Laporan dari Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Korps Marinir Indonesia menjelaskan alasan di balik jenazah Lettu Lettu Eko Damara yang ditemukan tewas sebagai anggota Satgas Mobile RI-PNG Batalyon Infanteri Marinir 7. Kotis Koramil Dekai, Kodim 1715, Kabupaten Yakuhimo, Pegunungan Papua.
Di sisi lain, Korps Marinir TNI Angkatan Laut membenarkan Lettu Eko Damara tewas akibat serangan bunuh diri.
Dankormar TNI AL Mayjen. Jenderal. Endi Supardi mengatakan, tempat meninggalnya Eko adalah tempat kerja.
“Tidak ada dokter khusus sebagai ahli hukum. Kami ingin segera mengembalikan almarhum ke politik Islam untuk keluarganya,” kata Endi dalam jumpa pers di Markas Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Jakarta Pusat, Senin (20/5/ 2024).
Saat ini, yang hadir di Internet adalah Dr. Glen merupakan dokter yang bekerja di RSUD Dekai, rumah sakit tempat Eko meninggal.
“Kami di RS Dekai tidak melakukan pemeriksaan dalam karena tidak ada dokter yang memeriksanya, sehingga yang kami lakukan adalah mengobati lukanya agar seperti semula, mencucinya, membalutnya dengan kain,” kata Glen.
Menurut Endi, dengan penjelasan Dokter Glen, pihaknya memahami bagaimana pihaknya tidak melakukan otopsi terhadap jenazah Lettu Lettu Eko Damara.
“Kecuali di Jakarta seperti biasa, silakan dilanjutkan jika ada keraguan. Saya kira ini sudah sangat jelas. Kalau ada salah satu staf saya yang ragu, saya tidak akan menunda. Saya akan segera melakukannya. Mengingat semua informasi yang ada. , tim peneliti mengatakan 99,99 persen bunuh diri,” ujarnya.
Endi mengatakan, menurut tim penyidik, Eko menembak kepalanya sendiri saat tidak ada yang melihat.
Menurut dia, kecil kemungkinan Eko tertembak, karena letak pistol yang ada di sebelahnya, dan pergerakan peluru yang masuk ke kepalanya dari uji balistik membuat Eko tidak bisa tertembak.
“Dari peluru-peluru yang ada, kalau ditembak musuh atau teman misalnya datang langsung dari samping (langsung) ke depan (langsung) bisa ditembakkan. Ini dari bawah ke atas, bagaimana caranya. tembak Dia yang duduk, yang menembak sambil berbaring, ” katanya.
“Kalau mau maju, duduk, baru yang lain tidur. Tidak mungkin, tidak masuk akal. Dari sudut pandang prajurit di lapangan, sudah jelas kenapa bisa seperti itu,” kata Endi.
Namun Endi meminta agar keluarga Eko mau dilakukan autopsi terhadap almarhum.
“Kalau pihak keluarga mau, silakan dilakukan otopsi. Kami tidak melakukan itu karena yakin itu bunuh diri, kenapa harus dilakukan otopsi?” dia berkata.
“Kalau pihak keluarga masih ragu, silakan dilakukan dengan informasi yang ada atau dengan cara otopsi. Dari bukti saksi yang ada, kami yakin lebih dari 99 persen, sekarang kami yakin 100 persen 100% dia meninggal. dengan bunuh diri,” pungkas Andy. Tersangka Pembunuhan di Keluarga, Ini Lebih Banyak Misteri
Keluarga mendiang Eko menanyakan kematian Eko yang disebabkan penyakit malaria dan diduga bunuh diri.
Saat diinterogasi paman Letnan Eko, Abdul Sattar Siahaan, pihak TNI Angkatan Laut menyebut keponakannya tersebut bunuh diri dengan menggunakan pistol yang ditembak di bagian kepala. Dedi yang memiliki foto adiknya, Letnan Satu Kesehatan TNI Angkatan Laut (AL) bernama Dr. Eko Damara (31) ditemukan tewas di Pos Satgas Mobile Yonif 7 Marinir RI-PNG, Kabupaten Yahukimo, Pegunungan Papua pada 27 April 2024. Keluarga menduga Eko dibunuh, bukan bunuh diri. (Mimbar Medan)
Namun pihak keluarga tidak percaya Lettu Eko bunuh diri, melainkan menduga keponakannya tersebut disiksa hingga tewas, lalu ditembak mati.
Sebab, saat jenazah tiba di Langkat pada 29 April dan peti mati dibuka, diduga ada luka memar akibat penganiayaan dan kebiasaan merokok.
Tak hanya itu, tidak dilakukan autopsi terhadap jenazah Lettu Laut Eko Damara. Ada pula profil akun WhatsApp yang tampak menggambarkan waktu menjelang kematiannya.
Seminggu sebelum meninggal, Panglima TNI AL Eko Damara rupanya sudah bercerita kepada kakak laki-lakinya, Dedi. Lettu Eko Damara mengatakan, dirinya mempunyai masalah serius dan melihat Pangdam turun tangan.
“Kami menduga dia disiksa dan dibunuh. Tapi ini benar, dukungan kami. Harus dipastikan karena tidak ada bukti, tidak bisa diselesaikan,” kata Abdul Sattar Siahaan saat ditanya.