Laporan Ashri Fadilla, jurnalis Tribunnews.com
Sukunnews.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung menangkap Hendry Lai, hampir sebulan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi skema perdagangan timah.
Menurut Wakil Ketua Jaksa Tindak Pidana Khusus (Jumpidsus) Kejaksaan Agung, penangkapan tidak dilakukan karena kesehatan Hendry Lai tidak memungkinkan.
“Hendry Lai sakit parah, sudah ada pemberitahuan,” kata Kepala Jaksa Jumpidus Febry Adriansyah, Kamis (23/5/2024).
Sejauh ini, tim penyidik Kejaksaan Agung telah memanggil kembali Hendry Lai terkait situasi tersangka.
Namun, dia belum menanggapi permintaan Jaksa Agung tersebut.
Jika Hendry tak hadir di Kejaksaan Agung, ada kemungkinan wajib masuk.
“Dia dipanggil kemarin, kalau tidak datang kita lihat kebijakan kita apa,” kata Febru.
Meski tersangka belum ditahan, Febry memastikan kasus timah terhadap tersangka Hendry Lai masih dalam tahap penyelidikan.
Alat bukti masih dikumpulkan untuk melengkapi pendokumentasian kasus tersebut.
“Sekarang mereka tidak menangkap, mereka menangkapnya, termasuk Hendry Lye, mereka juga menangkapnya,” kata Febry.
Karena penyelidikan masih berlangsung, kegagalan penyelidikan hanya akan merugikan tersangka, kata pernyataan itu.
“Kalau Hendry Lai tidak menggunakan haknya, itu sangat merugikannya,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Kejaksaan Agung Jampidus di Kuntad, Kamis (23/5/2024).
Sekadar informasi, adik Hendry Lai, Fandy Linga, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada Jumat (26/4/2024).
Ia disebut-sebut berperan dalam pendirian perusahaan boneka tersebut.
CV BPR dan CV SMS merupakan perusahaan boneka yang diciptakan oleh Hendry Lai dan Fandi Linga.
Melalui perusahaan boneka, kakak beradik ini mengikat izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah dengan aktivitas penambangan timah ilegal di kawasan tersebut.
Tentu saja kegiatan ini dilakukan atas persetujuan jajaran PT Tima.
Kerja sama dengan pihak-pihak tersebut dilakukan dengan berkedok penyewaan alat pengolahan peleburan timah.
“HL dan FL diduga terlibat pembiayaan kerja sama penyewaan alat pengolahan peleburan timah sebagai kedok kegiatan penambangan timah PT Timah IUP. Keduanya telah mendirikan perusahaan cangkang yakni CV BPR dan CV SMS. kegiatan atau aktivitas ilegal,” kata Kuntadi, Jumat (26/04/2024).
Daftar tersangka dan kerugian negara
Dalam kasus korupsi barang timah ini, Kejaksaan Agung menetapkan 21 tersangka karena menghalangi keadilan (OOJ) atau menghalangi penyidikan.
Para tersangka yang ditetapkan antara lain pejabat negara yakni Amir Saihabana, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; Maret 2019 Provinsi Bangka Belitung Pj Kepala Dinas ESDM, Rusbani (BN); Mantan Direktur Utama PT Timah, M. Riza Pahlavi Tabrani (MRPT); CFO PT Timah tahun 2017 hingga 2018, Emil Emindra (EML); dan Direktur Operasional pada tahun 2017, 2018 dan 2021 serta Direktur Pengembangan Bisnis tahun 2019 hingga 2020 PT Timah, Alvin Alber (ALW).
Kemudian pihak swasta lainnya yaitu: CV Venus Int Percasa (VIP), pemilik Tamron alias Ion (TN); Manajer Operasional CV VIP Ahmad Albani (AA); CV Komisaris VIP Kwang Yung alias Byung (BY); Dirjen CV VIP Hassan Tjhie (HT) alias ASN; CEO PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Sarivguna Bina Sentosa, Direktur Utama PT (SBS) Robert Indarto (RI); Suvito Gunawan (SG) alias Avi adalah taipan pertambangan di Pangkalpinong; Gunawan alias MBG sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinong; Ketua dan Direktur PT Refined Bangka Tin (RBT), Supartha (SP); Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN); Perwakilan PT RBT Harvey Moise (HM); Pemilik PT TIN Hendry Lai (HL); dan Pemasaran PT TIN, Fandi Linga (FL).
Sementara itu, Kejaksaan Agung telah menetapkan adik Tamran, Tony Tamsil alias Akhi, sebagai tersangka kasus penghalangan keadilan (OOJ).
Enam orang di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana Pencucian Uang (TPPU), yakni Harvey Moise, Helena Lim, Superta, Tamron alias Ayan, Robert Indarto, dan Suvito Gunawan.
Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 triliun.
Bahkan, menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Jampidus, nilainya Rp 271 triliun akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut merupakan hasil perhitungan kerugian ekonomi tanpa kerugian finansial.
Hasilnya adalah perhitungan kerugian keuangan. Belum lagi kerugian keuangan negara. Sebagian besar lahan yang ditambang merupakan lahan hutan dan tidak ditimbun, kata Kuntadi Zampidus, Direktur Kejaksaan Agung, dalam konferensi pers. . Senin. 19.02.2024).
Akibat perbuatannya yang merugikan negara, tersangka kasus pokok dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan Jo. Pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999 Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang 20 Tahun 2001. Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. KUH Perdata Pasal 55 ayat (1) angka 1.
Tersangka OOJ kemudian dijerat Pasal 21 UU Pencegahan Tipikor.