Tribunenews.com – Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mulai mengevakuasi warga sipil Palestina di kota Rafah di Jalur Gaza menjelang serangan di kota tersebut.
Warga pemukiman Rafah Timur telah dievakuasi mulai hari ini, Senin (06/05/2024).
Kabarnya mereka akan dibawa ke zona penyangga di kota Muwasi yang sedang diperluas oleh Israel.
“Zona kemanusiaan yang diperluas mencakup peningkatan pasokan rumah sakit darurat, tenda, makanan, air, obat-obatan dan pasokan lainnya. Selain itu, bekerja sama dengan organisasi internasional dan negara-negara lain, IDF mengizinkan perluasan bantuan kemanusiaan ke Gaza,” ungkapnya. kata Juru Bicara IDF, Letkol Nadav Shoshani, Wala Dikutip.
Perintah evakuasi dari IDF disampaikan kepada warga Rafah melalui pesan singkat, panggilan telepon, dan siaran berbahasa Arab. Pengungsi Palestina mengantri untuk mengisi wadah air mereka di Rafah, Jalur Gaza selatan, pada 19 April 2024 (AFP)
Israel menganggap Rafah sebagai benteng terakhir Hamas, demikian dikutip Associated Press.
Para pemimpin rezim Zionis juga berulang kali menyerukan serangan darat ke Rafah untuk mengalahkan Hamas.
Shoshani mengatakan sekitar 100.000.000 warga Rafah telah meminta untuk pindah ke Muwasi.
Shosahni mengatakan Israel sedang mempersiapkan operasi dalam lingkup terbatas, namun tidak mengatakan apakah operasi tersebut merupakan awal dari invasi yang lebih besar ke Rafah.
Dia mengatakan Israel telah merilis peta zona evakuasi. Perintah evakuasi juga dikeluarkan melalui selebaran yang dijatuhkan dari langit.
Melalui media sosial X, Israel mengatakan pada hari Senin bahwa pihaknya akan menindak militan dengan kekuatan yang luar biasa dan memerintahkan penduduk Rafah untuk segera mengungsi.
Rencana Israel untuk menyerang Rafah menuai kritik dari komunitas internasional karena serangan tersebut mengancam lebih dari satu juta pengungsi Palestina.
Kini, sekitar 1,4 juta warga Palestina, atau setengah populasi Gaza, terjepit di Rafah.
Kebanyakan dari mereka meninggalkan rumah mereka untuk menghindari serangan Israel. Namun kini mereka kembali menghadapi ancaman serangan Israel.
Mereka saat ini tinggal di tenda-tenda, tempat penampungan yang dibangun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan apartemen yang penuh sesak.
Pengungsi semakin bergantung pada bantuan makanan yang dikirim oleh organisasi internasional dan pihak lain.
Sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat (AS), berulang kali menegaskan tidak mendukung rencana Israel melakukan serangan besar-besaran di Rafah.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu menyatakan akan terus menyerang Rafah untuk melenyapkan Hamas.
Soal pembicaraan gencatan senjata, Gallant mengaku tidak serius.
Gallant juga memperingatkan akan segera terjadi operasi militer besar-besaran di Rafah
Di Rafah, warga Palestina menerima selebaran berbahasa Arab yang mendesak mereka untuk mengungsi. Ada rincian wilayah kemanusiaan yang mungkin ditinggalkan untuk sementara waktu.
Setelah menerima pamflet tersebut, mereka berkumpul untuk membahas langkah-langkah yang akan diambil.
Mereka mengaku memutuskan keluar secara rombongan karena enggan berangkat sendiri.
“Ada orang yang mengungsi ke sini dan sekarang mereka harus pindah lagi, tapi tidak ada yang tinggal di sini karena tidak aman,” kata warga Nidal Azanin kepada The Associated Press. Israel telah melancarkan operasi tersebut
Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant berbicara dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin tentang serangan IDF terhadap Rafale.
Gallant mengatakan kepada Austin bahwa partainya telah memulai operasi militer di kota tersebut.
Gallant mengklaim bahwa Israel telah melakukan beberapa upaya untuk membebaskan sandera dan mewujudkan gencatan senjata sementara.
Namun, Gallant mengatakan Hamas menolak usulan apa pun yang mengarah pada dua hal tersebut.
Dia mengatakan Israel tidak punya pilihan selain menyerang Rafa.
Ia kemudian mengucapkan terima kasih kepada Austin atas kerja sama antara Israel dan Amerika Serikat.
(Berita Tribun/Februari)