TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Produk Internet Space X Starlink asal Amerika Serikat sudah beroperasi di Indonesia sejak pekan lalu.
Dengan hadirnya perusahaan Elon Musk di Indonesia, banyak permasalahan yang muncul, salah satunya adalah pelayanan di daerah terpencil dan harga paket murah dengan kecepatan tinggi.
Starlink terdaftar sebagai beberapa produk. Untuk paket residensial, Starlink mematok harga standar Rp 750.000 per bulan dengan kecepatan 220 Mbps. Selain itu, Starlink juga menawarkan paket akses ke area terpencil seperti di dalam ruangan dan di dalam pesawat.
Kehadiran pemain baru dengan sejumlah keunggulan pun menarik perhatian sejumlah distributor telekomunikasi di Indonesia.
SVP Corporate Relations & Investor Relations PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), Ahmadreza mengatakan, Telkom Group memahami kehadiran pemain teknologi dan industri baru seperti Starlink merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Disampaikannya kepada Kentan, Minggu (26/5) “Oleh karena itu, Telkom Group senantiasa mendukung kebijakan pemerintah dalam pemerataan konektivitas nasional yang menjamin adanya level playing field (persaingan sehat) bagi seluruh pelaku industri.
Menurut Ahmad, Starlink merupakan mitra strategis Telkomsat sebagai bagian dari Telkom Group mulai tahun 2021 untuk menggelar layanan backhaul dan satelit enterprise.
Ia mengklarifikasi: Kami tidak memiliki informasi mengenai harga layanan tersebut, namun kami yakin pemerintah pasti akan mengatur masalah ini.
Terkait pelayanan di wilayah tertinggal, perbatasan, dan luar (3T), Telecom Group selalu berkomitmen memberikan layanan di wilayah tersebut.
Dikatakannya: “Khususnya pemanfaatan teknologi satelit melalui Telkomsat selain layanan seluler Telkomsel serta upaya maksimal penggelaran fiber optik (Indihome)”.
PT Indosat Tbk. (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchison mengaku tidak mempermasalahkan kehadiran Starlink di Indonesia. Vikram Sinha, Chairman dan CEO Indosat Ordu Hutchison, juga tidak melihat Starlink sebagai pesaing.
“Itu (kehadiran Starlink) bukan kompetisi. Orbit rendah bumi Starlink bisa membantu mempercepat akses internet di daerah terpencil,” ujarnya dalam paparan publik pada RUPST ISAT, Selasa (21/5).
Vikram bahkan menyampaikan bahwa ISAT siap berkolaborasi dan berkolaborasi dengan Starlink, khususnya di bidang perikanan dan pertahanan. Sebab, tantangan terbesar sektor telekomunikasi di Indonesia adalah transmisi dan backbone.
Hal ini kembali dibenarkan oleh SVP Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison Steve Saerang. Steve mengatakan keunggulan Starlink akan memotivasi ISAT untuk terus berinovasi dalam meningkatkan kualitas layanan.
Pada saat yang sama, beliau mengatakan: Kami juga akan meningkatkan investasi di bidang 3T.
Henry Wijayanto, Head of External Communications PT XL Axiata Tbk (EXCL) memandang ketersediaan teknologi dan pemain baru sebagai sebuah kebutuhan.
Kepada Kentan, Jumat (24/5) “Kehadiran Starlink di Indonesia dapat membuka potensi kerja sama sehingga membawa manfaat bagi masyarakat dan perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia.”
Terkait harga layanan Starlink, EXCL memandang perlu adanya regulasi berimbang dari pemerintah.
Oleh karena itu, ada ruang persaingan antara Starlink dengan operator yang ada, misalnya baik di sektor telekomunikasi (BHP, USO, dan BHP Telp) maupun lainnya di bawah PNBP, jelasnya.
Selain itu, EXCL berharap pemerintah dapat memfasilitasi Starlink untuk bekerja sama dengan operator untuk layanan business-to-business (B2C) dan business-to-business (B2B).
Ia mengatakan, pemerintah juga diharapkan dapat mengendalikan struktur tarif Starlink agar tidak berpotensi mengancam stabilitas bisnis telekomunikasi nasional.
Pada kuartal pertama tahun 2024, XL Axiata memiliki total lebih dari 163.000 BTS, termasuk lebih dari 107.000 BTS 4G dan sekitar 54.000 BTS 2G. Jumlah BTS 3G hanya sekitar 377 tower.
Menanggapi keberadaan Starlink, EXCL mengakui tantangan bisnis telekomunikasi ke depan akan semakin berat. Oleh karena itu, banyak strategi yang akan diterapkan EXCL untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Pertama, menjaga kestabilan tingkat harga layanan mobile broadband yang sesuai dengan keterjangkauan masyarakat Indonesia.
Kedua, mendorong dan meningkatkan bisnis layanan bersama. Ketiga, kelanjutan infrastruktur jaringan baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa.
“Pada akhirnya, meningkatkan pengalaman pelanggan, yaitu digitalisasi, personalisasi, dan sebagainya,” jelasnya (KONTAN).