Janji Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk menghentikan kenaikan Bea Masuk Unik (UTF) hanya disebut omong kosong hingga Permendikbud Nomor 2024 ditarik kembali. kata Ubaid Matraji, Koordinator Jaringan Pengawasan Pendidikan Nasional (JPPI).
Dampak pertumbuhan UKT sudah mulai terasa. Banyak calon mahasiswa baru (camaba) yang drop out di beberapa perguruan tinggi negeri, seperti yang terjadi pada Naffa Zahra Muthmainnah di Sumatera Utara.
Kepadanya, Ketua Dewan Rektor Universitas Negeri Indonesia, Prof. Ganefri mengaku telah menggeledahnya. Oleh karena itu, seluruh pemimpin besar pendidikan akan bertemu dengan Menteri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam waktu dekat untuk membahas pertumbuhan UKT.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Abdul Haris mengatakan, terkait mahasiswa baru yang menolak magang, sebaiknya PTN dan PTN yang berbadan hukum memfasilitasi peninjauan kelompok UKT. siswa candi . “Aku tidak mampu untuk kuliah”
Kontroversi kenaikan biaya kuliah seragam (UKT) di banyak perguruan tinggi negeri terus berlanjut.
Sejumlah calon mahasiswa baru (camaba) diketahui drop out di beberapa perguruan tinggi negeri karena tak mampu membiayai UKT.
Naffa Zahra Muthmainnah adalah salah satunya.
Ia mengaku kecewa tidak bisa kuliah di universitas di Sumatera Utara yang diimpikannya sejak kecil itu karena orang tuanya tidak mampu membiayai biaya kuliahnya.
“Saya kecewa tidak bisa kuliah di USU, padahal saya sangat ingin belajar sastra Arab (di Fakultas Ilmu Budaya USU), tapi tidak jadi,” kata Naffa kepada jurnalis Apriadi Gunawan. Untuk BBC News Indonesia, Kamis (23/05).
Biaya kuliah tunggal (UKT) di fakultas yang dibidik Naffa sebesar Rp 8,5 juta per semester. Menurut dia, angka tersebut lebih tinggi karena sebelumnya ia mengira biaya pendidikannya hanya Rp 2,4-3 juta.
“Seragam sekolah USU (UKT) terlalu mahal, orang tua saya tidak mampu, Rp 8,5 juta. Makanya saya berangkat,” ujarnya dengan nada sedih.
Ayah Naffa meninggal pada tahun 2021, sedangkan ibunya tidak bekerja. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana.
Sepeninggal ayahnya, tulang punggung keluarga diambil alih oleh kakak laki-laki Rangga Fadillah yang kini duduk di bangku semester lima di Fakultas Hukum Kanonik Universitas Medan Harapan.
“Adikku sedang mengerjakan studinya,” katanya.
Di pihak keluarga, perempuan berusia 18 tahun ini didorong oleh kakaknya untuk melanjutkan kuliah. Dengan empat saudaranya, hanya Rangga yang mengenyam pendidikan tinggi. Oleh karena itu, Naffa diharapkan bisa mengikuti jejak sang kakak.
“Itu adalah harapan keluargaku agar aku bisa melanjutkan kuliah.”
Saat Naffa diterima belajar di AS pada 26 Maret 2024 melalui Seleksi Nasional Merit Based (SNBP), keluarganya sangat bahagia.
Naffa pun mengaku senang sastra Arab menjadi favoritnya. Sejak SD hingga SMA, Naffa fasih berbahasa Arab.
Namun kebahagiaan itu hanya bertahan sesaat ketika ia mengetahui biaya kuliah sastra Arab mencapai Rp 8,5 juta per semester.
Wanita lulusan SMK 1 Medan ini dan keluarganya mendapat pukulan tak terduga. Ia sempat tidak yakin bisa kuliah di USU karena keluarganya hanya mampu membayar biaya UKT sekitar Rp 3 juta.
“Kata Kakak, kalau UKT bersedia, Kakak bisa membiayai studiku. Tapi kalau tidak, Kakak tidak bisa,” ujarnya tegas.
Ia juga mengatakan ingin meminta pengurangan biaya UKT, namun tidak mau karena kesibukan sang kakak.
Kini, dia hanya berharap biaya kuliah mahasiswa baru USU bisa lebih rendah.
Meski tak bisa kuliah tahun ini, Naffa berusaha keras mendapatkan uang untuk biaya kuliah tahun depan. Orangtuanya mengatakan mereka menyetujui keputusan tersebut.
Jika sudah aman, ia melanjutkan studi sastra Arab di USU. Namun jika biaya kuliahnya tetap tinggi, Naffa terpaksa kuliah di Universitas Sumatera Muhammadiyah (UMSU).
“Tahun ini saya kerja dulu, baru setahun masuk universitas. Cita-cita saya kuliah di USU,” ujarnya.
Union Tuition Fee (UTF) di USU mengalami kenaikan sebesar 30-50% dibandingkan tahun lalu. UKT di USU terdiri dari delapan kelompok. Terjadi penambahan kelompok UKT dari 3 menjadi 8.
Peningkatan UKT terbesar terjadi pada Fakultas Kedokteran Gigi. UKT Kelompok 8 Fakultas Kedokteran Gigi sebesar Rp10 juta pada tahun 2023. Saat ini UKT terbesar di Fakultas Kedokteran Gigi sebesar Rp17 juta. ‘kesia-siaan yang dijanjikan’
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, kejadian yang menimpa Naffa dan beberapa Camaba lainnya yang memutuskan mundur karena tak mampu membayar UKT lagi menyetujui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 2 2024. Tahun ini memang tidak adil. dan inklusif, seperti yang diminta Menteri Nadiem Makarim selama ini.
Menurut Ubaid, meski standar tersebut dipertahankan Kemendikbud, camaba yang akan turun akan semakin banyak.
Sayangnya, ujarnya dalam rapat kerja antar komisi
“Yang membuat UKT mahal adalah Permendikbudristek 2 tahun 2024, namun tidak ada yang mengkaji aturan tersebut dan akhirnya tidak ada keinginan untuk menghapusnya,” kata Ubaid kepada BBC News Indonesia.
Menteri Nadiem mengklaim Permendikbudristek hanya sekedar lelucon, padahal UKT masih jauh dari kata adil ketika didirikan.
Ia lantas mempertanyakan janji Menteri Nadie Makarim untuk mencegah pertumbuhan UKT yang nilainya disebut fantastis atau tidak masuk akal.
Karena mulai dari tarif UKT, perguruan tinggi mencari dan mendapat persetujuan dari kementerian. Kemudian penetapan Kategori UKT juga pada Peraturan No. 54 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2024.
Artinya Kemendikbud akan mengidentifikasi tarif UKT yang paling tepat ditempatkan di lapangan.
“Nomor plafon” Permendikburistek digunakan untuk bidang. Kalau dibilang akan diputus, bagaimana caranya kalau aturannya masih ada?” kata Ubaid geram.
“Seolah-olah pihak lapangan mengatakan, ‘Anda yang membuat aturan, kataku, tapi saya yang dituduh.’
“Penghentian sementara boleh saja, tapi Anda menghadapi masalah yang sama di masa depan, bukan? Jadi lebih baik menghilangkan masalah tersebut daripada menundanya.”
Permasalahan lainnya adalah tidak transparannya lapangan dalam penetapan UKT.
Meski dalam Permendikbudristek disebutkan besaran UKT tidak boleh lebih tinggi dari biaya pendidikan satu kali (BKT) untuk setiap jenis studi, namun tidak jelas bagaimana cara menghitungnya.
Kenaikan UKT hingga 100% yang dilakukan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dinilai sangat tidak masuk akal.
“Bagaimana cara menghitungnya? Harga barang tidak cepat atau naik.”
“Oleh karena itu, belum ada rumus baku untuk menghitung UKT. Namun ketika UKT ditetapkan, seharusnya rasio tersebut merupakan peningkatan kemampuan membayar mahasiswa.”
“Jika siswa tidak mampu membayar sejumlah tersebut, mereka tidak akan memberikannya karena melanggar aturan.”
Menurut Ubaid, JPPI menawarkan solusi agar Permendikburistek 2 2024 segera dikembalikan dan peran perguruan tinggi terhadap organisasi nirlaba dikembalikan.
Dengan begitu, subsidi pemerintah terhadap PTN yang sebelumnya mencapai 80%-90% bisa kembali dilaksanakan.
Pasalnya, setelah universitas berstatus legal, bantuan keuangan dari pemerintah tidak lebih dari 30%, sehingga pihak kampus membebankan biaya jasa mahasiswanya sebagai biaya kuliah satu kali saja.
“Tujuan kampus perkotaan hanya untuk mencerdaskan masyarakat, yang jelas pemerintah berpihak pada dunia pendidikan. Bukan menjadi alasan keberadaannya menambah penderitaan,” ujarnya.
“Kalau Kemendikbud menilai perguruan tinggi masih menjadi pilihan, sama saja merugikan anak-anak negara yang bermimpi masuk perguruan tinggi.”
“Bayangkan, kuliah masih menjadi impian.” Apa saja tingkatan spesifik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan?
Pada rapat untuk pekerjaan panitia
Nadie menyadari ada “lompatan” fantastis yang bagus di UKT.
Karena kita tentu punya rekomendasi untuk menghentikan lompatan-lompatan yang tidak masuk akal atau tidak rasional, kata Nadiem.
Oleh karena itu, pihaknya turut meneliti sejumlah perguruan tinggi nasional yang khusus melihat pertumbuhan UKT yang fantastis. Nilai dan ulasan selanjutnya.
“Saya mohon kepada seluruh pimpinan perguruan tinggi dan program studi, kalaupun ada peningkatan, tetaplah rasional, rasional, dan tidak terburu-buru.”
Abdul Haris, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan UKT adalah “kesalahpahaman” bagi semua mahasiswa.
Dalam suratnya kepada BBC News Indonesia, Abdul Haris menyatakan tidak ada perubahan terhadap UKT mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan.
Apabila pimpinan perguruan tinggi negeri dan lembaga PTN Hukum mendirikan UKT baru, maka biaya pendidikan hanya berlaku bagi mahasiswa baru.
Lebih lanjut Haris menjelaskan, berdasarkan data yang dimilikinya, proporsi mahasiswa baru pada kelompok UKT tertinggi atau kelompok 8 berbanding 12 hanya sebesar 3,7% dari jumlah penduduk.
“Sebaliknya, 29,2% mahasiswa baru masuk dalam kelompok UKT rendah, yaitu tarif UKT Kelompok 1 dan 2, serta merupakan penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP) – sehingga melebihi amanat Perguruan Tinggi sebesar 20%. UU Pendidikan,” ujarnya dalam siaran pers.
Terkait kemungkinan penolakan mahasiswa baru untuk ditempatkan di kelompok UKT, Haris menegaskan agar PTN dan PTN-BH memfasilitasi peninjauan kelompok UKT bagi mahasiswa yang mendaftar.
“Mahasiswa yang tidak mampu menempatkan diri pada UKT, misalnya karena adanya perubahan sumber keuangan atau akibat penempatan yang tidak memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan kondisi keuangan, dapat ditinjau kembali sesuai prosedur.”
Ia menambahkan, apabila masih ada keluhan setelah peninjauan, mahasiswa baru dapat menyampaikan laporan melalui website kemendikbud.lapor.go.id.
Nantinya, Direktorat Jenderal Diktristek akan menerima laporan adanya proyek UKT yang tidak sesuai nomor Permendikbudristek 2 Tahun 2024.
Sekadar informasi, dalam Permendikbudristek, setiap perguruan tinggi negeri minimal harus memiliki dua kelompok biaya kuliah satu kali (UKT), yaitu Kelompok 1 sebesar Rp500.000 dan Kelompok 2 sebesar Rp juta.
Kedua kelompok ini biasanya memiliki tarif terendah yang berlaku di berbagai universitas negeri.
Selain itu, bebas menambah jumlah dan besarnya kelompok UKT. Oleh karena itu, ada perguruan tinggi yang dapat memiliki lima kelompok UKT atau lebih.
Kelompok UKT yang menerima mahasiswa biasanya ditentukan oleh keadaan keuangan keluarga atau pihak yang membayar. Semakin banyak yang dapat dilakukan seorang mahasiswa, semakin tinggi pula besaran UKT-nya. Apa kolom jawabannya?
Sempat mendapat protes dari kalangan mahasiswa, beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menarik kembali Surat Perintah Rektor Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perkuliahan Mahasiswa.
Kontrol sebelumnya memuat pertumbuhan UKT hingga 100%.
Ia kemudian mengeluarkan tarif UKT terbaru untuk tarif UKT program diploma dan pengobatan tahun 2024 yang diterbitkan oleh Rektor Nomor 847.
Dengan aturan baru ini, calon peserta didik jalur SNBP diharapkan bisa mendaftar. Pasalnya, hingga Senin (20/5), masih ada 2,1% siswa yang belum melakukan pendaftaran ulang. Jumlah ini dikatakan lebih sedikit dibandingkan tahun lalu yang mencapai 15%.
Peraturan baru tersebut juga menyebutkan rata-rata kenaikan tarif UKT mahasiswa baru sebesar 18%.
“Pada tahun 2024, rata-rata UKT mahasiswa baru yang masuk sebesar Rp4,5 juta. Tidak jauh dari rata-rata besaran UKT tahun lalu sebesar Rp3,8 juta,” kata Ketua Unsoed Dr. kata Mite Setiansah dalam rilis resminya seperti dilansir Detik.com.
Bersamaan dengan itu, Universitas Riau (Unri) juga memutuskan untuk menurunkan tarif UKT menjadi tujuh kelompok dari sebelumnya 12 kelompok untuk mencari mahasiswa baru.
Namun kurikulum kedokteran masih terdiri dari 12 kelompok UKT.
Sebelumnya, masing-masing program studi di UKT terdiri dari enam kelompok mahasiswa. Kelompok terendah membayar Rp500.000, sedangkan kelompok tertinggi membayar Rp6 juta.
Namun UKT berubah menjadi 12 kelompok. Perubahan ini terjadi pada nominal UKT. Kelompok HS terendah membayar Rp500.000 dan kelompok tertinggi Rp18 juta.
Ketua Dewan Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Prof. Ganefri menjelaskan, penambahan rombongan seleksi UKT ini sudah bertujuan untuk keterjangkauan dan keadilan bagi semua pihak.
Dia menyebutkan contoh menciptakan lebih banyak kategori dalam karir medis untuk memperluas pendanaan pendidikan secara finansial.
“Di bidang kedokteran, kalau hanya antara 1 dan 5, dukungan lapangan terlalu banyak. Sulit untuk membangun aktivitas,” kata Prof Ganefri kepada BBC News Indonesia.
“Yang tidak mampu tetap di kelompok 1 sampai 5. Tidak ada promosi.”
Meski demikian, ia mengaku berpihak pada perguruan tinggi untuk segera meningkatkan UKT hingga 100%. Biaya pendidikan yang disebutnya tidak masuk akal patut dikaji ulang.
Untuk itu, UKT rasional bila saldonya sekitar 5% atau 10%.
“Kalau dulu 3,5 juta, maka cukup untuk menaikkannya menjadi 3,7 juta. Tapi jika dinaikkan menjadi 50% tidak masuk akal.”
“Karena PTN itu urusan hukum, sebaiknya kita tidak memikirkan kenaikan UKT, tapi pengurangan UKT. Kenapa? Karena kita diberi kesempatan untuk mencari pendanaan lain. Jadi rektor diminta kreatif, bukan sekedar pandai-pandai. dengan mengambil UKT.
Ia mengatakan, Senin (27/05) seluruh pimpinan perguruan tinggi negeri akan bertemu dengan menteri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membahas kenaikan UKT yang terlalu dini.
Dalam pertemuan itu, dia berjanji akan memperjuangkan prospek penurunan atau jika perlu penghapusan fantastis UKT.
“Saya bersumpah kepada presiden dewan rektor universitas,” katanya.