Dilansir reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Belakangan ini nilai Rupiah mengalami pelemahan. Rupiah melemah hingga USD16.265 pada perdagangan pasar Jumat (19/4/2024).
Muhammad Faisal, Direktur Eksekutif Center for Economic Reforms (CED), mengatakan depresiasi Rupiah tidak lepas dari reaksi pasar terhadap pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell.
Powell mengatakan para pengambil kebijakan akan menunggu lebih lama dari perkiraan untuk memangkas suku bunga setelah angka inflasi yang sangat tinggi.
“Kalau kasusnya sekitar 16.000, tidak lepas dari reaksi pasar terhadap pernyataan Jerome Powell tentang kemungkinan penurunan suku bunga,” kata Faisal dalam keterangannya, Sabtu (20/4/2024). .
Itu karena pada awal tahun ini, Federal Reserve menyatakan akan memangkas suku bunga karena rendahnya inflasi. Namun, inflasi AS telah turun di bawah target Federal Reserve sebesar 2 persen, kecuali jika resesi berlanjut. Ketidakpastian suku bunga rendah menyebabkan reaksi pasar yang buta dan berdampak pada nilai mata uang di beberapa negara, termasuk Indonesia.
“Nilai tukarnya anjlok hingga Rp 16.000 dalam beberapa minggu terakhir. Ini besar sekali,” kata Faisal.
Selain itu, ada faktor lain yang meningkatkan ketidakstabilan perekonomian global. Diantaranya konflik geopolitik di Timur Tengah yang berarti konflik Israel dan Palestina kini beralih ke Iran. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran terhadap situasi geopolitik global. Termasuk konflik di Laut Merah yang merupakan kendaraan yang paling banyak digunakan untuk bahan bakar dan minyak.
“Ada kekhawatiran datangnya resesi, ini akan menambah tekanan, ditambah lagi beberapa faktor internal, transisi pemerintahan, pengelolaan keuangan, dan perekonomian yang memperlebar resesi,” ujarnya.
Namun, Faisal menilai pelemahan rupee kemungkinan tidak akan berlangsung lama karena beberapa alasan. Poin pertama adalah reaksi pasar terhadap pernyataan Powell dinilai spontan. Lalu, konflik geopolitik antara Iran VS Israel diperkirakan tidak akan berlanjut dalam waktu lama. Kemudian, pada akhir Maret 2024, cadangan devisa mencapai USD 140,4 miliar berdasarkan data Bank Indonesia (BI).
“Cukup untuk impor selama enam bulan, sehingga bisa dicegah agar rupiah tidak melemah,” kata Faisal.
Faisal menilai risiko kenaikan atau penurunan suku bunga sangat tinggi. Hal ini karena perekonomian menghadapi tekanan sumber daya internasional dan domestik. Jawabannya adalah kontraksi perekonomian domestik hingga kenaikan suku bunga.
“Hal ini akan membahayakan kesejahteraan masyarakat dan membatasi perluasan sektor konsumsi dan produksi. Kemungkinan peningkatan produksi harus dicegah.”