DPR: Penerapan Tarif PPN 12 Persen Akan Jatuhkan Daya Beli Masyarakat

Laporan diterima dari reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi

Menurut dia, desakan pemerintah untuk menaikkan PPN bertolak belakang dengan daya beli masyarakat saat ini.  “Hal ini membuat daya beli masyarakat yang saat ini menghadapi berbagai tekanan keuangan terpuruk,” kata Ecky, Selasa (5 Mei 2024), saat dikonfirmasi wartawan.

Ia mengatakan, beberapa tahun terakhir merupakan masa tersulit bagi masyarakat.

Ia mencontohkan beberapa skandal yang menyebabkan pendapatan mereka anjlok akibat krisis keuangan. Mulai dari kenaikan harga BBM hingga harga bahan pokok belum melambat.

“Beberapa waktu lalu kita mengalami kenaikan harga pangan khususnya beras, kenaikan harga beras dan pangan berprotein belum berakhir.

“Daya beli masyarakat memang melemah,” ujarnya.

Survei konsumen yang dilakukan BI menunjukkan bahwa porsi konsumsi kelompok dengan biaya di bawah Rp5 mengalami penurunan yang signifikan.

Penurunan terendah terjadi pada kelompok pengeluaran Rp2,1 juta – Rp3 juta, disusul kelompok pengeluaran Rp4,1 juta – Rp5 juta. Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat semakin meningkat.

Ecky juga mengatakan, terpuruknya daya beli masyarakat juga menunjukkan konsumsi belum cukup mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal I.

“Biasanya kita melihat konsumsi rumah tangga hanya meningkat sebesar 4,91 persen, angka tersebut berada di bawah angka pertumbuhan ekonomi nasional.”

“Padahal, pada kuartal I terdapat sejumlah momen penting untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi, seperti Ramadhan dan Idul Fitri. Malah daya beli justru terdampak,” kata Ecky.

Ecky mengatakan PPN merupakan bagian penting dalam struktur penerimaan pajak. Juga PPN impor yang besar.

Karena sebagian besar berasal dari dalam negeri berupa konsumsi pemerintah, maka kenaikan tarif PPN tidak hanya akan melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan terhadap perekonomian nasional.

“Kita bisa melihat bagaimana pendapatan pajak utama, seperti PPN, turun dari 24,8 persen menjadi 14,6 persen pada kuartal pertama tahun 2024.”

Begitu pula dengan bisnis yang turun sekitar 0,74 persen pada kuartal ini, kata Ecky.

Ecky juga menjelaskan bahwa membebankan PPN atas kenaikan jangka panjang justru akan melemahkan persaingan dan profitabilitas industri.

“Daya beli yang dihilangkan akibat kenaikan PPN justru turut berperan dalam penurunan penjualan industri. Dampaknya penjualan hilang dan produksi secara keseluruhan menurun. Di sisi lain, peningkatan ini juga akan meningkatkan persaingan industri dalam negeri sehingga mengganggu dan menghilangkan ekspor. .” tambah Ecky.

Pemerintah bisa menilai dampak kenaikan ini. Menurutnya, masyarakat dan industri kini menghadapi tantangan berat akibat krisis ekonomi. Ecky juga mendesak pemerintah untuk mendorong keadilan perpajakan dan perbaikan administrasi perpajakan.

“Saya mendorong pemerintah untuk menerapkan administrasi perpajakan secara efektif, terutama untuk mencegah penghindaran pajak. Saya juga menekankan pentingnya keadilan pajak.”

“Kalau bicara soal keadilan, saya sering merujuk pada bias kebijakan fiskal terhadap masyarakat kelas bawah. Pajak harus disesuaikan untuk mendorong motivasi masyarakat kelas bawah. Terakhir, pentingnya pendidikan masyarakat dan perpajakan,” tutup Ecky. .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *