artinya, jumlah penerbangan yang tersedia dan jumlah perjalanan belum maksimal,” jelasnya lagi.
Misalnya saja penerbangan Jakarta-Surabaya yang berakhir pada pukul 19.00 WIB yang merupakan rute yang sangat padat penumpang. Padahal, sebelumnya jadwal penerbangan bisa mencapai pukul 11 malam. Jadi terlihat bukan jumlah kapalnya yang kurang, tapi kapalnya kurang optimal untuk perjalanan lebih banyak.
“Apalagi dalam penerbangan masih ada waktu tunggu di bandara (Port-Time). Bahkan masih banyak pesawat yang mengalami penundaan pendaratan karena menunggu landasan untuk mendarat, semua harus dilakukan. efisiensi maksimal dengan menghilangkan downtime yang ada,” ujarnya.
Terakhir, dia menegaskan, mengizinkan maskapai asing bukanlah solusi terbaik dan cara pertama untuk menyelesaikan permasalahan penerbangan Indonesia.
“Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan. Semoga penerbangan dalam negeri bisa semakin diperkuat dan menjadi tuan rumah di negara kita.” dia menyimpulkan