Reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) disebut meminta Rp 850 juta melalui Staf Khususnya di kalangan pekerja Partai Nasdem.
Fakta itu diungkapkan Asisten Muda SYL, Sukim Supandi, Kepala Kantor Kepala Pengadaan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, saat menjadi saksi dalam kasus korupsi SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/5/2024).
Pesan khusus yang dimaksud, Joice Triatman, meminta hal itu melalui Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono.
Permintaan Pak Kasdi juga untuk pembayaran sekitar 850 (juta) oleh Bu Joice, Yang Mulia, kata Sukim di persidangan.
Sukim mengaku belum mengetahui tujuan spesifik permintaan Rp 850 juta tersebut.
Namun, kata dia, ditemukan tanda terima uang berlogo Partai Nasdem.
“Untuk tujuan apa? Kementerian atau partai politik?” tanya Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh.
“Uang ini jadinya apa setelah 2 minggu? Saya tanya ke petugas Bu Joice, “Mama, uang ini untuk apa?” “Terus ada kwitansi dari Panitera WA, Yang Mulia NasDem,” jelas Syahrul Yasin Limpo, terdakwa dalam kasus pungutan liar dan swasembada di Kementerian Pertanian, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/5/2024). Sidang tersebut rencananya akan mendengarkan keterangan 7 saksi antara lain Dirjen Peternakan Kementan, Dirjen Kesehatan Hewan Nasrullah, Dirjen Sarana dan Prasarana Pertanian Ali Harahap, Pengelola Benih, Dirjen Peternakan Kementan Muhammad Saleh Muktar , Ditjen Umum, Sukim Supandi, Ditjen PKH, Arif Budiman, Dirjen Prasarana Pertanian dan Prasarana Pertanian, Dirjen Sarana Kementerian Pertanian, M Jamil Bahruddin dan General Manager PKH, Makmun/IRWAN RISMAWAN. )
Mendengar pengakuan saksi, Ketua Hakim meminta Jaksa Penuntut Umum KPK segera menunjukkan tanda terima di layar proyektor dalam persidangan.
Berdasarkan pemeriksaan di ruang sidang, kwitansi yang tertera berlogo Partai NasDem.
Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, jaksa langsung menutup layar proyektor.
Setelah itu, hakim terus mendalami sumber RP 850 juta yang diterima NasDem.
Diketahui, uang tersebut berasal dari sharing antar Eselon I Kementerian Pertanian.
“Oleh karena itu Pak Presiden, uang itu kami bagikan lagi kepada Eselon I, Pak. Kasdi telepon Eselon I, tunggu sampai malam ini, sedang dikumpulkan dalam 3 tahap,” ujarnya.
Namun saat dugaan pencalonan itu ditindaklanjuti hakim, saksi Sukim mengaku belum mendapat informasi mengenai hal itu.
Namun, permintaan sebesar Rp 850 juta itu dipastikan akan terealisasi pada tahun 2023.
“Uang Rp 850 juta itu dipakai untuk apa? Apakah untuk partai, lari, kampanye?” tanya Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh.
Saksi Sukim menjawab, “Saya tidak tahu Pak.”
“2023?”
“Ya.”
Sebelumnya, Ketua Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan aliran Rp 850 juta digunakan untuk keperluan Pemilu 2023.
Jaksa KPK Mayer Simanjuntak kepada tim jurnalis seusai sidang perkara, Senin, mengatakan, “Menurut saksi dan alat bukti, uang 850 juta itu terkait dengan pencalonan Calon Anggota DPR. Artinya, dikatakan diterima dari SYL untuk tujuan Bacaleg pada pertengahan tahun 2023.” 5/6/2024 ) di Pengadilan Tinggi Tipikor Jakarta.
Oleh karena itu, JPU KPK berencana menghadirkan Bendahara Nasdem Ahmad Sahroni untuk mengonfirmasi penerimaan tersebut.
Namun tanggal pemanggilan Sahroni sebagai saksi dalam sidang SYL belum bisa dipastikan.
“Kami sangat percaya dengan bukti-bukti yang kami miliki, namun Partai Nasdem melalui Pak Ahmad Sahroni sangat yakin Bendum sudah mengembalikannya dan memasukkannya ke kas KPK. jadi. Bawa masuk,” katanya.
Terkait kasus ini, SYL didakwa menerima ganti rugi sebesar Rp44,5 miliar.
Total uang yang diterima SYL pada periode 2020-2023.
Jaksa KPK Masmudi mengatakan dalam sidang Rabu (28/2) bahwa “jumlah uang yang diperoleh terdakwa dengan cara kekerasan sebagaimana diuraikan di atas, selama menjabat Menteri Pertanian RI, berjumlah Rp 44.546.079.044.” /2024) pada Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta.
Uang tersebut diperoleh SYL dengan mengutip pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam aksinya, namun juga didukung oleh Muhammad Hatta, mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, dan Kasdi Subagyono, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian. juga terdakwa.
Apalagi, uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, penggunaan dana transfer paling besar digunakan untuk acara keagamaan, operasional pelayanan, dan penggunaan lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, dan nilainya mencapai Rp16,6 miliar.
“Uang tersebut digunakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan dakwaan pertama: Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 12 huruf e jo ayat (1) Pasal 55 UU Tipikor jo ayat (1). ) Pasal 64 KUHP.
Dakwaan kedua: Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 55 ayat (1) ayat 1 UU Tindak Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Pidana.
Dakwaan ketiga: Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 55 (1) ayat 1 UU Tindak Pidana, dan Pasal 64 (1) UU Tindak Pidana.